Wilayah pesisir yang dimiliki negeri ini
cukup luas sehingga berbagai potensi yang terdapat didalamnya menjadi anugerah
bagi masyarakat khususnya yang berdomisili di daerah pesisir. Walaupun diakui
bahwa daerah pesisir memang bisa menghidupi keluarga bagi nelayan. Wajar saja
jika nelayan ini memanfaatkan sumberdaya alam tersebut, seperti halnya dengan
rajungan atau biasa juga disebut kepiting rajungan yang menjadi salah satu
andalan bagi masyarakat.
Rajungan yang mendiami laut ini menjadi
peluang yang sangat baik bagi masyarakat untuk mendapatkan uang dalam rangka meningkatkan
perekonomian keluarganya. Saat ini masyarakat yang pekerjaan sehari-harinya
menangkap kepiting dengan menggunakan “rakkang” dan jaring, sehingga hasil
tangkapannya pun tergolong lumayan.
Meski alat tangkapnya cukup sederhana ini
tapi mereka selalu menjaga keberadaan rajungan demi untuk melakukan keseimbangan
suatu organisme. Penangkapan rajungan ini yang dilakukan nelayan khususnya di
Sulsel membuat kehidupannya bisa bertahan. Pasalnya, harga jual rajungan
sebesar Rp 45.000,-/kg yang naik antara 7 – 10 ekor/kg. Peluang bisnis ini menjadi
perhatian masyarakat khususnya yang berdomisili di daerah pesisir, sehingga
wajar saja jika rajungan sudah mulai langkah ditemui di nelayan-nelayan, karena
sudah ada pembelinya yang siap menampung untuk diekspor.
Banyaknya
perusahaan yang bergerak dalam ekspor kepiting ini dalam bentuk pengalengan membuat
pemerintah mengambil kebijakan untuk menjaga keberadaan kepiting ini. Pasalnya,
perusaahan yang membeli lobster, kepiting dan rajungan dari nelayan ini tidak
mengenal ukuran baik ukuran besar maupun ukuran kecil, semuanya langsung dibeli
sebagai bahan baku untuk melakukan pengalengan.
Tidak heran jika masyarakat pun berlomba
dalam mencari kepiting rajungan baik itu yang bertelur maupun yang tidak
bertelur karena mereka tidak terpengaruh dengan ukuran sebab yang diambil hanya
dagingnya. Berbeda dengan kepting Bakau (Scylla
serrata) yang diperlukan adalah yang memiliki daging dan telur pada
carapaks.
Memang diakui bahwa pemahaman masyarakat
tentang kepiting yang bertelur ini ada dua versi, ada yang bertelur di diluar
yang menempel pada badan, tapi ada juga yang bertelur masih di dalam carapakas
(cangkang) dengan istilah bahasa Bugis “Dama”. Jika kepiting sudah memiliki
dama tentunya dipastikan bahwa ia akan berisi dan dagingnya sangat padat. Namun
pada rajungan tidak terpengauh dengan dama dan telurnya karena memang isinya
(dagingnya) yang diperlukan.
Sedangkan kepiting bakau, bukan isinya
tapi “Dama-nya”, jadi jika sudah ada yang bertelur di bagian perut tentunya
masyarakat tidak akan membelinya sebab sudah bisa dipastikan bahwa itu isinya
kurang bagus lagi sehingga jarang ditemukan masyarakat menjual kepiting bakau
yang bertelur.
Akan tetapi rajungan ini tidak
terpengaruh, sehingga pemerintah membuat Peraturan Menteri (permen) No. 1 Tahun
2015 tentang pelarangan penangkapan dan
perdagangan lobster, kepiting dan rajungan dalam kondisi bertelur serta berdasarkan
ukuran yang ditentukan,
sehingga ini juga bisa menyelamatkan biota laut ini dari unsur kepunahan. Bisa
dibanyangkan kalau semua orang berlomba untuk menangkap lobster, kepiting dan rajungan
hanya karena memiliki harga lumayan bagus dan perusahaan siap membeli berapa pun
hasil tangkapan nelayan.
Semakin
berkurangnya populasi kepiting dan lobster sudah mulai terlihat di dua tempat
yaitu di Simeuleu, Aceh dan Pangandaran, Jawa Barat. Susi yang juga mantan
pengusaha ikan di kedua tempat itu mengatakan, jumlah tangkapan kepiting dan
lobster menurun tajam."Di Simeuleu sekarang ini, sudah susah dapat yang
betina. Hasil tangkap lobster di Pangandaran Selatan tahun 2005 lalu 2-3 ton
per hari, sekarang tidak sampai 1 kwintal," paparnya. (detikfinance)
Olehnya itu, adanya Permen ini yang
mengatur regulasi ekspor biota laut sangat bagus lantaran menjaga keberlanjutan
dimasa datang. Meski disisi lain pihak perusahan yang bergerak disitu merasa
tidak nyaman dengan adanya peraturan ini karena mereka sudah dibatasi
kebebasannya dalam menangkap rajungan di alam.
Penangkapannya diperbolehkan, asalkan
tidak dalam kondisi sedang bertelur dan sesuai dengan ukuran minimum yang sudah
ditetapkan dalam peraturan. Adapun ukuran yang diperbolehkan yakni Lobster
dapat ditangkap dengan ukuran panjang karapas di atas 8 cm, Kepiting di atas 15
cm dan Rajungan dengan ukuran lebar karapas di atas 10 cm. "Pembatasan
penangkapan ini dilakukan karena keberadaan dan ketersediaan ketiga spesies itu
telah mengalami penurunan yang drastis," ungkap Susi. (kotaikan.blogspot.com).
Jika permen ini bisa berjalan dengan baik tentunya biota
laut bisa terjaga dari kepunahan. Sebab kalau disimak dari berbagai informasi
di lapangan bahwa rajungan yang ditangkap para nelayan ini semakin hari semakin
berkurang. Disamping itu ukurannya pun semakin menyusut seiring dengan
berkembangnya perusahan dalam ekspor kepiting rajungan ini.
Hal ini perlu mendapat perhatian semua
pihak agar Permen yang dikeluarkan pemerintah tidak disalah artikan, tapi
melainkan menjadi sebuah catatan perbaikan ekosistem dimasa akan datang karena
kalau tidak ada aturan yang melarang penangkapan krustase di alam ini, maka
tentunya bisa habis dan memerlukan waktu yang lama baru bisa besar lagi.
Sedangkan kalau ada aturan ini maka
pihak perusahaan selektif dalam membeli rajungan, begitupula dengan masyarakat
tidak seenaknya dalam menangkap biota laut. Sekarang ini terkesan bahwa nelayan
ini bebas melakukan penangkapan dalam jumlah yang banyak tanpa ada larangan
atau aturan yang mengatur, sehingga wajar saja jika masyarakat pun berlomba-lomba
turun ke laut untuk menangkap rajungan.
Olehnya itu, untuk menjaga kesinambungan
tersedianya bahan baku kepiting ini, maka permen pelarangan ekspor kepiting
yang bertelur dan ini wajib ditaati serta dilaksanakan agar apa yang dilarang
pemerintah ini bisa kita jaga. Jangan sebaliknya yaitu “memaki” pemerintah
lantaran adanya keluar aturan tersebut. Semua dilakukan pemerintah itu untuk
menyelamatkan organisme yang ada di dalam laut ini. Semoga pemerintah bisa
melaksanakan segera aturan dengan mensosialisasikan kepada masyarakat agar apa
yang diinginkan dapat tercapai. Semoga. !
Tidak ada komentar:
Posting Komentar