Kamis, 17 September 2015

Ramadhan dan Kebutuhan Masyarakat



Memasuki bulan suci Ramadhan merupakan bulan yang selalu ditunggu-tunggu oleh ummat islam di seluruh dunia. Pasalnya, bulan puasa ini merupakan bulan yang penuh berkah dan pengampunan serta tempat/waktu dimana banyak orang melakukan berbagi kegiatan positif yang pahalanya berlipat ganda. Wajar saja jika semua ummat Islam selalu menantikan bulan penuh rahmat ini.
Menyikapi masuknya bulan Ramadhan ini tidak terlepas dengan kebutuhan masyarakat akan konsumsi baik itu masalah lauk pauk maupun makanan ringan berupa kue-kue atau manisan yang dihidangkan pada saat berbuka puasa. Bulan Ramadhan ini selain banyak pahalanya bagi  orang yang berbuat kebaikan, tapi juga banyak pula “pengeluaran” yang dilakukan oleh ibu rumah tangga lantaran persiapan untuk berbuka itu selalu disiapkan makanan ringan berupa kue atau manisan sebagai makanan pembuka.

Keperluan untuk berbuka puasa selalu menjadi hal yang sangat penting bagi semua masyarakat yang menunaikan ibadah puasa. Sebab mereka rata-rata ingin memberikan pelayanan yang baik dalam keluarganya, apalagi seharian menahan lapar dan dahaga sehingga pada saat berbuka harus diberikan yang terbaik. Untuk itu, ibu rumah tangga membutuhkan tambahan dana belanja untuk konsumsi dalam sebulan penuh. Bahkan ada ibu-ibu menyiapkan tambahan belanja satu bulan sebab bulan ramadhan ini ibarat dua bulan pada bulan biasa. Sehingga membutuhkan dana tambahan bagi ibu-ibu rumah.
Untuk itu, konsumsi pada saat bulan puasa lipat dua kali sehingga pengeluaran pun harus diperhitungkan dengan matang. Sebab kalau tidak ada perhitungan yang cermat tentunya bisa kewalahan dalam memenuhi kebutuhannya. Seperti halnya ikan yang dijual di pasar, dimana harganya jauh lebih mahal dibanding hari biasa. Tapi tetap dibelinya sebagai kebutuhan dalam rumah tangga. Namun demikian, perlu kita tahu bahwa khusus ikan yang dijual di pasar tersebut, tentunya harus kita pahami mana yang baik dan mana yang sudah tidak layak untuk dikonsumsi. Sebab banyak penjual ikan saat bulan puasa tidak menjaga kesegaran ikannya. Sehingga dampaknya dirasakan oleh konsumen sebagai pembeli.
Berdasarkan pengalaman penulis tahun lalu ketika melakukan survey lapangan, ada beberapa oknum yang menjual ikan di pasar tidak memberikan pelayanan sebagai penjual ikan yang baik. Pasalnya, banyak ikan yang dijual tapi sudah tergolong busuk atau tidak layak lagi untuk dikonsumsi, tapi mereka tetap menjualnya. Meski secara sepintas ikan tersebut masih tampak segar saat dijejer di meja oleh penjualnya, tapi saat tiba di rumah untuk dikerja, maka perutnya sudah hancur. Hal ini perlu adanya pengawasan yang dilakukan oleh instansi  yang berkompoten. Sebab ikan-ikan di pasar tradisional juga perlu ikan segar sehingga masyarakat merasa puas. Jangan hanya makanan atau produk olahan saja yang dijual di toko-toko mendapat perhatian atau pengawasan dari intansi terkait.
Sebab ikan, udang dan lain-lain juga harus ada pengawasan yang ketat dari instansi terkait, karena ini sama saja barang kadaluarsa. Kalau ikan dan dagingnya sudah rusak tentunya tidak boleh lagi dijual. Untuk itu, semua yang menyangkut kebutuhan masyarakat harusnya diperhatikan guna menjaga ketahanan pangan bagi masyarakat.
Meski kita tahu bahwa konsumsi masyarakat di bulan ramadhan bukan hanya ikan tapi juga daging sapi, ayam dan lain-ilan, sehingga ini harus dijaga semua apalagi banyak penjual di pasar yang terkesan “nakal” dalam menjual barangnya. Sebab ada beberapa pelaku yang kerap menjual daging sapi tapi dicampur dengan daging yang sudah tidak segar. Jadi masyarakat diharapkan selalu siap siaga dalam berbelanja di pasar tradisional dan supermarket. Memang beda kalau pasar tradisional dengan supermarket, karena satu tempatnya kurang bersih dan bau amis dan satunya  lagi memakai AC sehingga suasana berbelanja terasa nyaman. Namun, tidak tertutup kemungkinan barang-barangnya juga kerap ada yang kedaluarsa tapi tetap terpajang. Kesemuanya ini masyarakat harus berhati-hati dalam membeli barang kebutuhan rumah tangga  sehingga hal-hal yang tidak diinginkan dapat terhindar.
Memang diakui bahwa kebutuhan untuk konsumsi masyarakat saat bulan puasa itu jauh lebih meningkat dibandingkan saat bulan-bulan biasa. Sehingga ini harus diwaspadai agar semuanya bisa berjalan. Belum lagi harga yang melonjak sehingga daya beli masyarakat tergolong “dipaksakan” untuk memenuhi kebutuhan di bulan puasa. Terlebih jika mendekati lebaran, maka harga barang pun naik lagi dan itu tidak bisa dipungkiri dan masyarakat tetap membelinya karena sudah menjadi kebutuhannya.
Olehnya itu, bulan penuh berkah ini tidak dipandang sebagai bulan yang harus terpenuhi semuanya. Namun, jika memang sanggup untuk mengadakan itu tidak masalah. Tapi jangan sampai memaksakan diri sehingga terkesan ada hal menyimpang dari kebiasaan. Apalagi masyarakat banyak yang terlalu menganggap bulan ini harus disiapkan semuanya meski itu tetap “menderita”.
Padahal bulan ramadhan itu tidaklah seperti bayangan kita. Kalau mau berbuka cukup makan kurma tiga biji lalu minum, maka itu sudah sangat baik. Ataukah minum teh manis dengan biscuit, itu sudah cukup. Tapi kenyataan di tengah masyarakat ada juga orang yang selalu mau mengadakan sesuatu meski itu tergolong susah bagi dirinya, tapi mereka tetap memaksakannya sehingga ini menjadi “boomerang” bagi dirinya.
Mudah-mudahan bulan puasa ini kita nikmati dan menjalankannya dengan baik tanpa terkesan adanya keinginan untuk memaksakan diri dalam memenuhi kebutuhan (konsumsi)  keluarga, sehingga semuanya dapat berjalan dengan baik. Apalagi berkah dan pahala di bulan ramadhan dilipat gandakan. Semoga !

Tidak ada komentar:

Posting Komentar