Kamis, 17 September 2015

Revisi Perwali Truk, Perlukah ?



Kasak-kusuk tentang mobil truk yang beroperasi di Kota Makassar pada jam sibuk atau siang hari menjadi problem tersendiri di tengah masyarakat. Pasalnya, truk ini menjadi “momok” yang ditakuti masyarakat terutama bagi pengendara sepeda motor. Sebab sudah banyak yang jatuh korban akibat digilas atau diserempet mobil truk sehingga digelari sebagai “truk Pembunuh”. Bahkan ada sopir truk ini mengemudikan mobilnya dengan terburu-buru atau ugal-ugalan di jalan raya sementara pengendara jalan lainnya tidak dihiraukan.

Wajar saja jika pembicaraan mengenai mobil truk ini semakin hangat. Bahkan lebih hangat lagi saat salah seorang wartawan Harian Fajar Surialang menjadi korban akibat ditabrak mobil truk. Namun, truk tersebut hingga kini belum juga tertangkap sehingga ini menjadi pertanda buruk bagi aparat di “Kota Daeng” sebagai kota yang telah mengatur tentang larangan truk masuk kota pada siang hari.
Meski diakui bahwa larangan itu menjadi perdebatan dikalangan masyarakat termasuk anggota dewan itu sendiri. Sebab ada yang mendukung perwali Nomor 94  tahun 2013 tentang truk enam dan 10 roda oleh mantan Walikota Makassar Ilham Arif Sirajuddin yang terbilang ampuh. Sebab truk yang beroperasi pada siang hari langsung berhenti sehingga masyarakat merasa aman dan nyaman dalam beraktifitas di jalan raya.
Akan tetapi dengan adanya penolakan yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Gowa yang melarang mobil truk beroperasi pada malam hari, tapi membolehkan pada siang hari. Sehingga kebijakan itu bertentangan dengan Pemerintah Kota Makassr (pemkot) yang membolehkan beroperasi pada malam hari, tapi melarang pada siang hari. Dua kebijakan yang berbeda dikeluarkan oleh masing-masing petinggi di daerahnya itu membuat bingung masyarakat terutama bagi pengusaha yang memiliki truk.
Pasalnya, mereka dibuat bingung lantaran tidak bisa mengikuti aturan yang mana, sementara truk pengangkut pasir kebanyakan berasal dari Kabupaten Gowa, sehingga ini menjadi kendala besar   bagi pengusaha. Bahkan tidak sedikit mengalami kerugian akibat dua kebijakan yang berda ini. Kalau dilihat sepintas memang sangat susah berakitifitas sebab jika truk dari Gowa mengangkut tanah timbunan atau pasir tentunya harus parkir di perbatasan Makassar-Gowa, dan malam hari baru melanjutkan perjalanannya kembali. Sementara di Gowa pada malam hari dilarang beroperasi, sehingga truk hanya mengangkut muatan hanya sekali sehari.
Kalau itu yang terjadi maka menjadi sangat merugikan masyarakat termasuk pengusaha yang membutuhkan penimbunan dan rata-rata diambil dari luar Makassar. Akan tetapi setelah berganti pucuk pimpinan di Kota Makassar perwali ini sepertinya menjadi lemah dan tidak berguna lantaran truk itu kembali masuk kota pada jam-jam sibuk alias siang hari. Hal itu dilakukan setelah adanya kunjungan pejabat dari Kabupaten Gowa kepada pejabat Pemkot Makassar, sehingga truk itu bisa kembali beropasi pada siang hari.
Nah, setelah beroperasinya truk disiang hari maka truk itu pun langsung memakan korban jiwa. Wajar saja jika di Kota Makassar yang berpenduduk kurang lebih satu juta jiwa itu harusnya dipikirkan tentang keamanan bagi masyarakat sebab sebagian besar I beraktifitas pada siang hari. Akan tetapi dari perwali ini tampaknya anggota dewan menjadi tidak sejalan alias berbeda pendapat. Bahkan perwali ini diwacanakan akan direvisi kembali dengan berbagai macam argument.
Ada yang menyetujui untuk direvisi sementera yang lainnya tetap mempertahankan perwali yang telah ada dan bahkan menilai bahwa perwali itu sudah ampuh, namun kini pelaksanaannya yang harus dipertegas sehingga kembali ampuh dan bergigi. Sekarang ini “truk pembunuh” merasa bebas kembali berkeliaran di jalan raya karena perwalinya tidak ditegakkan dengan baik. Bahkan sesama anggota dewan saling bersilat lidah lantaran ada yang setuju untuk direvisi dan lainya tetap bertahan.
Jika dilihat sepintas, maka tidak perlu ada revisi bagi perwali nomor 94 tahun 2013 tentang larang truk masuk kota. Apalagi truk sudah berbubah menjadi “Truk Pembunuh”, jadi bukan lagi perampok atau geng motor yang menjadi perhatian, tapi truk yang masuk kota menjadi pembicaraan di tengah masyarakat. Sebab banyak truk  yang tidak tahu aturan terutama di jalan raya yang padat akan kendaraan. Mereka tidak mau minggir dan selalu mengambil jalan tengah sehingga pengendara dibelakangnya sangat susah untuk menyalip karena menguasai jalanan.
Olehnya itu, perwali truk ini tidak perlu direvisi kalau hanya untuk meloloskan salah satu kepentingan tertentu, sebab perwali tersebut sudah sangat bagus. Tinggal dijalankan saja tanpa ada intervensi dari pejabat tertentu untuk melemahkan penegakan aturan di jalan raya. Kalau memang ada truk yang melanggar maka itu sudah pasti  ditindaki berdasarkan perwali yang telah ada. Tapi kalau baru beberapa lama berjalan lalu mau direvisi kembali, maka itu sama saja jika membuang-buang waktu dan tenaga, terlebih anggran. Sebab perwali itu sudah melalui proses yang panjang dan kalau itu direvisi maka pasti membutuhkan anggaran lagi karena biaya “bersilat lidahnya” harus dibayar.
Memang diakui bahwa kebanyakan di era sekarang aturan itu   dibuat hanya untuk kepentingan oknum tertentu, sehingga ini yang merusak tatanan di negara ini. Sebab semua aturan yang dibuat dengan benar dan benar-benar kepentingan untuk rakyat, maka ada saja orang selalu akan mengganti dengan alasan untuk merevisi demi untuk mempertegas aturan itu. Padahal, sebenarnya tidak perlu ada perubahan dulu sepanjang itu masih berlaku dan tidak ada masalah. Apalagi kalau aturan itu baru dibuat dan belum berjalan maksimal.
Nah, kalau perwali ini sudah direvisi apakah ada jaminan untuk berjalan dengan baik. Kalau belum tentu jalan dengan baik, maka itu tidak perlu ada argument untuk direvisi sebab masih banyak pekerjaan lain yang bisa diselesaikan dan mendesak dibanding untuk merevisi perwali ini. Mudah-mudahan perwali truk ini bisa dijalankan dengan baik tanpa ada hambatan yang berarti, sehingga aturan ini benar-benar dapat ditegakkan tanpa pilih merek. Semoga !

Tidak ada komentar:

Posting Komentar