Senin, 14 September 2015

Impor Garam di “Lumbung Garam”



Indonesia dikelilingi luas laut sekitar 70 persen dari luas daratan, sehingga dikenal sebagai negara maritim yang didalamnya memiliki berbagai sumber daya alam yang dapat dikelola demi untuk meningkatkan pendapatan masyarakat,  terutama bagi masyarakat yang berdomisili di wilayah pesisir. Bahkan boleh dibilang masyarakat kita ini sebagian besar berada pada wilayah pesisir yang berpenghasilan biasa-biasa saja dan kehidupannya masih tergolong miskin bila dibandingkan kehidupan yang ada di perkotaan.

Dengan gelar masyarakat “miskin” ini, maka tentunya membutuhkan sentuhan dari penentu kebijakan untuk meningkatkan taraf  hidupnya dari berbagai sumber daya alam yang ada. Sehingga peningkatan itu harus didukung oleh pemerintah karena tanpa adanya upaya untuk menghapus kemiskinan di negeri yang kaya akan sumber daya alam ini, maka hal tersebut tidaklah bisa hilang. Padahal kita sendiri yang selalu menggembar gemborkan tentang penghapusan kemiskinan di tanah air. Namun, jika hal tersebut tidak direalisasikan maka sama saja kalau hanya suatu retorika belaka yang tidak berujung.
Padahal, kalau dipikir sumber daya alam di Indonesia cukup melimpah, tapi hanya orang-orang tertentu saja yang menikamtinya. Istilahnya, orang miskin semakin miskin dan si kaya makin kaya. Sehingga mau atau tidak tetap tercipta adanya kesenjangan walapun itu secara tidak langsung, tapi itulah yang terjadi dilapangan terutama bagi masyarakat yang berdiam di daerah pesisir.
Salah satu jalan yang dapat dijadikan sebagai pendapatan selain menangkap ikan di laut atau melakukan budidaya di tambak adalah melakukan pembuatan garam yang tidak kalah baiknya dengan usaha lain di bidang perikanan. Pasalnya, pergaraman ini masih menjanjikan atau memiliki prospek masa depan yang cerah sebab kebutuhan akan garam di negeri ini tetap meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan banyaknya warung makan dan restoran terbuka, termasuk industry. Semenetara produksi garam dalam negeri belum bisa menopang kebutuhan tersebut. Wajarlah jika pemerintah Indonesia tetap melakukan impor garam. Padahal, kita hidup di “lumbung garam” tapi  tetap impor garam.
Hal seperti ini harus dipikirkan baik-baik agar ke depan impor garam ini tidak terjadi lagi. Padahal, kalau dilihat potensi daerah yang ada di Indonesai dan khususnya di Sulsel itu sangat besar dan bisa dikelolah dengan baik, sehingga prospek pembuatan garam ini makin terbuka lebar. Apalagi, pengusaha atau perusahaan yang membutuhkan garam juga makin banyak dan jumlahnya besar. Hal ini menjadi catatan tersendiri bagi penentu kebijakan dalam hal peningkatan garam di daerah ini.
Berdasarkan data dari Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulsel bahwa pemerintah Indonesia mengimpor garam sebanyak 1,6 juta ton per tahun, sementara kebutuhan garam sebanyak 2,8 juta ton per tahun. Sedangkan produksi garam Indonesia baru mencapai 1,2 juta ton per tahun dan khusus Sulsel hanya memproduksi garam sebanyak 37.000 ton per tahun.
Khsusus di Sulsel dimana Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulsel telah melakukan satu program yang dapat dilakukan oleh masyrakat dengan nama program Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat (PUGAR). Program tersebut telah dilaksanakan di Sulawesi Selatan tahun 2011 pada umumnya berjalan cukup baik, hal ini terlihat dari hasil produksi garam yang dihasilkan di lokasi pelaksanaan PUGAR di Sulsel (Kabuaten Jeneponto, Kab. Takalar dan Kab Pangkep).  Yang memiliki luas lahan produksi 1.310 Ha mengalami peningkatan sebesar 22,16 % yaitu tahun 2010 produksi sebesar 34.057 ton meningkat sebesar 153.717,8 ton pada tahun 2011. Kabupaten Jeneponto mengalami peningkatan sebesar 22,57 % , dari produksi 25.427 ton meningkat sebesar 112.670 ton. Kabupaten Takalar mengalami peningkatan sebesar 14,12 %, dari produksi 3.595 ton meningkat sebesar 25.469 ton. Kabupaten Pangkep mengalami peningkatan sebsar 32,32 % dari produski sebesar 5.035 ton meningkat sebsar 15.579 ton. (DKP Sulsel 2015)
Akan tetapi dengana adanya peningkatan produksi garam tersebut tidak diiringi dengan peningkatan kualitas garam yang sesuai dengan peruntukannya, yaitu standar kualitas garam untuk konsumsi dan standar kualitas garam industry (kandungan NaCl>_90%), hal ini dikarenakan pengelolaan tambak garam masih menerapkan sistem kristalisasi (tradisional) belum adanya teknologi tepat guna yang diterapkan pada pengelolaan tambak garam yang dapat meningkatkan kualitas produksi garam yang tinggi (kw.1)
Nah, kalau dilihat potensi lahan yang tersdia di tiga kabupaten (Jeneponto, Takalar dan Pangkep) cukup  besar  kurang lebih sebesar 1.869 ha, yang berpotensi dalam peningkatan produksi garam di Sulawesi Selatan. Meski kita tahu bahwa tidak semua petani garam di daerah menghasilkan garam yang berkualitas tinggi, sehingga perlu adanya pendampingan guna memenuhi standar yang dibutuhkan oleh industry sebagai pemasok garam terbesar. Salah satu permasalahan yang timbul saat ini adalah; kualitas produksi garam yang dihasilkan belum memenuhi kualitas standar (kw.1) dengan kandungan NaCl > 90%.
Dari diskusi penulis dengan Kepala Bidang Kelautan, Pesisir dan Perikanan Tangkap dimana Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Selatan telah mendukung pelaksanaan program Pugar menuju swasembada garam nasional tahun 2012 dan saat ini mendukung penuh dalam rangka fasilitasi program Pugar menyongsong swasembada garam industry tahun 2015.
Olehnya itu, program swasembada garam ini perlu disupport agar pemerintah tidak lagi melakukan impor garam dari luar negeri. Apalagi potensi garam di Indonesia sangat besar terutama di Sulsel yang memiliki lahan yang cukup banyak untuk dijadikan sebagai sentra produksi garam untuk menopang garam nasional. Sisa bagaimana sentuhan ke petani garam untuk dapat bersaing dengan garam impor tersebut minimal menyamai mutu dan kualitasnya agar garam rakyat ini bisa bersaing di pasaran.
Mudaha-mudahan produksi garam ditanah air menimgkat seiring dengan ilmu pengetahuan yang dimiliki petani garam agar hasilnya dapat bersaing dengan garam dari luar negeri. Semoga !

Tidak ada komentar:

Posting Komentar