Pesta demokrasi di tanah air yang tidak
lama lagi akan digelar secara serentak di seluruh Indonesia, sehingga didahului
dengan kegiatan debat calon bupati (cabup) dan calon wakil bupati (cawabup)
yang dilaksanakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Debat ini diperuntukkan kepada
masyarakat untuk melihat visi dan misi masing-masing calon yang disiarkan
langsung oleh televisi agar masyarakat yang tidak sempat menghadiri secara
langsung lokasi debat bakal ditonton lewat televisi. Hal tersebut untuk melihat
bagaimana skill yang dimiliki calon bupati dimasa datang. Sebab bupati itu
harus bisa memberikan solusi bila terjadi hal-hal yang kurang diinginkan di
tengah masyarakat.
Akan tetapi debat kali ini pun terkesan
kurang efektif lantaran bukannya untuk memberikan masukan atau program kerja
yang akan dilaksanakan nantinya, tapi kesannya hanya pintar beretorika sehingga
calon lainnya dapat melihat bahwa si “A” itu bisa. Padahal, kalau dipikir debat
ini tidak perlu dilakanakan karena masing-masing calon sengaja untuk menguji
dan bahkan bisa “menelanjangi” lawan debatnya sehingga tepuk tangan pun
menggema di ruangan debat.
Padahal, kalau dilihat secara seksama
maka debat ini bisa ditiadakan karena hanya sedikit sekali yang dapat dipetik
dari masing-masing calon, sementara anggaran yang digunakan setiap kali debat
itu puluhan juta, sehingga ada daerah menganggarkan hingga ratusan juta dengan
beberapa kali debat. Hal ini sama kalau menghamburkan uang rakyat tanpa ada
manfaatnya. Apalagi para calon bupati dan wakil bupati diberikan waktu yang
pajang dalam melakukan kampanye ke masyarakat. Tinggal bagaimana calon tersebut
memanfaatkan waktu yang ada agar bisa lebih dikenal dengan masyarakat.
Sebab banyak warga yang tidak kenal
calonnya secara dekat sehingga ini yang perlu diperlihatkan sehingga masyarakat
yang ada di daerah pelosok bisa melihat dan berkominikasi secara langsung agar
apa yang dikehendaki warga itu bisa ditampung. Jadi siapapun nantinya yang
terpilih sebagai orang nomor satu masing-masing sudah ada masukan dari masyarakat
sehingga ke depan langkah yang diambilnya lebih bijaksana dan mengenai sasaran.
Jangan seperti tahun-tahun yang lalu yang memang dibatasi oleh waktu sehingga
calon bupati ini sangat terbatas turun kelapangan untuk bersilaturrahim dengan
masyarakat.
Biasanya hanya tokoh-tokoh masyarakat
yang ditemui atau simpul-simpul di daerah tersebut, tapi mereka sudah bisa mengkalim dirinya memiliki
suara di daerah tertentu. Padahal, tokoh masyarakat yang ditemui itu bukanlah
suatu jaminan dalam memenangkan pemilihan di daerah itu. Sebab masing-masing
calon mendatangi tokoh masyarakat tersebut tanpa ada larangan dari calon
lainnya. Akan tetapi jika para calon ini terjun langsung dan berdialog dengan warga
tentunya bisa lebih dikenal, sehingga tidak perlu lagi diceritakan atau
didorong bahwa ini dan itu yang harus dipilih. Mereka sudah tahu dan paham
calonnya.
Akan tetapi kalau kita melihat aturan
yang ada sekarang, memang sudah digariskan bahwa debat calon bupati dan wabup
ini harus digelar apalagi sudah ditentukan anggarannya. Namun, bisa juga dilihat
bahwa setelah dilaksanakan sekali tapi malah kurang efektif maka itu bisa
ditiadakan dan uangnya dapat dikembalikan ke negara. Akan tetapi karena selalu
berdalih pada aturan yang ada bahwa sudah ada anggaran dan aturan dalam
pemilukada itu sudah jelas sehingga tidak bisa ditunda apalagi dihentikan.
Padahal kalau dipikir itu manusia yang membuatnya sehingga manusia juga bisa
merubahnya kalau manfaatnya kurang bagus.
Namun, manusia sebagai penyelenggara tentunya
momen seperti ini harus ditunggu karena sudah jelas anggarannya sehingga sisa anggaran
juga bisa dimasukkan ke dalam kantong pribadi karena semua pertanggungjawaban
sudah rampung. Nah, pemikiran seperti ini harusnya dihilangkan karena memanfaatkan
uang negara yang terkesan kurang manfaatnya dan ini sama saja kalau mubassir.
Nah, debat pemilukada ini efektifkah
dilanjutkan setelah melihat debat yang pertama itu. Padahal, kalau mau jujur
banyak calon bupati yang kurang menguasai forum sehingga mereka terkesan tidak
mampu beradu argument dengan lawan debatnya. Jadi kelihatan bahwa debat ini
tidaklah mendesak untuk dilaksanakan. Mending anggaran debat ini dialihkan
dengan kegiatan lain yang lebih bermaanfaat lagi. Begitu pula dengan alat praga
yang disiapkan oleh KPU juga terksan lambat sehingga ini juga dikeluhkan oleh
para calon atau kandidat bupati dimasing-masing daerah.
Olehnya itu, debat kandidat cabup dan
cawabup ini sama saja kalau menghambur-hamburkan uang negara karena hasil yang
akan didapatkan itu sangat minim sehingga tidak ada gunanya dilakukan kegiatan
ini. Pemerintah seharusnya berfikir panjang dan mampu melihat gejala yang ada.
Bisa dibayangkan kalau tahun ini ada kurang lebih 200 pemilihan bupati di
seluruh Indonesia dan satu kabupaten menggunakan aggaran ratusan juta, sehingga
secara keseluruhan itu miliaran bahkan triliuan yang dibutuhkan. Padahal itu
tidak penting dilakukan karena masing-masing calon telah menyiapkan anggaran
tersendiri dalam penyelenggaran pemilihan ini.
Jadi kalau negara juga siapkan sementara
para calon juga menyiapkannya maka itu sangat besar biayanya dalam satu kali pemilihan.
Wajar saja jika bupati yang terpilih nantinya yang pertama dikerja itu
bagaimana caranya mengembalikan uang yang dipakai kampanye sebelum memikirkan
pembangunan daerah yang dipimpinnya. Jadi tidak heran jika pada tahun pertama
belum ada pembangunan karena rata-rata anggaran diplintir untuk mengembalikan
dana kampanye. Maka korbanlah para pihak ketiga yang selalu dipotong
anggarannya, sehingga kerjanya juga tidak maksimal lantaran anggaran pertamanya
cukup tapi karena banyaknya potongan sehingga sangat kurang yang sampai pada
kontraktor. Wajar saja jika suatu pekerjaan campuran semennya bisa satu sembilan.
Olehnya itu, debat kandidat calon
bupati/calon wakil bupati ini bisa ditinjau ulang lantaran kurang efektif dalam
memaparkan program kerjanya kepada masyarakat termasuk visi dan misinya yang
diucapkannya itu. Belum lagi waktu yang digunakan cukup terbatas sementara
anggaran setiap kali penyelenggaran tergolong besar. Mudah-mudahan ini bisa
dipertimbangkan ke depan agar tidak terlalu boros dalam menggunakan uang negara.
Semoga !
Tidak ada komentar:
Posting Komentar