Rabu, 11 November 2015

Mencermati Dampak Pelonggaran Izin Miras



Banyaknya tindakan kriminal yang terjadi akhir-akhir ini membuat masyarakat resah. Pasalnya, pelaku begal yang kerap “menghabisi” korbannya jika memiliki peluang, kesempatan dan waktu sehingga tidak heran jika suasana “Kota Daeng” pada malam hari terasa sangat “angker”. Begal yang tertangkap oleh petugas itu tidak segan mengakui bahwa dirinya telah mengkonsumsi minuman keras (miras) dan narkoba sehingga mereka tidak segan-segan melakukan aksinya di tengah jalan.
Oleh karena itu, adanya wacana untuk memperlonggar izin miras ini menjadi fenomena tersendiri dalam menata perekonomian ke depan. Memang diakui bahwa kebutuhan akan minuman keras bagi wisatawan manca negara itu sangat diperlukan sehingga tidak ada masalah jika diberikan toleransi. Namun, pemberian toleransi itu harus dilihat dulu apakah izin ini berlaku untuk seluruh supermaket di Indonesia ataukah hanya terbatas.

Memang diakui bahwa adanya revisi dari Perpres ini untuk memperlonggar izin usaha bagi supermaket guna menjual miras harus dikontrol dengan baik. Minuman keras ini bisa dijual pada daerah tertentu atau daerah wisata seperti di Bali dan Tana Toraja. Sedangkan di kota-kota besar lainnya seharusnya bisa dijual hanya di hotel besar atau hotel berbintang, sehingga ada batasan dan tidak untuk dikonsumsi atau diperuntukkan untuk umum.
Sebab kalau minuman keras ini dijual bebas di seluruh supermaket di Indonesia, maka tentunya biar supermaket yang ada di pedesaan juga harus menjualnya. Sementara itu, miras ini tetap ada batasannya karena miras juga dikenal sebagai salah satu pemicu munculnya berbagai aksi kriminal di tengah masyarakat, sehingga ini harus diteliti lebih jauh sebelum adanya revisi peraturan tentang miras ini.
Meski diakui bahwa salah satu alasan untuk merevisi miras ini karena alasan ekonomi. Memang saat krisis banyak wisatawan berkunjung ke tanah air dan rata-rata mencari minuman keras, tapi itu bukanlah hal yang tepat untuk diperjual belikan secara bebas, tapi ada tempat tertentu dimana penyuplai harus mengantongi izin khusus untuk memasarkan pada tempat-tempat tertentu.
Bisa dibayangkan kalau miras ini dijual bebas dipasaran, jangankan tidak dijual bebas sudah banyak yang menjualnya apalagi kalau sudah legal. Hal itu terbukti, bahwa kenyataannya di lapangan sudah banyak supermarket yang telah menjualnya, begitupula hotel melati yang semestinya dilarang. Karena miras ini sangat berbahaya apalagi di Kota Makassar yang kerap menjadikan miras ini sebagai pelarian bagi anak muda untuk mabuk-mabukan sehingga mereka secara tidak sadar melakukan aksi bejat pada orang yang tidak bersalah.
Nah, adanya revisi perpres ini yang dilakukan oleh disperindak menjadikan “buah” bibir ditengah masyarakat. Ada yang mendukung tapi lebih banyak tidak mendukung karena dampak sosialnya yang sangat signifikan jika pelonggaran izin ini dilakukan. Bahkan daerah-daerah tertentu bisa lebih kacau lagi karena sangat mudah mendapatkan miras dan tidak ada lagi penggrebekan dilakukan aparat kepolisian karena sudah legal dan siapa saja yang ingin mencicipinya tanpa ada rasa takut lagi.
Padahal yang dimaksud dengan khamar di dalam Islam itu tidak selalu merujuk pada alkohol. Yang disebut khamar adalah segala sesuatu minuman dan makanan yang bisa menyebabkan mabuk, seperti dijelaskan dalam hadits berikut: “Setiap yang memabukkan berarti khamr, dan setiap khamr hukumnya haram” (HR. Bukhary dan Muslim). Sementara Islam bukan tidak mengetahui sisi manfaat khamar, namun dalam pandangan Islam dampak kerusakan khamar dalam kehidupan manusia jauh lebih besar dari manfaat yang bisa diperoleh. Hal ini dinyatakan di dalam Al-Quran surat Al Baqarah ayat 219 yang artinya: “Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: “Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya.” (https://obrolanislam.wordpress.com)
Akan tetapi melihat kondisi yang ada sekarang dimana banyak ditemukan swalayan yang tidak memiliki izin menjual minuman keras, tapi tetap menjual. Bahkan  untuk menjual minuman keras, dibutuhkan tidak hanya izin usaha saja dari Badana Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal (BPTPM) saja. Akan tetapi harus ada Surat Izin Usaha Perdagangan Minuman Beralkohol (SIUPBM) dan Surat Keterangan Penjualan Akhir (SKPA).
Pemerintah akan memperlancar pengembangan toko ritel modern di daerah. Selama ini, toko ritel modern di daerah sulit ekspansi karena hambatan aturan. Kemudahan diberikan dengan merevisi Peraturan Presiden No. 112 tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern. "Kami tidak bisa hanya merevisi Surat Edaran Menteri Perdagangan No 1310/2014 saja, kami akan revisi Peraturan Presiden," kata Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan, Srie Agustina. (datariau.com).
Rencana pemerintah untuk merevisi Perpres No. 112 tahun 2007 tersebut merupakan tindak lanjut dari dikeluarkannya Paket Kebijakan Ekonomi oleh pemerintah beberapa waktu lalu, dimana kementerian terkait akan melakukan deregulasi dan debirokratisasi sebanyak 134 aturan yang sudah ada. Sesungguhnya permintaan untuk revisi tersebut disampaikan oleh kelompok kerja deregulasi hanya untuk Surat Edaran Mendag No. 1310/M-DAG/SD/12/2014 tentang Perizinan Toko Modern, namun, jika hanya surat edaran tersebut yang direvisi maka akan bertentangan dengan aturan diatasnya.  "Kelompok kerja deregulasi menyatakan bahwa surat edaran tersebut menghambat sehingga minimarket tidak bisa berdiri. Namun, surat edaran itu tidak bisa menganulir peraturan yang lebih tinggi, maka aturan diatas yang akan kita rubah," ujar Srie. (datariau.com).
              Olehnya itu, perubahan ini perlu ditinjau secara keseluruhan karena kapan keliru dalam merubah aturan itu, maka dampaknya pasti dirasakan oleh masyarakat. Jangan sampai berfikiran alasan ekonomi tapi dampaknya jauh lebih menggerogoti ekonomi karena menyangkut masalah kehidupan sosial di tengah masyarakat. Jadi, merevisi aturan yang telah ada itu harus dipikir dan dipertimbamgkan secara matang. Jangan sampai hanya karena berpikiran pendek dan terburu-buru sehingga dapat merusak tatanan masyarakat yang telah tercipta. Bahkan tatanan itu kerap sudah melenceng dari harapan banyak orang akibat ulah segelintir manusia.
Mudah-mudahan revisi miras ini bisa berdampak positif di tengah masyarakat. Sebab kalau berdampak sebaliknya, maka yang rugi itu adalah masyarakat, sebab kita tahu bahwa miras ini biasanya memberikan efek negative bagi penggunanya karena bisa saja menimbulkan perkelahian jika sudah sama-sama mabuk. Yang untung  siapa ? dan yang rugi siapa ? Jadi perlu mencermati pelonggaran izin miras, karena dampaknya sangat luas. Semoga kemauan atau keinginan pemerintah ini bisa ditinjau kembali. Semoga !

Tidak ada komentar:

Posting Komentar