Senin, 13 November 2017

Jaga Terumbu Karang



Sulawesi Selatan memiliki panjang garis pantai 1.973,7 km dengan luas perairan laut 45.574,48 km2, yang terdiri dari tiga kawasan yakni Selat Makassar, Laut Flores, dan Teluk Bone, serta memiliki hamparan pulau-pulau kecil dalam kawasan kepulauan Spermonde. Melihat banyaknya pulau-pulau yang dimiliki daerah ini merupakan salah satu potensi yang cukup besar bila dikelola dengan baik.
               Meski diakui bahwa Sulsel memiliki banyak pulau-pulau baik yang sudah memiliki nama maupun yang belum, sehingga pulau berpotensi disalah gunakan oleh orang yang tidak bertanggungjawab. Sebab pulau yang tidak berpenghuni ini bisa dimanfaatkan keberadaannya sebagai tempat  terjadinya transaksi berbagai bentuk kejahatan ataukah sebagai  tempat persembunyian.

Salah satu kabupaten yang memiliki banyak pulau adalah Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan (Pangkep) dimana wilayah Kabupaten Pangkep terdiri dari beberapa kecamatan kepulauan  dengan 115 pulau. Luas laut 11.464.44 km, luas pulau kecil 35.150 ha dan garis pantai 250 km sehingga perlu mendapat perlindungan dan pengawasan dari berbagai ancaman pengrusakan.
Luas wilayah dan jumlah pulau sangat memungkinkan untuk menjadikan daerah tersebut sebagai jalan masuknya orang-orang yang tidak bertanggungjwab. Seperti halnya penyelundupan barang-barang yang dilarang pemerintah misalnya peledak atau bom ikan (pupuk amonium nitrat) sebagai bahan baku pembuatan bom ikan.
Hal tersebut dilakukan oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab dan ingin mendapatkan hasil yang banyak dengan cara instan, sehingga penggunaan bom dilakukan meski mereka mengetahui bahwa bom ikan itu sangat berbahaya karena selain membunuh ikan-ikan kecil juga merusak terumbu karang yang juga dikenal sebagai rumah ikan.
Bahkan beberapa kasus bom ikan dimana pemiliknya ada yang cacat seumur hidup akibat terkena bomnya sendiri. Tidak sedikit juga yang mengalami kematian akibat bom ikan, tapi mereka tetap melakukanya karena bom dianggap sebagai alat yang dapat menghasilkan tangkapan ikan yang cepat dan hasilnya banyak.
Tidak heran jika  banyak masyarakat yang tertarik untuk menjalankan bisnis ini dengan harapan dapat meraup untung dari penjualan bahan baku tersebut. Meski bahan bakunya didatangkan dari luar negeri karena harganya tergolong murah dan dijual di tanah air berlipat ganda.
Akan tetapi petugas dalam hal ini Polisi Perairan (Polair) Pangkep tetap menjalankan tugasnya dengan baik untuk menjaga wilayah laut. Seperti halnya baru-baru ini dimana Polair Pangkep menangkap pelaku kejahatan yang membawa bahan peledak berupa pupuk amonium nitrat sebanyak  3 (tiga) ton  dan 1.299 detonator untuk bom ikan.
Kapolda Sulsel  Irjen Pol Muktiono mengungkapkan, dampak pengeboman ini sangat fatal karena mengakibatkan kematian biota laut, juga menjadi ancaman bagi masyarakat terhadap pelaku  terorisme. Sebab bahan dan alat peledak yang digunakan sangat mudah untuk dirakit dan ditemukan.
Pakar Ilmu Kelautan Unhas Prof. Jamaluddin Jompa, untuk Sulsel jumlahnya secara keseluruhan ada kurang lebih 100 ribu hektare, yang rusak itu sudah mencapai 60 hingga 70 persen, sehingga pelaku harus memang dihukum seberat-beratnya agar tidak mengulangi perbuatannya. Detonator tersebut hanya untuk menunda terjadinya ledakan, daya ledaknya tergantung pada pupuk amonium dan campurannya. 121 sak pupuk Amonium yang beratnya masing-masing  30 kg, jadinya 3630 kg. kalau semuanya diledakkan di Sulsel akan menghancurkan semua terumbu karang dan dampaknya sangat luar biasa besarnya dan kembali pulih butuh waktu sekira 40 tahun. (Fajar, Juli 2017).
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Sulsel Ir. Sulkaf S Latief, penggunaan bom dan bius  tidak ada lagi pembinaan harus ditangkap dan diberi efek jera karena lahan terumbu karang di Sulsel tinggal 35 persen yang baik, sisanya itu sudah rusak. Kapan itu lolos lagi, maka akan merusak lebih banyak lagi terumbu karang, mematikan semua anak-anak ikan dan merusak sumbernya.
Memang diakui bahwa masyarakat kita khususnya yang berprofesi sebagai nelayan selalu ingin mendapatkan hasil yang banyak dengan cara instan sehingga berbagai cara dilakukan dalam penangkapan ikan walaupun itu merusak ekosistem perairan, tapi mereka tetap memakainya. Bisa dibayangkan kalau terumbu karang itu rusak maka dampaknya juga dirasakan oleh nelayan itu sendiri, sebab selain terumbu karang yang indah itu rusak juga ikan-ikan akan pergi jauh karena rumahnya sudah rusak. Akibatnya nelayan mau atau tidak harus menambah biaya untuk melakukan penangkapan ikan.
Bukaan hanya itu, tapi waktu dan biaya yang disiapkan akan membengkak karena jarak tempuhnya semakin jauh. Jadinya yang merasakan itu semua adalah masyarakat juga. Olehnya itu, pelaku pengeboman ikan sebaiknya menyadari dirinya bahwa apa yang dilakukan itu salah karena dapat merusak semuanya. Apalagi pemerintah telah melarang penggunaan bom dan bius dalam melakukan penangkapan ikan di laut. Mudah-mudahan para nelayan memahami bahwa apa yang dilakukan itu dapat merusak dirinya sendiri juga ekosistem perairan. Semoga !

Tidak ada komentar:

Posting Komentar