Sulawesi Selatan memiliki panjang
garis pantai 1.973,7 km dengan luas perairan laut 45.574,48 km2, yang terdiri
dari tiga kawasan yakni Selat Makassar, Laut Flores, dan Teluk Bone, serta
memiliki hamparan pulau-pulau kecil dalam kawasan kepulauan Spermonde. Melihat
banyaknya pulau-pulau yang dimiliki daerah ini merupakan salah satu potensi
yang cukup besar bila dikelola dengan baik.
Meski
diakui bahwa Sulsel memiliki banyak pulau-pulau baik yang sudah memiliki nama
maupun yang belum, sehingga pulau berpotensi disalah gunakan oleh orang yang
tidak bertanggungjawab. Sebab pulau yang tidak berpenghuni ini bisa dimanfaatkan
keberadaannya sebagai tempat terjadinya transaksi
berbagai bentuk kejahatan ataukah sebagai tempat persembunyian.
Salah satu kabupaten yang memiliki
banyak pulau adalah Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan (Pangkep) dimana wilayah
Kabupaten Pangkep terdiri dari beberapa kecamatan kepulauan dengan 115
pulau. Luas laut 11.464.44 km, luas pulau kecil 35.150 ha dan garis pantai 250
km sehingga perlu mendapat perlindungan dan pengawasan dari berbagai ancaman
pengrusakan.
Luas wilayah dan jumlah pulau sangat
memungkinkan untuk menjadikan daerah tersebut sebagai jalan masuknya
orang-orang yang tidak bertanggungjwab. Seperti halnya penyelundupan barang-barang
yang dilarang pemerintah misalnya peledak atau bom ikan (pupuk amonium nitrat)
sebagai bahan baku pembuatan bom ikan.
Hal tersebut dilakukan oleh orang-orang
yang tidak bertanggungjawab dan ingin mendapatkan hasil yang banyak dengan cara
instan, sehingga penggunaan bom dilakukan meski mereka mengetahui bahwa bom
ikan itu sangat berbahaya karena selain membunuh ikan-ikan kecil juga merusak
terumbu karang yang juga dikenal sebagai rumah ikan.
Bahkan beberapa kasus bom ikan dimana
pemiliknya ada yang cacat seumur hidup akibat terkena bomnya sendiri. Tidak
sedikit juga yang mengalami kematian akibat bom ikan, tapi mereka tetap
melakukanya karena bom dianggap sebagai alat yang dapat menghasilkan tangkapan
ikan yang cepat dan hasilnya banyak.
Tidak heran jika banyak masyarakat yang tertarik untuk
menjalankan bisnis ini dengan harapan dapat meraup untung dari penjualan bahan
baku tersebut. Meski bahan bakunya didatangkan dari luar negeri karena harganya
tergolong murah dan dijual di tanah air berlipat ganda.
Akan tetapi petugas dalam hal ini Polisi
Perairan (Polair) Pangkep tetap menjalankan tugasnya dengan baik untuk menjaga
wilayah laut. Seperti halnya baru-baru ini dimana Polair Pangkep menangkap pelaku
kejahatan yang membawa bahan peledak berupa pupuk amonium nitrat sebanyak 3 (tiga) ton dan 1.299 detonator untuk bom ikan.
Kapolda Sulsel Irjen Pol Muktiono mengungkapkan, dampak
pengeboman ini sangat fatal karena mengakibatkan kematian biota laut, juga
menjadi ancaman bagi masyarakat terhadap pelaku
terorisme. Sebab bahan dan alat peledak yang digunakan sangat mudah
untuk dirakit dan ditemukan.
Pakar Ilmu Kelautan Unhas Prof.
Jamaluddin Jompa, untuk Sulsel jumlahnya secara keseluruhan ada kurang lebih
100 ribu hektare, yang rusak itu sudah mencapai 60 hingga 70 persen, sehingga
pelaku harus memang dihukum seberat-beratnya agar tidak mengulangi
perbuatannya. Detonator tersebut hanya untuk menunda terjadinya ledakan, daya
ledaknya tergantung pada pupuk amonium dan campurannya. 121 sak pupuk Amonium
yang beratnya masing-masing 30 kg,
jadinya 3630 kg. kalau semuanya diledakkan di Sulsel akan menghancurkan semua
terumbu karang dan dampaknya sangat luar biasa besarnya dan kembali pulih butuh
waktu sekira 40 tahun. (Fajar, Juli 2017).
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan
Sulsel Ir. Sulkaf S Latief, penggunaan bom dan bius tidak ada lagi pembinaan harus ditangkap dan
diberi efek jera karena lahan terumbu karang di Sulsel tinggal 35 persen yang
baik, sisanya itu sudah rusak. Kapan itu lolos lagi, maka akan merusak lebih
banyak lagi terumbu karang, mematikan semua anak-anak ikan dan merusak
sumbernya.
Memang diakui bahwa masyarakat kita
khususnya yang berprofesi sebagai nelayan selalu ingin mendapatkan hasil yang banyak
dengan cara instan sehingga berbagai cara dilakukan dalam penangkapan ikan walaupun
itu merusak ekosistem perairan, tapi mereka tetap memakainya. Bisa dibayangkan
kalau terumbu karang itu rusak maka dampaknya juga dirasakan oleh nelayan itu
sendiri, sebab selain terumbu karang yang indah itu rusak juga ikan-ikan akan
pergi jauh karena rumahnya sudah rusak. Akibatnya nelayan mau atau tidak harus
menambah biaya untuk melakukan penangkapan ikan.
Bukaan hanya itu, tapi waktu dan biaya
yang disiapkan akan membengkak karena jarak tempuhnya semakin jauh. Jadinya
yang merasakan itu semua adalah masyarakat juga. Olehnya itu, pelaku pengeboman
ikan sebaiknya menyadari dirinya bahwa apa yang dilakukan itu salah karena
dapat merusak semuanya. Apalagi pemerintah telah melarang penggunaan bom dan
bius dalam melakukan penangkapan ikan di laut. Mudah-mudahan para nelayan
memahami bahwa apa yang dilakukan itu dapat merusak dirinya sendiri juga
ekosistem perairan. Semoga !
Tidak ada komentar:
Posting Komentar