Jumat, 30 Januari 2015

Selamat Datang Menteri Maritim



Indonesia memiliki ribuan pulau yang tersebar seantero nusantara, sehingga dikenal dengan negara maritim. Tidak heran jika masalah kepulauan sangat krusial bila dicermati hingga saat ini. Persoalannya, pulau-pulau kecil dan besar yang ada di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) menjadi pembicaraan banyak orang. Apalagi bila mengingat kasus pulau yang diambil oleh negara tetangga Malaysia yaitu Pulau Sipadan dan Ligitan.
            Meski diakui bahwa persoalan pulau ini sering menimbulkan gesekan antar negara, bahkan antar provinsi seperti halnya yang terjadi antara Sulbar dan Kalimantan. Semua itu akibat adanya kepentingan yang terdapat  di dalamnya. Sehingga satu sama lain saling mengklaim masuk dalam wilayahnya.

Jika kita mengamati dan memperhatikan wilayah Indonesia yang cukup luas itu sehingga tidak salah memang  kalau persoalan pulau ini menjadi salah satu pemicu munculnya ketegangan baik antar provinsi maupun antar Negara. Apalagi Indonesia memiliki pulau-pulau kecil berada pada posisi terluar sebanyak 92 pulau, sedangkan 67 pulau diantaranya yang  berbatasan langsung dengan negara tetangga sebagai pulau-pulau kecil perbatasan, seperti Malaysia, Thailand, Singapura, Vietnam, Australia, India, Timor Leste, Filipina dan Papua Nugini. Kesemuanya itu berpotensi untuk menimbulkan konflik bila pengelolaannya kurang maksimal.
Pasalnya, pulau ini banyak yang ingin memilikinya lantaran pulau itu mempunyai prospek yang dapat menghasilkan “Dollar” bila dikelola dengan baik dan profesional, karena wilayahnya cukup menjanjikan masa depan. Namun, kepedulian para penentu kebijakan di negeri ini kurang perhatian terhadap potensi tersebut.
Akan tetapi dengan bergantinya pemimpin bangsa ini, maka kebijakan pun pasti berubah. Meski tidak semuanya tapi itu sudah pasti terjadi perubahan. Salah satunya adalah mencuatnya Kementerian Maritim yang digagas kepemimpinan Jokowi-JK. Hal ini membuktikan bahwa sumber daya alam laut memang harus diperhatikan dalam pengelolaannya. Sebab banyak SDA laut tapi dicuri oleh tamu tak diundang. Padahal jika mampu kita menjaganya maka itu sangat luar biasa untuk membangun negeri ini.
            Memang diakui bahwa pulau-pulau kecil perbatasan Indonesia  memiliki nilai strategis sebagai titik dasar dari garis pangkal kepulauan Indonesia dalam penetapan wilayah perairan Indonesia, Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) dan Landasan Kontinen Indonesia, juga sekaligus sebagai pengaman NKRI, sehingga perlu dilakukan pengelolaan pulau-pulau kecil perbatasan dengan memperhatikan keterpaduan pembangunan sosial, ekonomi, budaya  hukum, SDM, pertahanan dan keamanan.
Berdasarkan data P2SDKP DKP selama tahun 2008 telah tertangkap kapal ikan asing sebanyak 189 kapal yang terdiri dari kapal-kapal ikan Thailand, Vietnam dan Malaysia. Dengan demikian maka lebih dari Rp 600 miliar kerugian negara yang dapat diselamatkan. Ini berarti terjadi peningkatan hasil tangkapan dimana selama tahun 2007 telah tertangkap sebanyak 185 kapal ikan asing dengan kerugian negara yang dapat diselamatkan sebanyak Rp 120 miliar. (Demersal, November 2008). 



Olehnya itu, adanya kementerian Maritim nantinya akan fokus pada persoalan laut dan kepulauan sehingga kasus-kasus masa lalu tidak terulang lagi. Seperti kasus Sipadan dan Ligitan yang diambil negera tetangga Malaysia. Jika menteri maritim ini bekerja dengan baik tentunya pencurian ikan bisa diminimalisir agar kekayaan alam laut kita bisa diselamatkan. Karena selama ini meski adanya menteri yang mengurusi laut tapi masih kurang maksimal. Bahkan terkesan bahwa persoalan laut masih dianggap sebelah mata dan diurus setengah hati.
Bagaimana mau negara ini maju kalau persoalan kelautan saja tidak bisa diurus, sementara kita tahu bahwa 70 % luas wilayah laut dibanding daratan, sehingga wajarlah kalau persoalan ini wajib untuk difokuskan pengelolaannya. Untuk itu, kabinet pemerintahan Jokowi-JK lima tahun ke depan akan memperhatikan nelayan dan potensi kelautan yang bisa dikelolah secara profesional agar hasilnya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Kalau kita melihat data yang ada bahwa hasil pencurian ikan miliaran bahkan triliunan setiap tahunnya. Ini membuktikan bahwa SDA laut itu sangat besar, tapi kurang dijaga sehingga pencuri bebas berkeliaran dalam wilayah Indonesia. Untuk menghalau hal tersebut maka pemerintah harus berkomitmen untuk mengurusnya dan tidak tanggung-tanggung lagi harus mengalokasikan anggaran untuk pembiayaan kapal patroli baik untuk Angkatan Laut maupun Polisi Perairan untuk menjaga wilayah laut ini.
Pasalnya, saat ini jumlah armada kapal patroli tidak sebanding dengan luas wilayah laut. Hal itu pun tidak sesuai dengan kondisi yang ada sekarang karena kapal-kapal patroli ini selain sudah berumur juga tidak mampu menyaingi kapal-kapal pencurian ikan dari luar negeri yang canggih. Jadi untuk mengejarnya tidak bisa menangkap karena kalah cepat dengan kapal luar negeri.
Kalau kita melihat luas wilayah Indonesia harusnya disiapkan 1.000 - 1.500 buah kapal patroli baru bisa diamankan dari pencuri ini. Kalau hal ini tidak dilakukan, maka apalah artinya menteri maritim kalau persoalan kelautan tidak bisa dituntaskan. Adanya kementerian Maritim ini tentu tidak lain untuk memberikan perhatian kepada wilayah laut yang memiliki potensi SDA luar biasa.
Untuk itu kepemimpinan Jokowi-JK ini merupakan tantangan besar, karenaa persoalan alat patroli itu masih dianggap bukan prioritas padahal asal mulanya pencurian ikan ini karena dianggap bahwa pengamanan wilayah perairan Indonesia tidak ketat bahkan sangat longgar, sehingga siapa pun bisa mencuri ikan tanpa diketahui oleh pihak keamanan. Belum lagi pulau-pulau yang banyak tersebar tanpa ada penghuninya, sehingga ini pun sangat potensi untuk dijadikan sebagai tempat persembunyian bagi pencuri ikan.
Olehnya itu, adanya kebijakan untuk membentuk kementerian maritim itu merupakan angin segar bagi pelaku di bidang perikanan dan kelautan, sehingga ke depan benar-benar dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Semoga !

Tidak ada komentar:

Posting Komentar