Kasak-kusuk tentang mobil truk yang
beroperasi di Kota Makassar pada jam sibuk atau siang hari menjadi problem
tersendiri di tengah masyarakat. Pasalnya, truk ini menjadi “momok” yang ditakuti
masyarakat terutama bagi pengendara sepeda motor. Sebab sudah banyak yang jatuh
korban akibat digilas atau diserempet mobil truk sehingga digelari sebagai
“truk Pembunuh”. Bahkan ada sopir truk ini mengemudikan mobilnya dengan
terburu-buru atau ugal-ugalan di jalan raya sementara pengendara jalan lainnya
tidak dihiraukan.
Wajar saja jika pembicaraan mengenai
mobil truk ini semakin hangat. Bahkan lebih hangat lagi saat salah seorang
wartawan Harian Fajar Surialang menjadi korban akibat ditabrak mobil truk.
Namun, truk tersebut hingga kini belum juga tertangkap sehingga ini menjadi
pertanda buruk bagi aparat di “Kota Daeng” sebagai kota yang telah mengatur
tentang larangan truk masuk kota pada siang hari.
Meski diakui bahwa larangan itu menjadi
perdebatan dikalangan masyarakat termasuk anggota dewan itu sendiri. Sebab ada
yang mendukung perwali Nomor 94 tahun
2013 tentang truk enam dan 10 roda oleh mantan Walikota Makassar Ilham Arif Sirajuddin
yang terbilang ampuh. Sebab truk yang beroperasi pada siang hari langsung
berhenti sehingga masyarakat merasa aman dan nyaman dalam beraktifitas di jalan
raya.
Akan tetapi dengan adanya penolakan yang
dilakukan Pemerintah Kabupaten Gowa yang melarang mobil truk beroperasi pada
malam hari, tapi membolehkan pada siang hari. Sehingga kebijakan itu
bertentangan dengan Pemerintah Kota Makassr (pemkot) yang membolehkan
beroperasi pada malam hari, tapi melarang pada siang hari. Dua kebijakan yang
berbeda dikeluarkan oleh masing-masing petinggi di daerahnya itu membuat
bingung masyarakat terutama bagi pengusaha yang memiliki truk.
Pasalnya, mereka dibuat bingung lantaran
tidak bisa mengikuti aturan yang mana, sementara truk pengangkut pasir
kebanyakan berasal dari Kabupaten Gowa, sehingga ini menjadi kendala besar bagi pengusaha. Bahkan tidak sedikit
mengalami kerugian akibat dua kebijakan yang berda ini. Kalau dilihat sepintas
memang sangat susah berakitifitas sebab jika truk dari Gowa mengangkut tanah
timbunan atau pasir tentunya harus parkir di perbatasan Makassar-Gowa, dan malam
hari baru melanjutkan perjalanannya kembali. Sementara di Gowa pada malam hari
dilarang beroperasi, sehingga truk hanya mengangkut muatan hanya sekali sehari.
Kalau itu yang terjadi maka menjadi
sangat merugikan masyarakat termasuk pengusaha yang membutuhkan penimbunan dan rata-rata
diambil dari luar Makassar. Akan tetapi setelah berganti pucuk pimpinan di Kota
Makassar perwali ini sepertinya menjadi lemah dan tidak berguna lantaran truk
itu kembali masuk kota pada jam-jam sibuk alias siang hari. Hal itu dilakukan
setelah adanya kunjungan pejabat dari Kabupaten Gowa kepada pejabat Pemkot
Makassar, sehingga truk itu bisa kembali beropasi pada siang hari.
Nah, setelah beroperasinya truk disiang
hari maka truk itu pun langsung memakan korban jiwa. Wajar saja jika di Kota
Makassar yang berpenduduk kurang lebih satu juta jiwa itu harusnya dipikirkan
tentang keamanan bagi masyarakat sebab sebagian besar I beraktifitas pada siang
hari. Akan tetapi dari perwali ini tampaknya anggota dewan menjadi tidak sejalan
alias berbeda pendapat. Bahkan perwali ini diwacanakan akan direvisi kembali
dengan berbagai macam argument.
Ada yang menyetujui untuk direvisi
sementera yang lainnya tetap mempertahankan perwali yang telah ada dan bahkan
menilai bahwa perwali itu sudah ampuh, namun kini pelaksanaannya yang harus
dipertegas sehingga kembali ampuh dan bergigi. Sekarang ini “truk pembunuh”
merasa bebas kembali berkeliaran di jalan raya karena perwalinya tidak
ditegakkan dengan baik. Bahkan sesama anggota dewan saling bersilat lidah lantaran
ada yang setuju untuk direvisi dan lainya tetap bertahan.
Jika dilihat sepintas, maka tidak perlu
ada revisi bagi perwali nomor 94 tahun 2013 tentang larang truk masuk kota.
Apalagi truk sudah berbubah menjadi “Truk Pembunuh”, jadi bukan lagi perampok
atau geng motor yang menjadi perhatian, tapi truk yang masuk kota menjadi
pembicaraan di tengah masyarakat. Sebab banyak truk yang tidak tahu aturan terutama di jalan raya
yang padat akan kendaraan. Mereka tidak mau minggir dan selalu mengambil jalan
tengah sehingga pengendara dibelakangnya sangat susah untuk menyalip karena menguasai
jalanan.
Olehnya itu, perwali truk ini tidak
perlu direvisi kalau hanya untuk meloloskan salah satu kepentingan tertentu,
sebab perwali tersebut sudah sangat bagus. Tinggal dijalankan saja tanpa ada
intervensi dari pejabat tertentu untuk melemahkan penegakan aturan di jalan
raya. Kalau memang ada truk yang melanggar maka itu sudah pasti ditindaki berdasarkan perwali yang telah ada.
Tapi kalau baru beberapa lama berjalan lalu mau direvisi kembali, maka itu sama
saja jika membuang-buang waktu dan tenaga, terlebih anggran. Sebab perwali itu
sudah melalui proses yang panjang dan kalau itu direvisi maka pasti membutuhkan
anggaran lagi karena biaya “bersilat lidahnya” harus dibayar.
Memang diakui bahwa kebanyakan di era
sekarang aturan itu dibuat hanya untuk
kepentingan oknum tertentu, sehingga ini yang merusak tatanan di negara ini.
Sebab semua aturan yang dibuat dengan benar dan benar-benar kepentingan untuk
rakyat, maka ada saja orang selalu akan mengganti dengan alasan untuk merevisi
demi untuk mempertegas aturan itu. Padahal, sebenarnya tidak perlu ada
perubahan dulu sepanjang itu masih berlaku dan tidak ada masalah. Apalagi kalau
aturan itu baru dibuat dan belum berjalan maksimal.
Nah, kalau perwali ini sudah direvisi
apakah ada jaminan untuk berjalan dengan baik. Kalau belum tentu jalan dengan
baik, maka itu tidak perlu ada argument untuk direvisi sebab masih banyak
pekerjaan lain yang bisa diselesaikan dan mendesak dibanding untuk merevisi
perwali ini. Mudah-mudahan perwali truk ini bisa dijalankan dengan baik tanpa
ada hambatan yang berarti, sehingga aturan ini benar-benar dapat ditegakkan
tanpa pilih merek. Semoga !
Tidak ada komentar:
Posting Komentar