Peringatan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan
(HUT) RI ke-70 yang dilaksanakan setiap tahunnya, sehingga masyarakat selalu riang
dan gembira menyambut dan menyaksikan perayaan tersebut. Pasalnya, setiap
digelar peringatan ini masyarakat selalu membuat kegiatan dalam berbagai bentuk
permainan agar acaranya semarak dan banyak penontonnya.
Tidak heran jika setiap tahun itu selalu
banyak tanggapan yang muncul dari acara seremoni ini. Pasalnya, masyarakat
selalu ingin melihat adanya kemajuan yang dilakukan oleh pemerintah untuk
memberikan yang terbaik bagi masyarakat Indonesia. Wajar sajar jika berbagai
macam argument yang keluar dan menjadi “perintah” bagi masyarakat terutama bagi
aparat.
Salah satu tulisan yang tertera pada
logo HUT Kemerdekaan ke-70 adalah “ayo kerja”. Tulisan ini merupakan simbol
pada peringatan tahun ini yang diperuntukkan kepada seluruh masyarakat ataukah
hanya kepada Pegawai Negeri Sipil (PNS) terutama pada pejabat yang dianggapnya
kurang dalam hal pekerjaan. Apalagi Kabinet Presiden RI Joko Widodo yang juga
menamai Kabietnya sebagai “Kabinet Kerja” sehingga diharapkan semua pembantunya
atau menterinya itu selalu kerja dan bekerja demi untuk membangun bangsa dan
negara ini.
Akan tetapi, kalau melihat para menteri
ini tidak semuanya memperlihatkan kinerjanya yang baik, sehingga tidak heran
jika presiden melakukan reshuffle kabinet untuk memberikan yang terbaik.
Penggantian menteri ini merupakan dampak dari kinerja yang diperlihatkan tidak
sesuai dengan harapan presiden. Bahkan menteri yang diganti ini terkesena lamban
dalam menjalankan tugasnya. Padahal kabinet kerja ini dan orang-orang yang
dipilihnya untuk menjabat sebagai menteri dianggap cakap dan cerdas dalam
melaksanakan tugas. Namun sangat disayangkan karena kinerjanya dianggap tidak
ada yang menonjol.
Nah, pada peringatan HUT RI ke-70 ini
juga dianjurkan untuk kerja. Semuanya bisa berkerja dengan baik. Padahal,
sebenarnya bukan hanya itu yang menjadi pilihan utama dalam menjadikan negara
ini terbebas dari berbagai persoalan. Bahkan “ayo kerja” ini bukan itu yang
menjadi utama karena para PNS sudah mengetahui kewajibannya dalam menjalankan
tugas, apalagi PNS itu adalah pelayan masyarakat. Jadi wajar kalau PNS dituntut
untuk tetap menjalankan tugasnya dengan baik.
Namun diera reformasi ini tulisan
mengajak “ayo kerja” bukan solusi dalam
memberikan yang terbaik bagi bangsa dan Negara ini. Tapi lebih baik jika tulisan
itu diganti menjadi “AYO JUJUR” dalam menjalankan tugasnya masing-masing. Sebab
banyak aparat atau PNS yang tidak memberikan kinerja yang baik dan bahkan telah
berani melakukan korupsi uang negara demi untuk kepentingannya sendiri. Bukan
hanya itu tapi kelakuan para koruptor ini sudah sangat meresahkan masyarakat
sebab bukan lagi korupsi dilakukan secara kecil atau biasa-biasa, tapi sudah
sangat luar biasa.
Wajar saja kalau penegak hukum itu
memberikan sangksi berupa hukuman yang memadai. Meski secara sepintas hukuman
bagi seorang korupsi ini masih dianggap ringan jika dibandingkan perbuatannya
yang mampu meraup atau mencuri uang negara dengan miliaran rupiah. Padahal uang
tersebut untuk kepentingan rakyat, tapi karena pengawasan bagi orang koruptor
ini kurang, maka wajar kalau mereka melakukannya tanpa pikir panjang.
Apalagi kalau tertangkap (dipenjara) maka
diberikan lagi revisi tahanan setiap tanggal 17 Agustus tahun berjalan. Padahal
seorang koruptor sesuai dengan PP No. 99 tahun 2012 tentang perang melawan
korupsi itu perlu kembali dipanaskan agar apa yang diharapkan masyarakat untuk
memberantas pelaku koruspi di Negara ini bisa terbebas.
Nah, kalau dilihat sepintas pelaku
korupsi itu lebih “kejam” dari pembunuhan karena pembunuhan itu hanya satu orang
yang tewas, sementara korupsi maka uang rakyat diambil sehingga masyarakat yang
menderita akibat tidak adanya anggaran untuk dipakai dalam membangun bangsa dan
negara ini.
Jadi sebaiknya “Ayo Kerja” ini diganti
menjadi “Ayo Jujur” sehingga siapa saja di Negara ini berlaku jujur. Sebab diharapkan
setiap hari jujur dalam bekerja demi untuk menyelamatkan uang Negara. Jika ini
tidak dilakukan maka bertambah orang-orang yang tidak jujur dan itu sudah mengakar.
Bahkan ketidak jujuran ini mulai berlaku pada saat anak duduk di bangku sekolah
baik itu di tingkat SD, SMP, SMA dan Perguruan Tinggi. Mereka selalu nyontek
atau membuka catatan kecil untuk membatunya dalam mengerjakan soal, sehingga
awal mula ketidak jujuran itu mulai terasa.
Hal tersebut membuktikan bahwa ketidak
jujuran ini sudah mengakar karena diawali dari anak-anak sudah tidak jujur.
Ditambah lagi saat sudah menjadi pegawai negeri sipil, dan berita-berita
tentang koruptor yang dihukum ringan. Hal ini menambah semangatnya untuk berlaku tidak
jujur. Padahal, kalau pemerintah ingin memberantas korupsi ini, maka tidak
boleh memberikan remisi bagi para koruptor yang telah terjaring ini, karena itu
berbeda dengan kasus-kasus yang lainnya.
Olehnya itu, peringatan hari kemerdekaan
tahun ini perlu ada perbaikan yang signifikan lantaran bangsa ini terkesan
sudah sangat “bobrok” dalam berbagai aspek. Tertutama masalah pemberatasan
korupsi dan penegakan hukum. Karena ada cerita yang berkembang di tengah masyarakat
bahwa hukum itu bisa dibeli, sehingga siapa yang melakukan perbuatan yang
tercelah tapi karena banyak uangnya, maka itu sangat mudah untuk lolos dari
jeratan hukum.
Mudah-mudahan “ayo kerja” ini
benar-benar bisa diimplementasikan ke bawah karena setiap orang dan bahkan di
berbagai instansi pemerintah yang ada itu terkesan kurang peduli dengan tugasnya
atau kerjanya masing-masing. Padahal sudah ada aturan yang diterapkan untuk
melaksanakan tugasnya atau sesuai dengan tupoksinya masing-masing. Jadi tinggal
bagaimana mereka untuk melakukan pekerjaan itu agar bisa efisien dan jujur.
Semoga !.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar