Banyaknya
tindakan kriminal yang terjadi akhir-akhir ini membuat masyarakat resah.
Pasalnya, pelaku begal yang kerap “menghabisi” korbannya jika memiliki peluang,
kesempatan dan waktu sehingga tidak heran jika suasana “Kota Daeng” pada malam
hari terasa sangat “angker”. Begal yang tertangkap oleh petugas itu tidak segan
mengakui bahwa dirinya telah mengkonsumsi minuman keras (miras) dan narkoba
sehingga mereka tidak segan-segan melakukan aksinya di tengah jalan.
Oleh
karena itu, adanya wacana untuk memperlonggar izin miras ini menjadi fenomena
tersendiri dalam menata perekonomian ke depan. Memang diakui bahwa kebutuhan
akan minuman keras bagi wisatawan manca negara itu sangat diperlukan sehingga
tidak ada masalah jika diberikan toleransi. Namun, pemberian toleransi itu
harus dilihat dulu apakah izin ini berlaku untuk seluruh supermaket di Indonesia
ataukah hanya terbatas.
Memang
diakui bahwa adanya revisi dari Perpres ini untuk memperlonggar izin usaha bagi
supermaket guna menjual miras harus dikontrol dengan baik. Minuman keras ini
bisa dijual pada daerah tertentu atau daerah wisata seperti di Bali dan Tana
Toraja. Sedangkan di kota-kota besar lainnya seharusnya bisa dijual hanya di
hotel besar atau hotel berbintang, sehingga ada batasan dan tidak untuk dikonsumsi
atau diperuntukkan untuk umum.
Sebab
kalau minuman keras ini dijual bebas di seluruh supermaket di Indonesia, maka
tentunya biar supermaket yang ada di pedesaan juga harus menjualnya. Sementara
itu, miras ini tetap ada batasannya karena miras juga dikenal sebagai salah
satu pemicu munculnya berbagai aksi kriminal di tengah masyarakat, sehingga ini
harus diteliti lebih jauh sebelum adanya revisi peraturan tentang miras ini.
Meski
diakui bahwa salah satu alasan untuk merevisi miras ini karena alasan ekonomi.
Memang saat krisis banyak wisatawan berkunjung ke tanah air dan rata-rata
mencari minuman keras, tapi itu bukanlah hal yang tepat untuk diperjual belikan
secara bebas, tapi ada tempat tertentu dimana penyuplai harus mengantongi izin
khusus untuk memasarkan pada tempat-tempat tertentu.
Bisa
dibayangkan kalau miras ini dijual bebas dipasaran, jangankan tidak dijual
bebas sudah banyak yang menjualnya apalagi kalau sudah legal. Hal itu terbukti,
bahwa kenyataannya di lapangan sudah banyak supermarket yang telah menjualnya,
begitupula hotel melati yang semestinya dilarang. Karena miras ini sangat
berbahaya apalagi di Kota Makassar yang kerap menjadikan miras ini sebagai
pelarian bagi anak muda untuk mabuk-mabukan sehingga mereka secara tidak sadar
melakukan aksi bejat pada orang yang tidak bersalah.
Nah,
adanya revisi perpres ini yang dilakukan oleh disperindak menjadikan “buah”
bibir ditengah masyarakat. Ada yang mendukung tapi lebih banyak tidak mendukung
karena dampak sosialnya yang sangat signifikan jika pelonggaran izin ini
dilakukan. Bahkan daerah-daerah tertentu bisa lebih kacau lagi karena sangat
mudah mendapatkan miras dan tidak ada lagi penggrebekan dilakukan aparat kepolisian
karena sudah legal dan siapa saja yang ingin mencicipinya tanpa ada rasa takut
lagi.
Padahal
yang
dimaksud dengan khamar di dalam Islam itu tidak selalu merujuk pada
alkohol. Yang disebut khamar adalah segala sesuatu minuman dan makanan
yang bisa menyebabkan mabuk, seperti dijelaskan dalam hadits berikut: “Setiap
yang memabukkan berarti khamr, dan setiap khamr hukumnya haram” (HR. Bukhary
dan Muslim). Sementara Islam bukan tidak mengetahui sisi manfaat khamar,
namun dalam pandangan Islam dampak kerusakan khamar dalam kehidupan manusia
jauh lebih besar dari manfaat yang bisa diperoleh. Hal ini dinyatakan di dalam
Al-Quran surat Al Baqarah ayat 219 yang artinya: “Mereka bertanya kepadamu
tentang khamar dan judi. Katakanlah: “Pada keduanya terdapat dosa yang besar
dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari
manfaatnya.” (https://obrolanislam.wordpress.com)
Akan
tetapi melihat kondisi yang ada sekarang dimana banyak ditemukan swalayan yang tidak
memiliki izin menjual minuman keras, tapi tetap menjual. Bahkan untuk menjual minuman keras, dibutuhkan tidak
hanya izin usaha saja dari Badana Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal (BPTPM)
saja. Akan tetapi harus ada Surat Izin Usaha Perdagangan Minuman Beralkohol
(SIUPBM) dan Surat Keterangan Penjualan Akhir (SKPA).
Pemerintah akan memperlancar
pengembangan toko ritel modern di daerah. Selama ini, toko ritel modern di
daerah sulit ekspansi karena hambatan aturan. Kemudahan diberikan dengan
merevisi Peraturan Presiden No. 112 tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan
Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern. "Kami tidak bisa
hanya merevisi Surat Edaran Menteri Perdagangan No 1310/2014 saja, kami akan
revisi Peraturan Presiden," kata Direktur Jenderal Perdagangan Dalam
Negeri Kementerian Perdagangan, Srie Agustina. (datariau.com).
Rencana pemerintah untuk merevisi
Perpres No. 112 tahun 2007 tersebut merupakan tindak lanjut dari dikeluarkannya
Paket Kebijakan Ekonomi oleh pemerintah beberapa waktu lalu, dimana kementerian
terkait akan melakukan deregulasi dan debirokratisasi sebanyak 134 aturan yang
sudah ada. Sesungguhnya permintaan untuk revisi tersebut disampaikan oleh
kelompok kerja deregulasi hanya untuk Surat Edaran Mendag No.
1310/M-DAG/SD/12/2014 tentang Perizinan Toko Modern, namun, jika hanya surat
edaran tersebut yang direvisi maka akan bertentangan dengan aturan diatasnya. "Kelompok kerja deregulasi menyatakan
bahwa surat edaran tersebut menghambat sehingga minimarket tidak bisa berdiri.
Namun, surat edaran itu tidak bisa menganulir peraturan yang lebih tinggi, maka
aturan diatas yang akan kita rubah," ujar Srie. (datariau.com).
Olehnya itu, perubahan ini perlu ditinjau
secara keseluruhan karena kapan keliru dalam merubah aturan itu, maka dampaknya
pasti dirasakan oleh masyarakat. Jangan sampai berfikiran alasan ekonomi tapi
dampaknya jauh lebih menggerogoti ekonomi karena menyangkut masalah kehidupan sosial
di tengah masyarakat. Jadi, merevisi aturan yang telah ada itu harus dipikir
dan dipertimbamgkan secara matang. Jangan sampai hanya karena berpikiran pendek
dan terburu-buru sehingga dapat merusak tatanan masyarakat yang telah tercipta.
Bahkan tatanan itu kerap sudah melenceng dari harapan banyak orang akibat ulah
segelintir manusia.
Mudah-mudahan revisi miras ini bisa
berdampak positif di tengah masyarakat. Sebab kalau berdampak sebaliknya, maka
yang rugi itu adalah masyarakat, sebab kita tahu bahwa miras ini biasanya
memberikan efek negative bagi penggunanya karena bisa saja menimbulkan
perkelahian jika sudah sama-sama mabuk. Yang untung siapa ? dan yang rugi siapa ? Jadi perlu
mencermati pelonggaran izin miras, karena dampaknya sangat luas. Semoga kemauan
atau keinginan pemerintah ini bisa ditinjau kembali. Semoga !
Tidak ada komentar:
Posting Komentar