Untuk meningkatkan kinerja dan
keprofesionalan dibidangnya masing-masing, maka tentunya pemimpin harus memutar
otak untuk mewujudkan hal itu. Betapa tidak jika kinerja dianggap belum
maksimal oleh penentu kebijakan sehingga dilakukan berbagai upaya untuk itu.
Salah satunya adalah adanya sertifikasi guru yang telah berlangsung selama ini.
Akan tetapi sertifikasi tersebut bukan
hanya diperuntukan kepada guru sebagai orang yang mendidik anak-anak, namun
sertifikasi ini juga telah diwacanakan oleh pemerintah bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) untuk
meningkatkan kinerja dan bekerja secara profesional di bidangnya masing-masing.
Meski diketahui bahwa PNS berbeda dengan
guru karena satu menghadapi murid dan satunya menghadapi masyarakat, tapi
mereka sama-sama pegawai negeri sipil. Tapi orang yang dihadapinya itu sangat
berbeda. Belum lagi dengan penentuan atau penempatan PNS terutama bagi yang
memiliki jabatan. Tentunya bukan karena kemauan atau keahlian yang dimiliki
sehingga mereka menduduki tempat tersebut. Akan tetapi kebanyakan ditentukan
oleh pejabat (bupati/walikota dan gubernur) di daerah itu, karena dianggap sebagai
“penguasa”.
Padahal, jika mau mengacu kepada aturan
yang ada, maka bupati/walikota dan gubernur tidak boleh melihat atau
menempatkan orang-orang pada jabatan tertentu hanya karena dia adalah
pendukungnya. Aturan kepegawaian tidak seperti itu. Kalau memang orang tersebut
dianggap cakap dan sesuai dengan latar belakang ilmunya, maka tempatkanlah pada
tempatnya. Sebab kapan bukan ahlinya ditempatkan di tempat tersebut maka yakin
saja bahwa tunggulah kehancuran.
Buktinya sekarang, banyak kepala dinas
atau kepala badan yang menduduki jabatan tersebut, bukan karena keahliannya atau
kepintarannya tapi karena tim sukses bupati/walikota dan gubernur saat
kampanye, sehingga ditempatkan pada tempat tersebut. Meski mereka bukan ahlinya
tapi itu mengarah kepada persoalan politik. Padahal sebagai orang nomor satu di
daerah itu, tidak sepantasnya mengambil kebijakan seperti itu.
Makanya banyak daerah yang gagal atau
tidak ada peningkatan karena menempatkan orang-orang yang bukan ilmu yang
dikuasainya. Salah satu contoh adalah menempatkan kepala dinas kelautan dan perikanan
pada dinas kesehatan, sementara orang kesehatan ditempatkan pada dinas tenaga
kerja. Apa ini cocok atau tidak. Hal inilah yang banyak terjadi di daerah
sehingga daerah tidak bisa berbuat banyak, tapi hanya menjalankan amanah
atasan, meski daerah tersebut tidak meningkat.
Nah, sekarang ini muncul lagi wacana
untuk disertifikasi PNS dengan alasan dapat bekerja dengan baik dan profesional
dibidangnya masing-masing. Padahal, di lapangan bukan itu yang menjadi
permasalahan pokok pada PNS, tapi karena persoalan politik dialihkan ke
persoalan PNS, sehingga PNS yang menjadi korban. Kalau memang ada wacana untuk
memberikan sertifikasi kepada PNS, maka itu sama saja kalau program atau wacana
tersebut hanya mubassir, karena biar bagaimana mau diberikan sertifikasi kalau
memang bukan bidangnya, apa mau dikerja, meski telah mengantongi sertifikasi
sepuluh misalnya, kalau bukan keahliannya disitu maka kinerjanya tetap seperti
itu.
Malah terkesan adanya pemborosan
anggaran sebab kalau sertifikasi diberikan tentunya dibutuhkan anggaran lagi
untuk diberikan kepada orang yang telah lulus sertifikasi. Nah, akankah sertifikasi PNS merupakan
satu-satunya jalan untuk peningkatan kinerja di lapangan. Sekarang saja bisa
dilihat guru-guru yang mengantongi sertifikasi dengan alasan berbeda ilmu bagi
guru yang belum memiliki sertifikasi sehingga uang diterimanya jauh lebih banyak
bagi yang sudah disertifikasi. Padahal, ilmunya tidak bertambah dan bahkan
tidak ada apa-apanya.
Buktinya, beberapa waktu lalu guru-guru
yang telah mendapat sertifikasi dites oleh yang berkompoten hasilnya cukup
mengherankan, karena tidak ada yang mendapatkan nilai angka sepuluh. Ironisnya
lagi, ada peserta yang mendapat angka nol. Padahal ini nyata-nyata sudah
disertifikasi. Maka timbul pertanyaan bahwa sertifikasi itu bukan jaminan untuk
meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) bagi seorang guru. Tapi ini bisa saja
sertifikasi terjadi “persekongkolan” antara si pemberi ujian sertifikasi dan
seorang guru yang mau mendapatkan sertifikasi, sehingga itu ada permaian untuk
dibayar.
Pasalnya, hal seperti ini tidak serta
merta langsung dipercaya karena sudah mendapat sertifikasi. Jadi PNS yang
diwacanakan untuk disertifikasi maka itu sama saja pemborosan dan bisa saja menimbulkan
korupsi model baru di kalangan pemberi sertifikasi. Sebab kasus sertifikasi
pada guru merupakan pelajaran berharga bagi kita semua. Jadi pemerintah tidak
seharusnya mengeluarkan atau membuat wacana yang selalu tidak jelas keluarannya.
Persoalannya, bukan sertifikiasi yang
mejadi acuan utama dalam penentuan jabatan di tingkat provinsi, kabupaten dan
kota, tapi karena adanya unsur politik didalamnya sehingga apa pun yang
dilakukan oleh PNS ini tidak bisa berbuat sesuatu karena adanya otonomi daerah
yang sudah menjadi tembok bagi PNS. Jadi semua kegiatan yang dilakukan di
daerah itu tergantung sama orang nomor satunya, sehingga PNS yang memiliki otak
yang cerdas dan baik, itu bukan jaminan untuk menduduki jabatan tertentu didaerah
karena yang menentukan semua itu adalah penentu kebijakan di daerah
masing-masing.
Olehnya itu, wacana pemerintah untuk memberikan
sertifikasi bagi PNS itu harus dipikirkan kembali. Jangan sampai menjadikan bumerang
bagi pemerintah lantaran telah mengeluarkan anggaran untuk itu, tapi hasilnya
biasa-biasa saja dan tidak ada penigkatan yang signifikan di tengah masyarakat.
Semoga apa yang menjadi acuan dan pertimbangan
bagi pemerintah untuk mewacanakan pemberian sertifikasi bagi PNS ini perlu
dikaji secara mendalam. Kecuali kalau aturan pilkada ada perubahan dan tidak boleh
mencampuri urusan kepegawaian dengan bupati kecuali itu diserahkan kepada sekda
setempat sebagai “bapaknya” PNS di daerah masing-masing dan harus melihat kader
untuk dihadiakan sebagai pimpinan di intansi masing-masing, hal itu bisa saja
dilakukan. Tapi sepanjang yang menentukan adalah orang nomor satunya itu kecil
kemungkinan untuk berhasil sertifikasi ini. Semoga !
Tidak ada komentar:
Posting Komentar