Senin, 13 November 2017

Potensi Budidaya Bandeng Tetap Menjanjikan



Sulawesi Selatan merupakan salah satu daerah di Indonesia yang menghasilkan berbagai hasil bumi. Salah satunya adalah ikan bandeng. Pasalnya daerah ini sudah dikenal dengan budidaya ikan bandeng termasuk udang windu dan rumput laut. Apalagi masyarakat Sulsel  sudah menyatu dengan kegiatan budidaya di tambak. Pasalnya, budidaya ini  merupakan warisan yang turun temurun dari orang tuanya. Wajar saja jika budidaya bandeng di tambak ini sangat susah ditinggalkan. Meski harga ikan bandeng zaman dulu tergolong rendah bahkan terkesan tidak dihargai sama sekali oleh masyarakat kecuali dimakan sendiri oleh pemiliknya.
Akan tetapi lambat laun ikan bandeng ini terus diproduksi dan harganya pun mulai meningkat, sehingga para pembudidaya terus meningkatkan kegiatannya dan termotivasi dengan harga jual yang mulai membaik. Bahkan masyarakat daerah ini selain budidaya udang windu dan rumput laut juga ikan bandeng tetap dilakukan. Walaupun ada juga yang mencampurkan ikan dengan udang tapi mereka tetap semangat dalam budidaya tersebut.

Berdasarkan data yang ada dimana luas lahan tambak di Sulawesi Selatan  hingga 2015, mencapai 107.509 ha dengan potensi lahan tambak dapat mencapai sekitar 150.000 ha. Luasnya lahan ini merupakan salah satu potensi untuk melakukan budidaya secara besar-besaran mengingat ikan bandeng ini harganya tetap menjanjikan, sehingga para petambak tidak perlu ragu dalam melakukan budidaya ikan bandeng. Meski diketahui bahwa pada zaman dulu harga ikan bandeng tergolong sangat rendah sehingga banyak orang tidak serius dalam melakukan budiaya.
Bahkan pemerintah pun sudah menggaungkan industry pembangunan perikanan di tanah air. Hal itu terbukti dengan keluarnya Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 7 Tahun 2016 tenatan percepatan pembangunan industri perikanan nasional. Inpres tersebut mendakan bahwa potensi buidaya ikan bandeng tetap menjajikan dimasa datang. Apalagi Sulsel masih sangat terbuka bila dilakukan pengembangan buidaya tambak, baik secara ekstensifikasi, diversifikasi, maupun dengan intensifikasi, sehingga salah satu langkah yaitu peningkatan produksi perikanan budidaya.
Meski diakui bahwa sekarang ini komoditas air payau menjadi primadona sehingga gaungnya kian terdengar. Ikan bandeng kian meyakinkan memasuki pasar industri dan ini tidak terlepas dengan adanya perhatian pemerintah terhadap sektor perikanan guna memberikan kesempatan para pembudidaya untuk meningkatkan produksi khususnya di daerah ini.
Menurut Rokhmin Dahuri Ketua Masyarakat Akua kultur Indonesia (MAI)  mengatakan, Indonesia dengan tingkat pertumbuhan ekonomi tiga besar di dunia setelah Cina dan India memiliki potensi besar untuk mengembangkan sektor industrialisasi perikanan. “Bandeng layak menjadi komoditas yang diindustrikan”. ujar Rokhmin.
Tentu bukan tanpa dasar bandeng dikatakan layak sebagai komoditas industry, produksinya pun termasuk yang terbesar setelah Nila dan Lele. Diungkapkan Slamet Soebjakto Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelauatan dan Perikanan, produksi bandeng pada 2015 lalu menempati urutan ke-3 dengan persentase 18 %, dibaawah nila yang tercatat 29 % dan lele 20 %. “Bandeng menjadi salah satu komoditas yang produksinya harus digenjot untuk dijadikan komoditas berskala industri,” ungkap Slamet. Saat ini sentra produksi bandeng di Indonesia berada di 3 lokasi yakni Jawa Barat, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan. (Trobos Aqua edisi Desember 2016-Januari 2017).
Slamet mengungkapkan, berdasarkan data dari FAO (Badan Pangan Dunia) tercatat pada 2013 lalu, Indonesia menjadi produsen bandeng terbesar dunia dengan produksi mencapai 575.256 ton atau berkontribusi lebih dari  50 % terhadap bandeng dunia mengalahkan Filipina dan Taiwan yang berada di urutan ke-2 dan ke-3. “Indonesia berpotensi untuk terus menjadi produsen bandeng terbesar di dunia,” ungkapnya.
Untuk mendorong percepatan pembangunan industry perikanan, peningkatan produksi menjadi bagian penting yang harus dilakukan. Bicara produktivitas, budidaya bandeng memiliki beberapa skala, mulai dari skala tradisonal hingga intensif baik di tambak maupun dengan teknologi Keramba Jaring Apung (KJA). Slamet menginformasikan saat ini untuk pembudidaya bandeng yang masih skala tradisional masih mengandalkan klekap sebagai pakan alami sehingga produktivitasnya terbilang rendah, hanya 50 - 100 kg/ha/musim tanam, dengan padat tebar 0,5 – 1 ekor/m. Namun bagi pembudidaya bandeng dengan sistem intensif yang sudah menggunakan pakan pabrikan produktivitasnya bisa mencapai 150 - 200 kg/ha/musim tanam dengan rata-rata padat tebar 5 ekor/m.  (Trobos Aqua edisi Desember 2016-Januari 2017).
            Adanya keinginan pemerintah untuk melakukan percepatan pembangunan perikanan Indonesia dan salah satu komoditas yang selama ini sangat digandrungi masyarakat adalah ikan bandeng. Memang diakui bahwa bandeng memang sangat baik untuk budidaya karena selain mudah dibudidayakan di tambak juga tidak rewel dalam hal penyakit, sehingga masyarakat bisa mengembangkannya. Apalagi bandeng sudah naik level atau mau diidustrikan sehingga potensi budidaya bandenga saat ini dan akan datang sangat menjajikan.
Olehnya itu, masyarakat atau pembudidaya ikan bandeng khususnya yang ada di Sulsel bisa mengembangkan cara budidaya mulai dari cara tradisional lalu ditingkatkan ke intensif guna meningkatkan produksi ikan bandeng. Sebab kalau tidak ada kemauan untuk meningkatkan produksi tentunya hasil yang akan dicapai juga tidak meningkat, termasuk pendapatan bagi masyarakat. Apalagi sudah ada Inpres untuk melakukan percepatan pembangunan sektor perikanan. Jadi semua menjadi salah satu kemajuan bagi para pembudidya di tanah air dan khususnya di Sulsel.
Mudah-mudahan dengan harga ikan bandeng kian meningkat, maka masyarakat juga ikut bergairah untuk meningkatkan produksinya, baik secara tradisional maupun intensif. Semoga !

Tidak ada komentar:

Posting Komentar