Kamis, 17 September 2015

Akankah Ekspor Tiga Kali Lipat Terwujud ?



Wacana gerakan peningkatan ekspor tiga kali lipat yang dicanangkan Presiden RI Joko Widodo di Makassar belum lama ini merupakan angin segar bagi pengusaha di bidang ekspor impor. Pasalnya, ekspor hasil bumi ini sangat menjanjikan jika penanganan dan pengolahannya dilakukan secara professional.
Bahkan ekspor tiga kali lipat ini sepertinya masih jauh dari harapan sebab kalau dilihat secara ril dilapangan, dimana hasil bumi masih sangat sedikit dan bahkan tidak memenuhi kuota untuk ekspor sehingga peningkatan ekspor tiga kali lipat ini tergolong hanya retorika belaka. Namun, jika hal itu tetap terwujud, maka itu suatu prestasi yang membanggakan karena selama ini ekspor masih terkesan jalan ditempat dan tidak ada peningkatan. Malah sebaliknya yaitu terjadinya penurunan.

Pengamat ekonomi UI Faisal Basri mengatakan otimisme sah-sah saja. Saya juga sangat ingin perekonomian Indonesia maju dan ekspor terpacu sehingga nilai tukar rupiah tidak merosot terus menerus. Masalahnya, ini mengurus perekonomian Negara, bukan obral janji seperti dimasa kampanye lagi. Segala sesuatu harus akuntabel dan kredibel. Target menaikkan nilai ekspor tiga kali lipat berarti ekspor dalam lima tahun (2015-2019) naik sebesar 200 persen. Jika tahun 2014 total ekspor USD 176,3 miliar berarti pada ekspor 2019 ekspor harus naik menjadi USD 528,9 miliar. (Fajar Agustus 2015).
Meski diakui bahwa wacana yang dilakukan oleh Presiden tersebut sangat bagus, namun untuk memenuhinya maka berbagai faktor pendukung terlebih dahulu harus diperbaiki. Apalagi mengingat sektor kelautan dan perikanan masih dihadang oleh berbagai kendala yang memerlukan perbaikan disana sini. Salah satu contoh adalah perbaikan infrakstruktur tambak untuk meningkatkan hasil budidaya dari udang windu, udang putih dan ikan bandeng. Sedangkan pada pertanian khususnya padi tentunya sawah menjadi kendala, karena untuk meraih swasembada beras harus panen lebih dari satu kali. Sementara masyarakat sebagian saja yang bisa menanam dua kali setahun.
Jadi ini semua yang harus dipikirkan karena ekspor itu ada kalau bahan baku sudah siap. Tapi sekarang bahan baku itu yang susah sehingga para pengusaha terkadang berteriak karena kurangnya bahan baku untuk dieskpor. Jadi bagaimana mau melakukan ekspor tiga kali lipat jika bahan baku tidak bisa mencukupi.
Olehnya itu, untuk memenuhi target tersebut sebaiknya pemerintah termasuk pengusaha untuk “turun gunung” melihat kondisi lapangan karena banyak hal yang harus mendapat perhatian. Baik itu perikanan darat maupun perikanan laut. Khusus di laut penangkapan ikan yang semestinya banyak hasil tangkapan tapi karena armada bagi para nelayan masih sangat minim dan bahkan masih banyak tidak sesuai dengan kondisi lapangan. Misalnya kapal motor hanya 5 sampai 10 GT pada masyarakat nelayan.
Berdasarkan data DKP Sulsel dimana Sulsel memiliki garis pantai sepanjang 1.993,69 Km dan terdiri  298 pulau-pulau kecil. Jumlah nelayan tercatat sebanyak 104.897 orang yang mengoperasikan armada penangkapan sebanyak 35.144 unit terdiri dari kapal motor ukuran 30-50 GT sebanyak 4 unit, ukuran 20-30 GT sebanyak 39 unit, ukuran 10-20 GT sebanyak 267 unit, ukuran 5-10  GT sebanyak 2.655 unit, ukuran 0-5 GT sebanyak 10.259 unit. Motor tempel 17.030 unit dan perahu tanpa motor 4.890 unit.  Komposisi armada tersebut menunjukkan bahwa nelayan  di daerah ini masih didominasi oleh nelayan kecil dengan kemampuan operasi terbatas.
            Jadi  tidak heran jika masyarakat miskin lebih banyak karena dilihat ukuran kapal mulai 0-5 GT sebanyak 10.259 unit. Jadi lebih banyak yang memiliki mesin kecil dari pada yang besar. Sedangkan untuk menopang ekspor tiga kali lipat tentunya masyarakat kecil pun sangat berperan terutama yang berdomisli di daerah pesisir karena pekerjaannya memang mencari ikan. Tapi karena armada yang digunakannya tergolong kecil sehingga tidak bisa memberikan hasil yang dapat membantu dalam pemasokan bahan baku bagi perusahaan eskpor.
Belum lagi nelayan asing yang kerap menjadi persoalan lantaran memasuki wilayah perairan Indonesia untuk mencuri ikan. Meski sekarang ada kebijakan pemerintah untuk menenggelamkan kapal atau membakarnya jika tertangkap basah dalam illegal fishing, tapi itu juga belum bisa diatasi secara keseluruhan lantaran masih banyak pelaku pencurian ikan sering mengelabui petugas dengan memakai bendera Indonesia, tapi yang punya kapal adalah pengusaha asing. Cuma anak buahnya adalah orang asli Indonesia dan memakai bendera Indonesia, sehingga ini sulit terdeteksi jika petugas tidak serius dalam melakukan tugasnya di laut.
Nah, kesemunaya ity merupakan salah satu kendala dalam mewujudkan wacana gerakan peningkatan ekspor tiga kali lipat yang dicanangkan pemerintah. Olehnya itu, pihak pengusaha juga harus dituntut untuk kerja keras agar apa yang menjadi wacana itu tercapai, tapi kalau hanya seperti ini prilaku pengusaha, maka yakin saja bahwa wacana itu hanya tinggal wacana tanpa ada yang bisa merealisasikan.
Selama kurun waktu lima tahun (2008-2013) ekspor Indonesia naik 24,5 persen. Angka itu sangat jauh lebih rendah dibanding target kenaikan ekspor tahun 2015 hingga 2019 yang sebesar 200 persen. Dibandimg Negara-negara lain di dunia, pada kurun waktu yang sama , peningkatan ekspor tertinggi dinikmati India, yaitu sebesar 74,9 persen. Tapi itu pun sangat rendah kalau dibandingkan dengan target pemerintah yang 200 persen. (Fajar, Agustus 2015).
Olehnya itu, kita tidak bisa terlalu banyak bermimpi sebab kenyataan di lapangan sangat berbeda dengan yang ada di data. Hal itu bisa dibuktikan ditempat-tempat pengusaha yang setiap harinya bisa melakukan ekspor.
Mudah-mudahan apa yang diwacanakan itu bisa terwujud, sebab kapan sudah ada wacana berarti itu harus dilaksanakan apalagi pemerintah sudah mendukung, tinggal para pelaku usaha yang tahu persis disertai dengan berbagai trik yang dimiliki agar apa yang dijanjikan pemerintah ini bisa tercapai. Semoga !

Tidak ada komentar:

Posting Komentar