Rabu, 11 November 2015

Perlukah Debat Cabup ?



Pesta demokrasi di tanah air yang tidak lama lagi akan digelar secara serentak di seluruh Indonesia, sehingga didahului dengan kegiatan debat calon bupati (cabup) dan calon wakil bupati (cawabup) yang dilaksanakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Debat ini diperuntukkan kepada masyarakat untuk melihat visi dan misi masing-masing calon yang disiarkan langsung oleh televisi agar masyarakat yang tidak sempat menghadiri secara langsung lokasi debat bakal ditonton lewat televisi. Hal tersebut untuk melihat bagaimana skill yang dimiliki calon bupati dimasa datang. Sebab bupati itu harus bisa memberikan solusi bila terjadi hal-hal yang kurang diinginkan di tengah masyarakat.
Akan tetapi debat kali ini pun terkesan kurang efektif lantaran bukannya untuk memberikan masukan atau program kerja yang akan dilaksanakan nantinya, tapi kesannya hanya pintar beretorika sehingga calon lainnya dapat melihat bahwa si “A” itu bisa. Padahal, kalau dipikir debat ini tidak perlu dilakanakan karena masing-masing calon sengaja untuk menguji dan bahkan bisa “menelanjangi” lawan debatnya sehingga tepuk tangan pun menggema di ruangan debat.

Padahal, kalau dilihat secara seksama maka debat ini bisa ditiadakan karena hanya sedikit sekali yang dapat dipetik dari masing-masing calon, sementara anggaran yang digunakan setiap kali debat itu puluhan juta, sehingga ada daerah menganggarkan hingga ratusan juta dengan beberapa kali debat. Hal ini sama kalau menghamburkan uang rakyat tanpa ada manfaatnya. Apalagi para calon bupati dan wakil bupati diberikan waktu yang pajang dalam melakukan kampanye ke masyarakat. Tinggal bagaimana calon tersebut memanfaatkan waktu yang ada agar bisa lebih dikenal dengan masyarakat.
Sebab banyak warga yang tidak kenal calonnya secara dekat sehingga ini yang perlu diperlihatkan sehingga masyarakat yang ada di daerah pelosok bisa melihat dan berkominikasi secara langsung agar apa yang dikehendaki warga itu bisa ditampung. Jadi siapapun nantinya yang terpilih sebagai orang nomor satu masing-masing sudah ada masukan dari masyarakat sehingga ke depan langkah yang diambilnya lebih bijaksana dan mengenai sasaran. Jangan seperti tahun-tahun yang lalu yang memang dibatasi oleh waktu sehingga calon bupati ini sangat terbatas turun kelapangan untuk bersilaturrahim dengan masyarakat.
Biasanya hanya tokoh-tokoh masyarakat yang ditemui atau simpul-simpul di daerah tersebut, tapi  mereka sudah bisa mengkalim dirinya memiliki suara di daerah tertentu. Padahal, tokoh masyarakat yang ditemui itu bukanlah suatu jaminan dalam memenangkan pemilihan di daerah itu. Sebab masing-masing calon mendatangi tokoh masyarakat tersebut tanpa ada larangan dari calon lainnya. Akan tetapi jika para calon ini terjun langsung dan berdialog dengan warga tentunya bisa lebih dikenal, sehingga tidak perlu lagi diceritakan atau didorong bahwa ini dan itu yang harus dipilih. Mereka sudah tahu dan paham calonnya.
Akan tetapi kalau kita melihat aturan yang ada sekarang, memang sudah digariskan bahwa debat calon bupati dan wabup ini harus digelar apalagi sudah ditentukan anggarannya. Namun, bisa juga dilihat bahwa setelah dilaksanakan sekali tapi malah kurang efektif maka itu bisa ditiadakan dan uangnya dapat dikembalikan ke negara. Akan tetapi karena selalu berdalih pada aturan yang ada bahwa sudah ada anggaran dan aturan dalam pemilukada itu sudah jelas sehingga tidak bisa ditunda apalagi dihentikan. Padahal kalau dipikir itu manusia yang membuatnya sehingga manusia juga bisa merubahnya kalau manfaatnya kurang bagus.
Namun, manusia sebagai penyelenggara tentunya momen seperti ini harus ditunggu karena sudah jelas anggarannya sehingga sisa anggaran juga bisa dimasukkan ke dalam kantong pribadi karena semua pertanggungjawaban sudah rampung. Nah, pemikiran seperti ini harusnya dihilangkan karena memanfaatkan uang negara yang terkesan kurang manfaatnya dan ini sama saja kalau mubassir.
Nah, debat pemilukada ini efektifkah dilanjutkan setelah melihat debat yang pertama itu. Padahal, kalau mau jujur banyak calon bupati yang kurang menguasai forum sehingga mereka terkesan tidak mampu beradu argument dengan lawan debatnya. Jadi kelihatan bahwa debat ini tidaklah mendesak untuk dilaksanakan. Mending anggaran debat ini dialihkan dengan kegiatan lain yang lebih bermaanfaat lagi. Begitu pula dengan alat praga yang disiapkan oleh KPU juga terksan lambat sehingga ini juga dikeluhkan oleh para calon atau kandidat bupati dimasing-masing daerah.
Olehnya itu, debat kandidat cabup dan cawabup ini sama saja kalau menghambur-hamburkan uang negara karena hasil yang akan didapatkan itu sangat minim sehingga tidak ada gunanya dilakukan kegiatan ini. Pemerintah seharusnya berfikir panjang dan mampu melihat gejala yang ada. Bisa dibayangkan kalau tahun ini ada kurang lebih 200 pemilihan bupati di seluruh Indonesia dan satu kabupaten menggunakan aggaran ratusan juta, sehingga secara keseluruhan itu miliaran bahkan triliuan yang dibutuhkan. Padahal itu tidak penting dilakukan karena masing-masing calon telah menyiapkan anggaran tersendiri dalam penyelenggaran pemilihan ini.
Jadi kalau negara juga siapkan sementara para calon juga menyiapkannya maka itu sangat besar biayanya dalam satu kali pemilihan. Wajar saja jika bupati yang terpilih nantinya yang pertama dikerja itu bagaimana caranya mengembalikan uang yang dipakai kampanye sebelum memikirkan pembangunan daerah yang dipimpinnya. Jadi tidak heran jika pada tahun pertama belum ada pembangunan karena rata-rata anggaran diplintir untuk mengembalikan dana kampanye. Maka korbanlah para pihak ketiga yang selalu dipotong anggarannya, sehingga kerjanya juga tidak maksimal lantaran anggaran pertamanya cukup tapi karena banyaknya potongan sehingga sangat kurang yang sampai pada kontraktor. Wajar saja jika suatu pekerjaan campuran semennya bisa satu sembilan.
Olehnya itu, debat kandidat calon bupati/calon wakil bupati ini bisa ditinjau ulang lantaran kurang efektif dalam memaparkan program kerjanya kepada masyarakat termasuk visi dan misinya yang diucapkannya itu. Belum lagi waktu yang digunakan cukup terbatas sementara anggaran setiap kali penyelenggaran tergolong besar. Mudah-mudahan ini bisa dipertimbangkan ke depan agar tidak terlalu boros dalam menggunakan uang negara. Semoga !

Tidak ada komentar:

Posting Komentar