Setiap orang selalu menginginkan sebuah
tempat yang tidak terkontaminasi dengan kuman. Sebab kapan seseorang berada
pada daerah yang kotor itu berarti banyak faktor yang bisa terjadi pada diri
manusia, sehingga kebersihan itu pun harus dinomor satukan. Baik itu pada
lingkungan rumah maupun pada daerah dimana kita berada. Pasalnya, kebersihan
itu menjadi mutlak bagi setiap orang apalagi kalau di lingkungan kota dimana
kita berdomisili. Seperti halnya dengan Kota Makassar yang selama ini sudah “perang”
dengan sampah.
Wajar saja jika sampah ini menjadi
“momok” bagi kebersihan kota, sehingga pihak Pemerintah Kota Makassar (pemkot) memprogramkan
suatu tempat sampah yang disimpan pada pinggir jalan. Tempat sampah tersebut
dinamai “gendang dua” karena bentuknya menyerupai gendang meski terlihat
“telanjang” karena memang harus disiapkan kantong plastik warna hitam sebagai
wadah untuk sampah rumah tangga.
Gendang dua ini disiapkan diseluruh
jalan-jalan dalam wilayah Kota Makassar, sehingga ini pun membutuhkan anggaran
yang tidak sedikit. Pasalnya, keberadaan gendang dua ini terkesan diabaikan
karena setelah penempatan di pinggir jalan sepertinya tidak terurus dan bahkan
sudah banyak yang rusak sebelum terpakai. Petugas setiap harinya mengganti
kantong plastik tersebut juga membutuhkan tenaga yang tidak sedikit jika
melihat jumlah gendang dua yang sudah disebar itu.
Wajar jika banyak suara sumbang yang
muncul di masyarakat bahwa gendang dua itu sebenarnya kurang tepat diadakan
karena selain membutuhkan anggaran untuk pengadaannya juga membutuhkan tenaga
setiap harinya untuk mengganti kantongannya. Memang secara sepintas itu sangat
bagus jika diikuti dengan petugas yang sudah disiapkan setiap harinya mengambil
sampah masyarakat yang telah dibuangnya itu.
Padahal sekarang ini juga sudah banyak
pengadaan “motor kuda” pengangkut sampah yang disiapkan pemkot termasuk mobil
yang ada tulisannya “Tangkasa”. Hal itu sangat mendukung keinginan atau program
walikota Makassar untuk meraih Piala Adipura tahun 2015 ini. Tidak heran jika
semua komponen dilibatkan untuk melakukan kerja bakti guna mendukung kebersihan
kota Makassar. Meski gendang dua juga masih stand bay di tempatnya tanpa ada
buangan sampah yang berarti.
Padahal kalau mau jujur anggaran untuk
pengadaan gendang dua ini sangat besar, sehingga itu tidak boleh disia-siakan
karena rusak sebelum dipakai sama saja kalau membuang-buang uang rakyat. Jadi
lebih baik gendang dua ini tidak diadakan kalau hanya “ada untuk disia-siakan”.
Mungkin lebih bagus jika anggarannya bisa diberikan kepada petugas kebersihan
sebagai bonus atas kinerjanya selama ini untuk membersihakn kota ini. Kalau itu
dilakukan jauh lebih besar manfaatnya dari pada hanya dibeli untuk “dirusak”.
Andaikan manusianya yang diservis
tentunya petugas tersebut akan berlombah untuk memberikan yang terbaik untuk
kota ini. Apalagi adanya kemauan walikota untuk meraih Pila Adipura. Bukitinya setiap
lorong yang “kumuh” disulap menjadi lorong “sejuk” sehingga bisa dijadikan sebagai
contoh daerah lainnya lantaran lorong-lorong di Kota Makassar sudah tertata
dengan rapi. Hal ini tidak terlepas dengan banyaknya program yang ditolerkan walikota
seperti MTR, Bank Sampah Mabello, Maju Rong dan Lisa serta program
lainnya. Namun yang paling utama adalah peran masyarakat sendiri serta peran
Petugas Kebersihan didampingi lurahnya yang menjadi ujung tombak untuk
merealisasikan setiap program Pemkot.
Dengan kerja keras itu, maka terbukti pada tahun ini Kota Makassar meraih Piala Adipura Kategori Kota Metropolitan Tahun 2015 sebagai salah satu kota bersih di Indonesia. Meksi kita tahu bahwa Piala Adipura ini kali ketiga diraihnya sejak walikota Malik B Masry. Pada jamannya Malik B Masry memang juga diikuti dengan kerja keras untuk memerangi sampah-sampah yang berserakan dimana-mana terutama di pasar-pasar tradisional, tapi itu pun berhasil diraihnya sehingga masyarakat juga takjub dan tidak banyak bertanya karena faktanya di lapangan memang bersih. Berbeda dengan walikota Ilham Arif Sirajuddin pada masanya juga meraih piala adipura, tapi kenyataan di lapangan masih terkesan jorok dan banyak sampah yang berserakan sehingga masyarakat pun bertanya-tanya.
Malah masyarakat ramai membicarakannya baik itu diskusi atau ketemu dengan dua atau tiga orang pasti itu yang dibicarakan. Bahkan radio-radio juga membuka layanan langsung untuk mengetahui pendapat masyarakat dan ternyata lebih banyak yang tidak percaya dengan piala itu jika dilihat dengan Kota Makassar yang masih kotor. Mengapa bisa mendapatkan Piala Adipura, bagaimana penilaian juri sehingga Makassar mendapatkannya.
Akan tetapi tahun ini sejak dinahkodai
oleh Moh. Ramdhan Pomanto terkesan lain karena memang dilibatkan semua komponen
masyarakat untuk membersihkan kota atau lingkungan mereka masing-masing
sehingga tercipta lingkungan yang bersih. Begitu pula armada kebersihan yang
setiap hari menjemput sampah di jalan-jalan. Bahkan sudah tidak ada lagi bak
atau penampungan sampah yang disimpan di sudut–sudut jalan tertentu sebagai
penampungan sementara dan selanjutnya diangkut oleh mobil sampah.
Sekarang jalan-jalan yang tadinya
terdapat bak sampah dan kotor lantaran sampahnya penuh dan tumpah. Sekarang ini
sudah bebas dan bersih. Hal ini harus didukung oleh semua pihak agar masyarakat
sadar akan kebersihan. Meski sudah disiapkan gendang dua sebagai tempat sampah
sementara tapi itu pun hanya sebagian yang dimanfaatkan. Apalagi mobil “Tangkasa”
sudah beroperasi setiap harinya, sehingga sampah-sampah didalam kota dan jalan-jalan
terangkut.
Wajar saja jika “Kota Daeng” ini meraih Piala Adipura. Masyarakat
boleh bangga karena Piala Adipura yang terkesan “Liar” untuk Makassar, sehingga
harus dilalui perjuangan yang tidak mudah untuk meraihnya. Mudah-mudahan keberadaan
gendang dua dan piala adipura ini bisa menjadi catatan tersendiri bagi pemkot.
Semoga ke depan tidak asal melakukan pengadaan yang hanya terkesan mubassir.
Semoga piala adipura ini tidak cepat merasa puas, tapi malah dijadikan sebagai
cambuk untuk lebih baik lagi kedepan. Semoga !
Tidak ada komentar:
Posting Komentar