Dunia pendidikan semakin berkembang
seiring dengan keinginan pemerintah dalam meningkatkan Sumber Daya Manusia
(SDM), baik guru maupun muridnya. Terlebih dengan adanya sertifikasi guru untuk
memacu peningkatan ilmu pengetahuan bagi para pengajar di sekolah. Pasalnya,
selama ini sertfikasi merupakan salah satu pemicu untuk meningkatkan wawasan
bagi guru termasuk cara mendidik anak di sekolah. Akan tetapi tidak semua guru
juga dapat memamahi makna sertifikasi yang diberikan pemerintah itu. Pasalnya,
berbagai macam persoalan yang masih terjadi di sekolah baik itu masalah
kekerasan terhadap murid seperti pemukulan, pemerkosan atau pencubitan oleh
sang guru.
Seperti halnya yang terjadi di salah
satu sekolah di Kabupaten Bantaeng dimana seorang guru mencubit muridnya
sehingga berujung penjara. Meski diakui bahwa seorang guru itu tidak benar jika
mencubit muridnya, tapi juga guru tersebut tidak langsung dihukum atau
dipenjara tapi melainkan harus diberikan peringatan oleh kepala sekolah atau
polisi, sehingga hukuman jangan selalu pada penjara.
Akan tetapi kalau kita menengok ke
belakang pada era tahun tujuh puluhan dimana murid sekolah itu tidak pernah ada
laporan atau berjung pada hukuman penjara, meski mereka dipukul atau dihukum di
dalam kelas tapi semua murid tetap menerimanya. Bahkan ada salah satu hukuman
di sekolah yang diberikan guru saat kita bersalah yaitu menatap matahari sambil
diangkat kaki sebelah dan dipegang telinga, tapi si murid tidak pernah melapor
ke orang tuanya dan mereka menerimanya karena memang dia bersalah.
Nah, rata-rata murid yang terkena
hukuman saat masih sekolah itu biasanya yang berhasil dan menjadi pejabat,
sementara yang cengeng atau yang selalu melapor pada orang tuanya itu kebanyakan
tidak memiliki pekerjaan alias menjadi anak bebas tanpa ada pekerjaaan tetap.
Dua hal ini yang perlu diperhatikan karena orang sekolah itu tentunya ingin
menambah ilmu pengetahuan atau wawasan, sehingga mereka tetap menjalani hukuman
yang diberikan pada gurunya. Perlu diketahui bahwa tidak ada satu pun guru
ingin melihat anaknya tidak berhasil, semua guru ingin melihat muridnya sukses
dalam bidang kerjanya.
Akan tetapi di era keterbukaan saat ini,
maka segala kelakuan atau tindakan yang dilakukan oleh guru di sekolah itu
selalu mendapat sorotan karena adanya undang-undang perlindungan anak. Apalagi
kalau hal itu dipandang sebagai kekerasan sehingga pihak orang tua langsung
melaporkan kepada polisi guna diproses sesuai dengan hukum yang berlaku. Namun perlu
juga diketahui bahwa tidak semua tindakan atau perlakuan guru di sekolah
terhadap muridnya langsung diproses hukum apalagi langsung dipenjara.
Jadi kasus yang menimpa guru tersebut
perlu dipertimbangkan. Yang jelas bahwa guru tidak akan mencubit muridnya tanpa
ada kesalahan pada si murid. Mungkin sudah dilarang tapi mereka tidak mau
berhenti, maka wajar saja jika sang guru langsung bertindak secara reflex
karena si murid tersebut sudah melanggar aturan dalam sekolah. Tapi si murid
ini ternyata tidak terima dicubit oleh gurunya sehingga melaporkan kepada orang
tuanya. Maka si orang tua pun langsung tidak terima dan langsung memproses
terlebih orang tua si murid adalah seorang polisi.
Nah, sebagai seorang penegak hukum dan
pengayom masyarakat, maka tindakan polisi ini juga perlu dipertanyakan. Jangan
langsung memenjarakan orang hanya karena mencubit anaknya. Kalau memang perlakuan
guru ini sangat kelewat batas alias cacat yang dialami si murid, maka itu baru
diberikan atau diproses hkum lebih lanjut. Tapi kalau hanya mencubit biasa walaupun
hasil cubitannya lebam tapi itu bukanlah suatu yang harus dikhawatirkan alias tidak ada masalah, apalagi seorang guru kan
bertindak pada saat masih dalam lingkungan sekolah.
Kalau guru bertindak dalam lingkungan
sekolah itu merupakan tanggungjawab sepenuhnya pada guru, jadi orang tua nanti saat kembali ke rumah baru
bertanggungjawab. Makanya orang tua juga yang terlalu membela anaknya perlu
dipertanyakan. Apakah mau melihat anaknya berhasil atau mau jadi “gelandangan”
karena kebanyakan anak yang terlalu dimanja itu biasanya jarang ada yang
berhasil karena semua keinginannya selalu dipenuhi sehingga tidak ada niat
untuk mandiri, apalagi ada keinginan untuk bekerja alias “menderita”. Sebab yang
mau menderita itu kebanyakan orang berhasil. Ini merupakan kenyataan yang
terjadi saat ini.
Wajar saja jika banyak anak pejabat yang
kurang berhasil dalam berbagai hal. Malah sebaliknya banyak yang terjerat
dengan berbagai pergaulan termasuk mabuk-mabukan atau mengkonsumsi barang haram
seperti narkoba. Padahal kalau persoalan uang untuk melanjutkan pendidikan itu
sangat mendukung tapi karena anaknya sudah salah jalan maka wajarlah kalau
bergaul dengan orang-orang yang salah.
Olehnya itu, kejadian yang menimpa guru
ini merupakan pelajaran bagi guru-guru lainnya dan menjadi bahan pertimbangan
bagi Dinas Pendikan untuk lebih memacu sumberdaya manusia di tanah air. Sebab kapan
Dinas Pendidikan kurang peka terhadap kasus-kasus yang menimpa berbagai
persoalan dunia pendidikan, maka itu perlu dipertanyakan kinerja bagi
pegawainya. Sebab sekolah seharusnya tidak memiliki lagi kasus-kasus yang
memalukan tapi yang perlu diperlihatkan itu adalah prestasi bagi muridnya,
sehingga nama sekolah dan bahkan daerah itu sendiri bisa dipandang karena
sekolahnya dapat memberikan yang terbaik.
Mudah-mudahan kasus-kasus semacam ini
tidak terulang lagi, kita seharusnya saling menahan dan mencari jalan yang
terbaik dan perlu ada saling memaafkan. Tapi kalau ada yang keras kepala dan tidak
mau damai maka itu juga perlu dipertanyakan orangnya. Sebab Allah SWT saja
memaafkan hambanya, apalagi manusia. Jangan selalu berpegang pada kekuasaan
atau jabatan sebab semuanya itu hanya sementara. Semoga kasus ini bisa cepat
diselesaikan agar si guru dapat berkumpul dengan keluarganya kembali. Jadi
hukuman itu tidak selalu penjara. Semoga !
Tidak ada komentar:
Posting Komentar