Sulawesi Selatan memiliki panjang garis pantai sekitar
1.973,7 km dengan luas perairan laut 45.574,48 km2, yang terdiri dari 3 kawasan
yakni Selat Makassar, Laut Flores, dan Teluk Bone, serta memiliki hamparan
pulau-pulau kecil dalam kawasan kepulauan Spermonde. Hal ini merupakan salah
satu potensi yang cukup besar bila dikelola dengan baik, sehingga ke depan
dapat menghasilkan devisa negara yang cukup besar.
Akan
tetapi, potensi tersebut tidak bisa dikelolah dengan baik jika masih ada oknum
atau masyarakat yang kurang menghargai lingkungan dengan melakukan berbagai
cara yang tidak terpuji dalam menangkap ikan, sehingga ikan hasil tangkapannya
itu tergolong merusak ekosistem perairan. Padahal kalau dilakukan dengan cara
yang baik tentunya bisa berkesinambungan dimasa akan datang.
Salah
satunya adalah penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan khususnya di Kabupaten
Pangkep yang juga masuk dalam kawasan spermonde. Daerah ini dikenal memiliki potensi
yang cukup besar khususnya ikan laut lantaran Pangkep mempunyai jumlah pulau
kurang lebih 115 buah. Jadi wajar saja
jika luas wilayahnya juga cukup menjanjikan. Namun, masyarakat tetap ada yang
menangkap ikan dengan menggunakan alat tangkap yang dilarang pemerintah.
Seperti
halnya penggunaan bom ikan, bius ikan, cantrang dan lain-lain. Kesemuanya itu
merupakan alat tangkap yang dilarang pemerintah, sehingga siapa saja yang
melanggar aturan tersebut akan dikenai hukuman sesuai dengan perbuatannya. Belum
lagi pelaku Illegal Fishing atau
pencurian ikan yang dilakukan oleh nelayan dari luar negeri, sehingga ini menjadi
perhatian bagi siapa yang ingin menjalankan tugasnya dengan baik serta ingin
melihat wilayah tugasnya aman dari pencuraian ikan.
Begitu pula
dengan Kabupaten Pangkep yang dikenal kaya akan sumber daya alam laut, sehingga
nelayan yang ada di daerah ini juga beragam cara menangkap ikannya. Ada yang
menggunakan alat tradisional namun ada pula yang menggunakan alat tangkap yang
merusak lingkungan. Nah, dengan kejadian ini maka Polres Pangkep yang
dinahkodai Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Muhammad
Hidayat mencoba melakukan penegakan hukum di perairan Pangkep dengan cara
menangkap atau membasmi pelaku kejahatan di laut.
Penegakan hukum yang dilakukan
Kapolres Pangkep Muh. Hidayat ini mendapat kritikan yang pedas dari berbagai
kalangan yang merasa dirugikan atau merasa terancam dengan tindakan yang
dilakukan. Sebab selama ini penegakan hukum itu tidak seperti yang dilakukan Polres
Pangkep saat ini, sehingga mereka kaget dan melakukan “perlawanan” dengan
memprotes kinerja Polres Pangkep yang membasmi pelaku penangkapan ikan yang
memakai alat tangkap yang dilarang oleh pemerintah.
Meski diakui bahwa secara
sepintas Polres Pangkep ini menyamaratakan siapapun orangnya tanpa pandang bulu
untuk menangkap pelaku pengrusakan lingkungan dengan alat tangkap yang mereka
pakai itu. Hal ini membuat pelaku illegal fishing di perairan Pangkep
merasa tidak bisa berkutik lagi, sehingga melemparkan wacana dan membuat
konflik untuk ”memerangi” prilaku Kapolres ini. Padahal sebetulnya apa yang
dilakukan Kapolres Pangkep itu merupakan salah satu langkah yang sangat bagus
mengingat potensi yang ada di wilayah perairan Pangkep harus dilindungi dari tangan-tangan
jahil yang hanya mementingkan dirinya sendiri tanpa memikirkan masa depan anak
cucu yang juga butuh akan sumber daya alam laut tersebut.
Olehnya itu, kepiawaian Kapolres Pangkep
ini memberantas pengguna alat tangkap khususnya cantarng, bius dan bom ikan
menjadi polemik tersendiri di daerah itu lantaran yang tidak setuju adalah orang-orang
yang berduit alias para punggawa. Sementara nelayan kecil tidak bisa berbuat
banyak. Meski mereka tidak setuju ulah para punggawa itu untuk melakukan
penolakan terhadap kebijakan Polres Pangkep tapi mereka tidak bisa bersuara.
Meski diakui bahwa dari sekian
ratus nelayan yang ada di daerah itu dan punggawa hanya sedkit saja jumlahnya
tapi mampu “menggoyahkan” daerah ini karena mereka memiliki uang yang bisa
“menabrak” kebijakan yang dilakukan penegak hukum. Apalagi didukung oleh oknum
aparat yang bertugas di pulau-pulau yang juga merasa terancam karena kurangnya “upeti”
dari nelayan tersebut.
Olehnya itu, kebijakan yang
diperlihatkan Kapolres Pangkep ini sangat bagus demi untuk melindungi daerah
ini dari “kehancuran”. Disamping itu, juga menjaga kelestarian sumber daya alam
sebab kapan dikurangi atau diberantas alat tangkap yang merusak lingkungan
berarti daerah ini akan kembali normal dan nelayan bisa menangkap ikan dengan
jarak yang dekat dari bibir pantai.
Kalau itu terjadi maka nelayan
kecil dapat merasakan dampaknya mulai dari tenaga, hemat BBM, jumlah tangkapan
dapat meningkat sehingga biaya operasional yang dikeluarkan hanya sedikit tapi
mendapatkan hasil yang banyak. Siapa yang diuntungkan ? tentunya nelayan kecil
yang selama ini tersalimi.
Jadi apa yang dilakukan Polres
Pangkep untuk memberantas pelaku illegal
fishing serta penggunaan alat tangkap yang merusak lingkungan itu, perlu
mendapat dukungan. Jangan sampai hanya dilihat sebelah mata sehingga secepatnya
ditarik kembali dari Kabupaten Pangkep sebagai konsekwensi atas laporan
segelintir manusia yang tidak bertanggungjawab. Padahal Pangkep memang
membutukan orang-orang seperti itu guna memberantas pelaku kejahatan di laut.
Sebab kalau tidak ada orang yang berani mengambil resiko maka ke depan Pangkep
yang dikenal sebagai “gudangnya’ ikan-ikan di sulsel akan habis juga.
Jadi
penangkapan ikan yang bersifat merusak (destruktif
fishing) merupakan segala bentuk upaya penangkapan ikan yang membawa dampak
negatif bagi populasi biota, dan ekosistem pesisir laut. Wajar saja jika
sekarang ini pelaku pengeboman ikan di laut mau atau tidak harus bisa “dipotong”
mata rantai sehingga sumber daya laut ini dapat diselematakan.
Mudah-mudahan
pelaku pengrusakan lingkungan khususnya di Kabupaten Pangkep dapat dijerat
hukuman sesuai dengan hukuman yang berlaku di tanah air. Sebab kapan tidak
dilakukan tindakan yang tegas maka pelaku kejahatan itu akan lebih meningkatkan
aksinya dalam merusak lingkungan. Semoga!.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar