Rabu, 06 Desember 2017

Kebiri, Mungkinkah Mencegah Kekerasan Seksual ?



Di era keterbukaan saat ini berbagai kejadian melanda bangsa ini. Salah satunya adalah aksi kejahatan seksual yang diperlihatkan para generasi muda ini. Mereka melakukan secara “berjamaah” terhadap si korban, sehingga kerap tidak memiliki rasa prikemanusiaan terhadap sesamanya manusia. Kekerasan seksual yang terjadi belakangan ini semakin meningkat. Akan tetapi pemerkosaan yang dialami oleh Yuyun baru semua orang terbuka matanya bahwa betapa kejamnya aksi kejahatan tersebut. Mereka tidak segan-segan memperkosa korbannya lalu membuangnya ke suatu tempat yang dianggapnya aman dan tidak ditemukan oleh orang.

Kejadian itu membuat pemerintah merasa tertantang dan serius dalam menangani kejahatan seksual. Buktinya Presiden Joko Widodo belum lama ini menandatangani Peratutan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (perppu) Nomor 1 Tahun 2016  tentang perubahan ke 2 atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Perppu ini sangat baik dan cocok lantaran didalam isinya ada hukuman kebiri bagi pelaku pemerkosaan, hukuman seumur hidup dan bahkan hukuman mati. Adanya Perppu ini merupakan salah satu upaya atau dukungan untuk mengatasi maraknya aksi kekerasan seksual terhadap anak-anak. “Kejahatan seksual terhadap anak, telah saya nyatakan sebagai kejahatan luar biasa. Karena kejahatan ini mengancam dan membahayakan jiwa anak. Kejahatan luar biasa butuh penanganan yang luar biasa pula”, tegas Jokowi. (Fajar Mei 2016).
            Olehnya itu, penanganan aksi kejahatan seksual sudah mendapat angin segar dari seorang kepala Negara sehingga aparat penegak hukum diharapkan dapat menjalankan tugasnya dengan baik. Sebab kejahatan seksual sudah sangat meresahkan masyarakat, terutama bagi yang memiliki anak perempuan. Pasalnya kasus pemerkosaan terjadi dimana-mana saat ada waktu dan kesempatan sehingga ini sangat bagus dalam mencegah kejahatan seksual. Apalagi adanya hukuman kebiri. Meski diakui bahwa hukuman yang didapatkan itu mulai 10 – 20 tahun penjara, tapi itu masih dianggap sangat ringan bagi keluarga korban. Namun, dengan adanya perppu ini hukuman itu ada tambahan berupa hukuman seumur hidup dan bahkan hukuman mati.
Masalahnya kasus kejahatan seksual ini bukan hanya dilakukan oleh anak remaja tapi juga orang yang memiliki moral bejat. Buktinya beberapa anak kandungnya digagahi hingga melahirkan. Padahal sebagai orang tua dia wajib melindungi anaknya dari berbagai macam ancaman yang sewaktu-waktu dapat terjadi. Tapi apa lacur orang tua kandungnya yang merenggut keperawanan anaknya dengan suatu ancaman pembunuhan jika tidak mau melayani nafsu setannya sang ayah dan buka mulut. Nah, perppu ini sangat tepat diterapkan sesegera mungkin agar orang yang ingin berbuat jahat bisa berfikir panjang.
Jadi hukuman kebiri tentunya banyak mengundang terjadinya pro dan kontra di tengah masyarakat, sehingga perlu adanya kesadaran semua pihak untuk melihat secara positif. Kita tidak perlu berdebat dan mempersoalkan kebiri ini lantaran anak-anak kita sudah terancam jiwanya jika tidak ada aturan yang keras dalam menangani kejahartan seksual ini. Kalau memang mau selamat dari hukuman tersebut, maka tidak perlu melakukan pemerkosan terhadap orang yang tidak bersalah, kan sangat mudah menghindarinya ?
 Kebiri zaman sekarang berbeda dengan zaman purba. Dulu kebiri dilakukan dengan memotong seluruh alat kelamin pria. Sekarang, kebiri dilakukan dengan tindakan bedah atau kimia. Kebiri bedah dilakukan dengan cara memotong kelenjar testis pria. Sedangkan kebiri kimia dilakukan dengan memasukkan obat-obatan penurun hasrat seksual pria. (Fajar Mei 2016).
            Olehnya itu, hukum kebiri ini mungkinkah mencegah kekerasan seksual di tanah air. Sebab kalau kita melihat moral anak remaja sekarang ini sangat memprihatinkan karena mereka tidak segan-segan melakukan aksi kekerasan seksual tanpa pandang bulu. Yang jelas ada waktu dan kesempatan apalagi banyak cara dilakukan untuk bertemu terutama lewat media sosial atau face book. Biasanya berkenalan lewat face book itu sangat ampuh lalu janjian untuk ketemuan. Biasanya pertemuan awal itu terjadi aksi kekerasan seksual karena sang laki-laki langsung melancarkan aksinya tanpa ada perasan kasian dan bahkan diikuti dengan ancaman pembunuhan atau disumbat mulutnya.
Hal inilah yang harus diwaspadai sebab aksi kekekarsan seksual semakin tidak terkendali. Terlebih pengawasan orang tua terhadap anaknya terkesan sangat kurang sehingga anak tersebut terpengaruh dengan lingkungannya. Bisa dibayangkan kalau anak remaja melakukan pemerkosaan secara beramai-ramai lalu meninggalkan si korban begitu saja. Ini merupakan perbuatan yang sangat tidak terpuji dan wajar jika pemerintah segera merespon kejahatan seksual ini dengan mengeluarkan perppu yang telah diteken Presiden Joko Widodo. Mudah-mudahan dengan perppu ini diberlakukan dapat mencegah aksi kekerasan seksual di tanah air. Semoga !

Tidak ada komentar:

Posting Komentar