Minggu, 19 November 2017

Hukuman Tidak Selalu Penjara



Dunia pendidikan semakin berkembang seiring dengan keinginan pemerintah dalam meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM), baik guru maupun muridnya. Terlebih dengan adanya sertifikasi guru untuk memacu peningkatan ilmu pengetahuan bagi para pengajar di sekolah. Pasalnya, selama ini sertfikasi merupakan salah satu pemicu untuk meningkatkan wawasan bagi guru termasuk cara mendidik anak di sekolah. Akan tetapi tidak semua guru juga dapat memamahi makna sertifikasi yang diberikan pemerintah itu. Pasalnya, berbagai macam persoalan yang masih terjadi di sekolah baik itu masalah kekerasan terhadap murid seperti pemukulan, pemerkosan atau pencubitan oleh sang guru.

Seperti halnya yang terjadi di salah satu sekolah di Kabupaten Bantaeng dimana seorang guru mencubit muridnya sehingga berujung penjara. Meski diakui bahwa seorang guru itu tidak benar jika mencubit muridnya, tapi juga guru tersebut tidak langsung dihukum atau dipenjara tapi melainkan harus diberikan peringatan oleh kepala sekolah atau polisi, sehingga hukuman jangan selalu pada penjara.
Akan tetapi kalau kita menengok ke belakang pada era tahun tujuh puluhan dimana murid sekolah itu tidak pernah ada laporan atau berjung pada hukuman penjara, meski mereka dipukul atau dihukum di dalam kelas tapi semua murid tetap menerimanya. Bahkan ada salah satu hukuman di sekolah yang diberikan guru saat kita bersalah yaitu menatap matahari sambil diangkat kaki sebelah dan dipegang telinga, tapi si murid tidak pernah melapor ke orang tuanya dan mereka menerimanya karena memang dia bersalah.
Nah, rata-rata murid yang terkena hukuman saat masih sekolah itu biasanya yang berhasil dan menjadi pejabat, sementara yang cengeng atau yang selalu melapor pada orang tuanya itu kebanyakan tidak memiliki pekerjaan alias menjadi anak bebas tanpa ada pekerjaaan tetap. Dua hal ini yang perlu diperhatikan karena orang sekolah itu tentunya ingin menambah ilmu pengetahuan atau wawasan, sehingga mereka tetap menjalani hukuman yang diberikan pada gurunya. Perlu diketahui bahwa tidak ada satu pun guru ingin melihat anaknya tidak berhasil, semua guru ingin melihat muridnya sukses dalam bidang kerjanya.
Akan tetapi di era keterbukaan saat ini, maka segala kelakuan atau tindakan yang dilakukan oleh guru di sekolah itu selalu mendapat sorotan karena adanya undang-undang perlindungan anak. Apalagi kalau hal itu dipandang sebagai kekerasan sehingga pihak orang tua langsung melaporkan kepada polisi guna diproses sesuai dengan hukum yang berlaku. Namun perlu juga diketahui bahwa tidak semua tindakan atau perlakuan guru di sekolah terhadap muridnya langsung diproses hukum apalagi langsung dipenjara.
Jadi kasus yang menimpa guru tersebut perlu dipertimbangkan. Yang jelas bahwa guru tidak akan mencubit muridnya tanpa ada kesalahan pada si murid. Mungkin sudah dilarang tapi mereka tidak mau berhenti, maka wajar saja jika sang guru langsung bertindak secara reflex karena si murid tersebut sudah melanggar aturan dalam sekolah. Tapi si murid ini ternyata tidak terima dicubit oleh gurunya sehingga melaporkan kepada orang tuanya. Maka si orang tua pun langsung tidak terima dan langsung memproses terlebih orang tua si murid adalah seorang polisi.
Nah, sebagai seorang penegak hukum dan pengayom masyarakat, maka tindakan polisi ini juga perlu dipertanyakan. Jangan langsung memenjarakan orang hanya karena mencubit anaknya. Kalau memang perlakuan guru ini sangat kelewat batas alias cacat yang dialami si murid, maka itu baru diberikan atau diproses hkum lebih lanjut. Tapi kalau hanya mencubit biasa walaupun hasil cubitannya lebam tapi itu bukanlah suatu yang harus dikhawatirkan alias  tidak ada masalah, apalagi seorang guru kan bertindak pada saat masih dalam lingkungan sekolah.
Kalau guru bertindak dalam lingkungan sekolah itu merupakan tanggungjawab sepenuhnya pada guru, jadi orang tua  nanti saat kembali ke rumah baru bertanggungjawab. Makanya orang tua juga yang terlalu membela anaknya perlu dipertanyakan. Apakah mau melihat anaknya berhasil atau mau jadi “gelandangan” karena kebanyakan anak yang terlalu dimanja itu biasanya jarang ada yang berhasil karena semua keinginannya selalu dipenuhi sehingga tidak ada niat untuk mandiri, apalagi ada keinginan untuk bekerja alias “menderita”. Sebab yang mau menderita itu kebanyakan orang berhasil. Ini merupakan kenyataan yang terjadi saat ini.
Wajar saja jika banyak anak pejabat yang kurang berhasil dalam berbagai hal. Malah sebaliknya banyak yang terjerat dengan berbagai pergaulan termasuk mabuk-mabukan atau mengkonsumsi barang haram seperti narkoba. Padahal kalau persoalan uang untuk melanjutkan pendidikan itu sangat mendukung tapi karena anaknya sudah salah jalan maka wajarlah kalau bergaul dengan orang-orang yang salah.
Olehnya itu, kejadian yang menimpa guru ini merupakan pelajaran bagi guru-guru lainnya dan menjadi bahan pertimbangan bagi Dinas Pendikan untuk lebih memacu sumberdaya manusia di tanah air. Sebab kapan Dinas Pendidikan kurang peka terhadap kasus-kasus yang menimpa berbagai persoalan dunia pendidikan, maka itu perlu dipertanyakan kinerja bagi pegawainya. Sebab sekolah seharusnya tidak memiliki lagi kasus-kasus yang memalukan tapi yang perlu diperlihatkan itu adalah prestasi bagi muridnya, sehingga nama sekolah dan bahkan daerah itu sendiri bisa dipandang karena sekolahnya dapat memberikan yang terbaik.
Mudah-mudahan kasus-kasus semacam ini tidak terulang lagi, kita seharusnya saling menahan dan mencari jalan yang terbaik dan perlu ada saling memaafkan. Tapi kalau ada yang keras kepala dan tidak mau damai maka itu juga perlu dipertanyakan orangnya. Sebab Allah SWT saja memaafkan hambanya, apalagi manusia. Jangan selalu berpegang pada kekuasaan atau jabatan sebab semuanya itu hanya sementara. Semoga kasus ini bisa cepat diselesaikan agar si guru dapat berkumpul dengan keluarganya kembali. Jadi hukuman itu tidak selalu penjara. Semoga !

Tidak ada komentar:

Posting Komentar