Kamis, 17 September 2015

“Ayo Kerja” Pada HUT RI ke-70 Tahun, Perlukah ?



Peringatan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan (HUT) RI ke-70 yang dilaksanakan setiap tahunnya, sehingga masyarakat selalu riang dan gembira menyambut dan menyaksikan perayaan tersebut. Pasalnya, setiap digelar peringatan ini masyarakat selalu membuat kegiatan dalam berbagai bentuk permainan agar acaranya semarak dan banyak penontonnya.

Tidak heran jika setiap tahun itu selalu banyak tanggapan yang muncul dari acara seremoni ini. Pasalnya, masyarakat selalu ingin melihat adanya kemajuan yang dilakukan oleh pemerintah untuk memberikan yang terbaik bagi masyarakat Indonesia. Wajar sajar jika berbagai macam argument yang keluar dan menjadi “perintah” bagi masyarakat terutama bagi aparat.
Salah satu tulisan yang tertera pada logo HUT Kemerdekaan ke-70 adalah “ayo kerja”. Tulisan ini merupakan simbol pada peringatan tahun ini yang diperuntukkan kepada seluruh masyarakat ataukah hanya kepada Pegawai Negeri Sipil (PNS) terutama pada pejabat yang dianggapnya kurang dalam hal pekerjaan. Apalagi Kabinet Presiden RI Joko Widodo yang juga menamai Kabietnya sebagai “Kabinet Kerja” sehingga diharapkan semua pembantunya atau menterinya itu selalu kerja dan bekerja demi untuk membangun bangsa dan negara ini.
Akan tetapi, kalau melihat para menteri ini tidak semuanya memperlihatkan kinerjanya yang baik, sehingga tidak heran jika presiden melakukan reshuffle kabinet untuk memberikan yang terbaik. Penggantian menteri ini merupakan dampak dari kinerja yang diperlihatkan tidak sesuai dengan harapan presiden. Bahkan menteri yang diganti ini terkesena lamban dalam menjalankan tugasnya. Padahal kabinet kerja ini dan orang-orang yang dipilihnya untuk menjabat sebagai menteri dianggap cakap dan cerdas dalam melaksanakan tugas. Namun sangat disayangkan karena kinerjanya dianggap tidak ada yang menonjol.
Nah, pada peringatan HUT RI ke-70 ini juga dianjurkan untuk kerja. Semuanya bisa berkerja dengan baik. Padahal, sebenarnya bukan hanya itu yang menjadi pilihan utama dalam menjadikan negara ini terbebas dari berbagai persoalan. Bahkan “ayo kerja” ini bukan itu yang menjadi utama karena para PNS sudah mengetahui kewajibannya dalam menjalankan tugas, apalagi PNS itu adalah pelayan masyarakat. Jadi wajar kalau PNS dituntut untuk tetap menjalankan tugasnya dengan baik.
Namun diera reformasi ini tulisan mengajak  “ayo kerja” bukan solusi dalam memberikan yang terbaik bagi bangsa dan Negara ini. Tapi lebih baik jika tulisan itu diganti menjadi “AYO JUJUR” dalam menjalankan tugasnya masing-masing. Sebab banyak aparat atau PNS yang tidak memberikan kinerja yang baik dan bahkan telah berani melakukan korupsi uang negara demi untuk kepentingannya sendiri. Bukan hanya itu tapi kelakuan para koruptor ini sudah sangat meresahkan masyarakat sebab bukan lagi korupsi dilakukan secara kecil atau biasa-biasa, tapi sudah sangat luar biasa.
Wajar saja kalau penegak hukum itu memberikan sangksi berupa hukuman yang memadai. Meski secara sepintas hukuman bagi seorang korupsi ini masih dianggap ringan jika dibandingkan perbuatannya yang mampu meraup atau mencuri uang negara dengan miliaran rupiah. Padahal uang tersebut untuk kepentingan rakyat, tapi karena pengawasan bagi orang koruptor ini kurang, maka wajar kalau mereka melakukannya tanpa pikir panjang.
Apalagi kalau tertangkap (dipenjara) maka diberikan lagi revisi tahanan setiap tanggal 17 Agustus tahun berjalan. Padahal seorang koruptor sesuai dengan PP No. 99 tahun 2012 tentang perang melawan korupsi itu perlu kembali dipanaskan agar apa yang diharapkan masyarakat untuk memberantas pelaku koruspi di Negara ini bisa terbebas.
Nah, kalau dilihat sepintas pelaku korupsi itu lebih “kejam” dari pembunuhan karena pembunuhan itu hanya satu orang yang tewas, sementara korupsi maka uang rakyat diambil sehingga masyarakat yang menderita akibat tidak adanya anggaran untuk dipakai dalam membangun bangsa dan negara ini.
Jadi sebaiknya “Ayo Kerja” ini diganti menjadi “Ayo Jujur” sehingga siapa saja di Negara ini berlaku jujur. Sebab diharapkan setiap hari jujur dalam bekerja demi untuk menyelamatkan uang Negara. Jika ini tidak dilakukan maka bertambah orang-orang yang tidak jujur dan itu sudah mengakar. Bahkan ketidak jujuran ini mulai berlaku pada saat anak duduk di bangku sekolah baik itu di tingkat SD, SMP, SMA dan Perguruan Tinggi. Mereka selalu nyontek atau membuka catatan kecil untuk membatunya dalam mengerjakan soal, sehingga awal mula ketidak jujuran itu mulai terasa.
Hal tersebut membuktikan bahwa ketidak jujuran ini sudah mengakar karena diawali dari anak-anak sudah tidak jujur. Ditambah lagi saat sudah menjadi pegawai negeri sipil, dan berita-berita tentang koruptor yang dihukum ringan. Hal  ini menambah semangatnya untuk berlaku tidak jujur. Padahal, kalau pemerintah ingin memberantas korupsi ini, maka tidak boleh memberikan remisi bagi para koruptor yang telah terjaring ini, karena itu berbeda dengan kasus-kasus yang lainnya.
Olehnya itu, peringatan hari kemerdekaan tahun ini perlu ada perbaikan yang signifikan lantaran bangsa ini terkesan sudah sangat “bobrok” dalam berbagai aspek. Tertutama masalah pemberatasan korupsi dan penegakan hukum. Karena ada cerita yang berkembang di tengah masyarakat bahwa hukum itu bisa dibeli, sehingga siapa yang melakukan perbuatan yang tercelah tapi karena banyak uangnya, maka itu sangat mudah untuk lolos dari jeratan hukum.
Mudah-mudahan “ayo kerja” ini benar-benar bisa diimplementasikan ke bawah karena setiap orang dan bahkan di berbagai instansi pemerintah yang ada itu terkesan kurang peduli dengan tugasnya atau kerjanya masing-masing. Padahal sudah ada aturan yang diterapkan untuk melaksanakan tugasnya atau sesuai dengan tupoksinya masing-masing. Jadi tinggal bagaimana mereka untuk melakukan pekerjaan itu agar bisa efisien dan jujur. Semoga !.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar