Memasuki bulan suci Ramadhan merupakan bulan
yang selalu ditunggu-tunggu oleh ummat islam di seluruh dunia. Pasalnya, bulan puasa
ini merupakan bulan yang penuh berkah dan pengampunan serta tempat/waktu dimana
banyak orang melakukan berbagi kegiatan positif yang pahalanya berlipat ganda.
Wajar saja jika semua ummat Islam selalu menantikan bulan penuh rahmat ini.
Menyikapi masuknya bulan Ramadhan ini
tidak terlepas dengan kebutuhan masyarakat akan konsumsi baik itu masalah lauk
pauk maupun makanan ringan berupa kue-kue atau manisan yang dihidangkan pada
saat berbuka puasa. Bulan Ramadhan ini selain banyak pahalanya bagi orang yang berbuat kebaikan, tapi juga banyak
pula “pengeluaran” yang dilakukan oleh ibu rumah tangga lantaran persiapan
untuk berbuka itu selalu disiapkan makanan ringan berupa kue atau manisan sebagai
makanan pembuka.
Keperluan untuk berbuka puasa selalu
menjadi hal yang sangat penting bagi semua masyarakat yang menunaikan ibadah
puasa. Sebab mereka rata-rata ingin memberikan pelayanan yang baik dalam
keluarganya, apalagi seharian menahan lapar dan dahaga sehingga pada saat
berbuka harus diberikan yang terbaik. Untuk itu, ibu rumah tangga membutuhkan
tambahan dana belanja untuk konsumsi dalam sebulan penuh. Bahkan ada ibu-ibu
menyiapkan tambahan belanja satu bulan sebab bulan ramadhan ini ibarat dua
bulan pada bulan biasa. Sehingga membutuhkan dana tambahan bagi ibu-ibu rumah.
Untuk itu, konsumsi pada saat bulan
puasa lipat dua kali sehingga pengeluaran pun harus diperhitungkan dengan
matang. Sebab kalau tidak ada perhitungan yang cermat tentunya bisa kewalahan
dalam memenuhi kebutuhannya. Seperti halnya ikan yang dijual di pasar, dimana
harganya jauh lebih mahal dibanding hari biasa. Tapi tetap dibelinya sebagai
kebutuhan dalam rumah tangga. Namun demikian, perlu kita tahu bahwa khusus ikan
yang dijual di pasar tersebut, tentunya harus kita pahami mana yang baik dan
mana yang sudah tidak layak untuk dikonsumsi. Sebab banyak penjual ikan saat
bulan puasa tidak menjaga kesegaran ikannya. Sehingga dampaknya dirasakan oleh
konsumen sebagai pembeli.
Berdasarkan pengalaman penulis tahun
lalu ketika melakukan survey lapangan, ada beberapa oknum yang menjual ikan di
pasar tidak memberikan pelayanan sebagai penjual ikan yang baik. Pasalnya,
banyak ikan yang dijual tapi sudah tergolong busuk atau tidak layak lagi untuk
dikonsumsi, tapi mereka tetap menjualnya. Meski secara sepintas ikan tersebut
masih tampak segar saat dijejer di meja oleh penjualnya, tapi saat tiba di
rumah untuk dikerja, maka perutnya sudah hancur. Hal ini perlu adanya
pengawasan yang dilakukan oleh instansi yang
berkompoten. Sebab ikan-ikan di pasar tradisional juga perlu ikan segar
sehingga masyarakat merasa puas. Jangan hanya makanan atau produk olahan saja
yang dijual di toko-toko mendapat perhatian atau pengawasan dari intansi terkait.
Sebab ikan, udang dan lain-lain juga harus
ada pengawasan yang ketat dari instansi terkait, karena ini sama saja barang
kadaluarsa. Kalau ikan dan dagingnya sudah rusak tentunya tidak boleh lagi
dijual. Untuk itu, semua yang menyangkut kebutuhan masyarakat harusnya diperhatikan
guna menjaga ketahanan pangan bagi masyarakat.
Meski kita tahu bahwa konsumsi masyarakat
di bulan ramadhan bukan hanya ikan tapi juga daging sapi, ayam dan lain-ilan,
sehingga ini harus dijaga semua apalagi banyak penjual di pasar yang terkesan
“nakal” dalam menjual barangnya. Sebab ada beberapa pelaku yang kerap menjual
daging sapi tapi dicampur dengan daging yang sudah tidak segar. Jadi masyarakat
diharapkan selalu siap siaga dalam berbelanja di pasar tradisional dan
supermarket. Memang beda kalau pasar tradisional dengan supermarket, karena
satu tempatnya kurang bersih dan bau amis dan satunya lagi memakai AC sehingga suasana berbelanja terasa
nyaman. Namun, tidak tertutup kemungkinan barang-barangnya juga kerap ada yang
kedaluarsa tapi tetap terpajang. Kesemuanya ini masyarakat harus berhati-hati dalam
membeli barang kebutuhan rumah tangga
sehingga hal-hal yang tidak diinginkan dapat terhindar.
Memang diakui bahwa kebutuhan untuk konsumsi
masyarakat saat bulan puasa itu jauh lebih meningkat dibandingkan saat
bulan-bulan biasa. Sehingga ini harus diwaspadai agar semuanya bisa berjalan.
Belum lagi harga yang melonjak sehingga daya beli masyarakat tergolong
“dipaksakan” untuk memenuhi kebutuhan di bulan puasa. Terlebih jika mendekati
lebaran, maka harga barang pun naik lagi dan itu tidak bisa dipungkiri dan
masyarakat tetap membelinya karena sudah menjadi kebutuhannya.
Olehnya itu, bulan penuh berkah ini
tidak dipandang sebagai bulan yang harus terpenuhi semuanya. Namun, jika memang
sanggup untuk mengadakan itu tidak masalah. Tapi jangan sampai memaksakan diri
sehingga terkesan ada hal menyimpang dari kebiasaan. Apalagi masyarakat banyak
yang terlalu menganggap bulan ini harus disiapkan semuanya meski itu tetap “menderita”.
Padahal bulan ramadhan itu tidaklah
seperti bayangan kita. Kalau mau berbuka cukup makan kurma tiga biji lalu
minum, maka itu sudah sangat baik. Ataukah minum teh manis dengan biscuit, itu
sudah cukup. Tapi kenyataan di tengah masyarakat ada juga orang yang selalu mau
mengadakan sesuatu meski itu tergolong susah bagi dirinya, tapi mereka tetap memaksakannya
sehingga ini menjadi “boomerang” bagi dirinya.
Mudah-mudahan bulan puasa ini kita
nikmati dan menjalankannya dengan baik tanpa terkesan adanya keinginan untuk memaksakan
diri dalam memenuhi kebutuhan (konsumsi) keluarga, sehingga semuanya dapat berjalan
dengan baik. Apalagi berkah dan pahala di bulan ramadhan dilipat gandakan.
Semoga !
Tidak ada komentar:
Posting Komentar