Kamis, 17 September 2015

Mengatur Perdagangan Krustase !



Wilayah pesisir yang dimiliki negeri ini cukup luas sehingga berbagai potensi yang terdapat didalamnya menjadi anugerah bagi masyarakat khususnya yang berdomisili di daerah pesisir. Walaupun diakui bahwa daerah pesisir memang bisa menghidupi keluarga bagi nelayan. Wajar saja jika nelayan ini memanfaatkan sumberdaya alam tersebut, seperti halnya dengan rajungan atau biasa juga disebut kepiting rajungan yang menjadi salah satu andalan bagi masyarakat.
Rajungan yang mendiami laut ini menjadi peluang yang sangat baik bagi masyarakat untuk mendapatkan uang dalam rangka meningkatkan perekonomian keluarganya. Saat ini masyarakat yang pekerjaan sehari-harinya menangkap kepiting dengan menggunakan “rakkang” dan jaring, sehingga hasil tangkapannya pun tergolong lumayan.

Meski alat tangkapnya cukup sederhana ini tapi mereka selalu menjaga keberadaan rajungan demi untuk melakukan keseimbangan suatu organisme. Penangkapan rajungan ini yang dilakukan nelayan khususnya di Sulsel membuat kehidupannya bisa bertahan. Pasalnya, harga jual rajungan sebesar Rp 45.000,-/kg yang naik antara 7 – 10 ekor/kg. Peluang bisnis ini menjadi perhatian masyarakat khususnya yang berdomisili di daerah pesisir, sehingga wajar saja jika rajungan sudah mulai langkah ditemui di nelayan-nelayan, karena sudah ada pembelinya yang siap menampung untuk diekspor.
                Banyaknya perusahaan yang bergerak dalam ekspor kepiting ini dalam bentuk pengalengan membuat pemerintah mengambil kebijakan untuk menjaga keberadaan kepiting ini. Pasalnya, perusaahan yang membeli lobster, kepiting dan rajungan dari nelayan ini tidak mengenal ukuran baik ukuran besar maupun ukuran kecil, semuanya langsung dibeli sebagai bahan baku untuk melakukan pengalengan.
Tidak heran jika masyarakat pun berlomba dalam mencari kepiting rajungan baik itu yang bertelur maupun yang tidak bertelur karena mereka tidak terpengaruh dengan ukuran sebab yang diambil hanya dagingnya. Berbeda dengan kepting Bakau (Scylla serrata) yang diperlukan adalah yang memiliki daging dan telur pada carapaks.
Memang diakui bahwa pemahaman masyarakat tentang kepiting yang bertelur ini ada dua versi, ada yang bertelur di diluar yang menempel pada badan, tapi ada juga yang bertelur masih di dalam carapakas (cangkang) dengan istilah bahasa Bugis “Dama”. Jika kepiting sudah memiliki dama tentunya dipastikan bahwa ia akan berisi dan dagingnya sangat padat. Namun pada rajungan tidak terpengauh dengan dama dan telurnya karena memang isinya (dagingnya) yang diperlukan.
Sedangkan kepiting bakau, bukan isinya tapi “Dama-nya”, jadi jika sudah ada yang bertelur di bagian perut tentunya masyarakat tidak akan membelinya sebab sudah bisa dipastikan bahwa itu isinya kurang bagus lagi sehingga jarang ditemukan masyarakat menjual kepiting bakau yang bertelur.
Akan tetapi rajungan ini tidak terpengaruh, sehingga pemerintah membuat Peraturan Menteri (permen) No. 1 Tahun 2015 tentang pelarangan penangkapan dan perdagangan lobster, kepiting dan rajungan dalam kondisi bertelur serta berdasarkan ukuran yang ditentukan, sehingga ini juga bisa menyelamatkan biota laut ini dari unsur kepunahan. Bisa dibanyangkan kalau semua orang berlomba untuk menangkap lobster, kepiting dan rajungan hanya karena memiliki harga lumayan bagus dan perusahaan siap membeli berapa pun hasil tangkapan nelayan.
Semakin berkurangnya populasi kepiting dan lobster sudah mulai terlihat di dua tempat yaitu di Simeuleu, Aceh dan Pangandaran, Jawa Barat. Susi yang juga mantan pengusaha ikan di kedua tempat itu mengatakan, jumlah tangkapan kepiting dan lobster menurun tajam."Di Simeuleu sekarang ini, sudah susah dapat yang betina. Hasil tangkap lobster di Pangandaran Selatan tahun 2005 lalu 2-3 ton per hari, sekarang tidak sampai 1 kwintal," paparnya. (detikfinance)
Olehnya itu, adanya Permen ini yang mengatur regulasi ekspor biota laut sangat bagus lantaran menjaga keberlanjutan dimasa datang. Meski disisi lain pihak perusahan yang bergerak disitu merasa tidak nyaman dengan adanya peraturan ini karena mereka sudah dibatasi kebebasannya dalam menangkap rajungan di alam.
Penangkapannya diperbolehkan, asalkan tidak dalam kondisi sedang bertelur dan sesuai dengan ukuran minimum yang sudah ditetapkan dalam peraturan. Adapun ukuran yang diperbolehkan yakni Lobster dapat ditangkap dengan ukuran panjang karapas di atas 8 cm, Kepiting di atas 15 cm dan Rajungan dengan ukuran lebar karapas di atas 10 cm. "Pembatasan penangkapan ini dilakukan karena keberadaan dan ketersediaan ketiga spesies itu telah mengalami penurunan yang drastis," ungkap Susi. (kotaikan.blogspot.com).
 Jika permen ini bisa berjalan dengan baik tentunya biota laut bisa terjaga dari kepunahan. Sebab kalau disimak dari berbagai informasi di lapangan bahwa rajungan yang ditangkap para nelayan ini semakin hari semakin berkurang. Disamping itu ukurannya pun semakin menyusut seiring dengan berkembangnya perusahan dalam ekspor kepiting rajungan ini.
Hal ini perlu mendapat perhatian semua pihak agar Permen yang dikeluarkan pemerintah tidak disalah artikan, tapi melainkan menjadi sebuah catatan perbaikan ekosistem dimasa akan datang karena kalau tidak ada aturan yang melarang penangkapan krustase di alam ini, maka tentunya bisa habis dan memerlukan waktu yang lama baru bisa besar lagi.
Sedangkan kalau ada aturan ini maka pihak perusahaan selektif dalam membeli rajungan, begitupula dengan masyarakat tidak seenaknya dalam menangkap biota laut. Sekarang ini terkesan bahwa nelayan ini bebas melakukan penangkapan dalam jumlah yang banyak tanpa ada larangan atau aturan yang mengatur, sehingga wajar saja jika masyarakat pun berlomba-lomba turun ke laut untuk menangkap rajungan.
Olehnya itu, untuk menjaga kesinambungan tersedianya bahan baku kepiting ini, maka permen pelarangan ekspor kepiting yang bertelur dan ini wajib ditaati serta dilaksanakan agar apa yang dilarang pemerintah ini bisa kita jaga. Jangan sebaliknya yaitu “memaki” pemerintah lantaran adanya keluar aturan tersebut. Semua dilakukan pemerintah itu untuk menyelamatkan organisme yang ada di dalam laut ini. Semoga pemerintah bisa melaksanakan segera aturan dengan mensosialisasikan kepada masyarakat agar apa yang diinginkan dapat tercapai. Semoga. !

Tidak ada komentar:

Posting Komentar