Sulawesi Selatan merupakan salah satu
daerah di Indonesia yang menghasilkan berbagai hasil bumi. Salah satunya adalah
ikan bandeng. Pasalnya daerah ini sudah dikenal dengan budidaya ikan bandeng
termasuk udang windu dan rumput laut. Apalagi masyarakat Sulsel sudah menyatu dengan kegiatan budidaya di
tambak. Pasalnya, budidaya ini merupakan
warisan yang turun temurun dari orang tuanya. Wajar saja jika budidaya bandeng
di tambak ini sangat susah ditinggalkan. Meski harga ikan bandeng zaman dulu
tergolong rendah bahkan terkesan tidak dihargai sama sekali oleh masyarakat
kecuali dimakan sendiri oleh pemiliknya.
Akan tetapi lambat laun ikan bandeng ini
terus diproduksi dan harganya pun mulai meningkat, sehingga para pembudidaya
terus meningkatkan kegiatannya dan termotivasi dengan harga jual yang mulai
membaik. Bahkan masyarakat daerah ini selain budidaya udang windu dan rumput
laut juga ikan bandeng tetap dilakukan. Walaupun ada juga yang mencampurkan
ikan dengan udang tapi mereka tetap semangat dalam budidaya tersebut.
Berdasarkan data yang ada dimana luas
lahan tambak di Sulawesi Selatan hingga 2015,
mencapai 107.509 ha dengan potensi lahan tambak dapat mencapai sekitar 150.000
ha. Luasnya lahan ini merupakan salah satu potensi untuk melakukan budidaya
secara besar-besaran mengingat ikan bandeng ini harganya tetap menjanjikan,
sehingga para petambak tidak perlu ragu dalam melakukan budidaya ikan bandeng.
Meski diketahui bahwa pada zaman dulu harga ikan bandeng tergolong sangat
rendah sehingga banyak orang tidak serius dalam melakukan budiaya.
Bahkan pemerintah pun sudah menggaungkan
industry pembangunan perikanan di tanah air. Hal itu terbukti dengan keluarnya
Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 7 Tahun 2016 tenatan percepatan pembangunan
industri perikanan nasional. Inpres tersebut mendakan bahwa potensi buidaya
ikan bandeng tetap menjajikan dimasa datang. Apalagi Sulsel masih sangat
terbuka bila dilakukan pengembangan buidaya tambak, baik secara ekstensifikasi,
diversifikasi, maupun dengan intensifikasi, sehingga salah satu langkah yaitu
peningkatan produksi perikanan budidaya.
Meski diakui bahwa sekarang ini komoditas
air payau menjadi primadona sehingga gaungnya kian terdengar. Ikan bandeng kian
meyakinkan memasuki pasar industri dan ini tidak terlepas dengan adanya
perhatian pemerintah terhadap sektor perikanan guna memberikan kesempatan para
pembudidaya untuk meningkatkan produksi khususnya di daerah ini.
Menurut Rokhmin Dahuri Ketua Masyarakat
Akua kultur Indonesia (MAI) mengatakan,
Indonesia dengan tingkat pertumbuhan ekonomi tiga besar di dunia setelah Cina
dan India memiliki potensi besar untuk mengembangkan sektor industrialisasi
perikanan. “Bandeng layak menjadi komoditas yang diindustrikan”. ujar Rokhmin.
Tentu bukan tanpa dasar bandeng
dikatakan layak sebagai komoditas industry, produksinya pun termasuk yang
terbesar setelah Nila dan Lele. Diungkapkan Slamet Soebjakto Direktur Jenderal
Perikanan Budidaya Kementerian Kelauatan dan Perikanan, produksi bandeng pada
2015 lalu menempati urutan ke-3 dengan persentase 18 %, dibaawah nila yang
tercatat 29 % dan lele 20 %. “Bandeng menjadi salah satu komoditas yang
produksinya harus digenjot untuk dijadikan komoditas berskala industri,” ungkap
Slamet. Saat ini sentra produksi bandeng di Indonesia berada di 3 lokasi yakni
Jawa Barat, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan. (Trobos Aqua edisi Desember 2016-Januari 2017).
Slamet mengungkapkan, berdasarkan data dari
FAO (Badan Pangan Dunia) tercatat pada 2013 lalu, Indonesia menjadi produsen
bandeng terbesar dunia dengan produksi mencapai 575.256 ton atau berkontribusi
lebih dari 50 % terhadap bandeng dunia
mengalahkan Filipina dan Taiwan yang berada di urutan ke-2 dan ke-3. “Indonesia
berpotensi untuk terus menjadi produsen bandeng terbesar di dunia,” ungkapnya.
Untuk mendorong percepatan pembangunan
industry perikanan, peningkatan produksi menjadi bagian penting yang harus
dilakukan. Bicara produktivitas, budidaya bandeng memiliki beberapa skala,
mulai dari skala tradisonal hingga intensif baik di tambak maupun dengan
teknologi Keramba Jaring Apung (KJA). Slamet menginformasikan saat ini untuk
pembudidaya bandeng yang masih skala tradisional masih mengandalkan klekap
sebagai pakan alami sehingga produktivitasnya terbilang rendah, hanya 50 - 100
kg/ha/musim tanam, dengan padat tebar 0,5 – 1 ekor/m. Namun bagi pembudidaya
bandeng dengan sistem intensif yang sudah menggunakan pakan pabrikan
produktivitasnya bisa mencapai 150 - 200 kg/ha/musim tanam dengan rata-rata
padat tebar 5 ekor/m. (Trobos Aqua edisi Desember 2016-Januari 2017).
Adanya
keinginan pemerintah untuk melakukan percepatan pembangunan perikanan Indonesia
dan salah satu komoditas yang selama ini sangat digandrungi masyarakat adalah
ikan bandeng. Memang diakui bahwa bandeng memang sangat baik untuk budidaya
karena selain mudah dibudidayakan di tambak juga tidak rewel dalam hal
penyakit, sehingga masyarakat bisa mengembangkannya. Apalagi bandeng sudah naik
level atau mau diidustrikan sehingga potensi budidaya bandenga saat ini dan
akan datang sangat menjajikan.
Olehnya itu, masyarakat atau pembudidaya
ikan bandeng khususnya yang ada di Sulsel bisa mengembangkan cara budidaya
mulai dari cara tradisional lalu ditingkatkan ke intensif guna meningkatkan
produksi ikan bandeng. Sebab kalau tidak ada kemauan untuk meningkatkan
produksi tentunya hasil yang akan dicapai juga tidak meningkat, termasuk
pendapatan bagi masyarakat. Apalagi sudah ada Inpres untuk melakukan percepatan
pembangunan sektor perikanan. Jadi semua menjadi salah satu kemajuan bagi para
pembudidya di tanah air dan khususnya di Sulsel.
Mudah-mudahan dengan harga ikan bandeng
kian meningkat, maka masyarakat juga ikut bergairah untuk meningkatkan
produksinya, baik secara tradisional maupun intensif. Semoga !
Tidak ada komentar:
Posting Komentar