Minggu, 25 Maret 2018

Perlukah Cagub Melibatkan Massa Saat Mendaftar di KPU ?



Tahun ini (2018) dikenal dengan tahun politik. Hal tersebut tidak terlepas dengan dihelatnya pilkada di seluruh Indonesia. Pemilihan Gubernur, Walikota dan Bupati diberbagai daerah di tanah air termasuk di Sulawesi Selatan (Sulsel). Pilkada di Sulsel selain pemilihan gubernur (pilgub) juga digelar pilkada di beberapa kabupaten/kota sehingga ini menjadi pesta demokrasi yang semarak. Pasalnya, pilkada yang dilangsungkan secara serentak ini membuat para kandidat kerja keras untuk mencari simpati masyarakat.
Betapa tidak, jika para calon pemimpin di daerah masing-masing yang melaksanakan pilkada tidak terlepas dengan masyarakat. Hal tersebut terbukti saat para calon gubernur dan wakil gubernur mendaftar di Komisi Pemilihan Umum (KPU) membawa massanya, sehingga kemacatan pun tidak terhindarkan. Oleh karena itu, pilkada bakal digelar ini membuat sebagian warga terpaksa harus bersabar jika perjalanannya melintasi KPU tempat pendaftaran para calon pemimpin daerah.

Namun, perlu dipahami bahwa para bakal calon pemimpin itu sebaiknya tidak perlu melibatkan massa karena dapat mengganggu kelancaran arus lalu lintas. Meski kita pahami bahwa pendaftaran di KPU selama ini selalu melibatkan massa, sehingga ini menjadi aturan yang tidak tertulis bagi masyarakat. Padahal, seorang calon pemimpin tidak perlu melibatkan massa karena biar bagaimanapun massa tidqk diizinkan masuk semua di kantor KPU. Jadi apalah artinya membawa massa kalau hanya jadi penonton.
Massa atau masyarakat yang mempunyai keinginan untuk mengantar calon pemimpin tersebut bisa diurungkan karena hanya membuang-buang biaya dan tenaga. Sebab hanya sebatas mengantar yang juga belum tentu serius dalam hal pemilihan. Memang diakui bahwa selama ini banyaknya massa yang ikut mengantar calon gubenrur, walikota dan bupati itu bukan suatu jaminan di dalam penjoblosan. Mereka hanya ini berhura-hura dan memperlihatkan dukungan, tapi belum tentu itu menjadi pilihannya.
Biasa ikut mengantar kalau ada uangnya, termasuk saat melakukan kampanye. Sebab pengalaman di lapangan dimana calon yang satu melaksanakan pendaftaran maka masyarakat ikut berbondong-bondong mengantar. Namun calon yang satunya juga melakukan pendaftaran, maka masyarakat kembali lagi ikut mengantar dengan calon lainnya. Hal ini membuktikan bahwa ada masyarakat yang suka ikut dalam meramaikan para calon kandidat ini. Tapi penentuannya tetap dibilik suara.
Meski mereka rama-ramai ikut mengantar pada saat pendafataran di KPU tapi itu belum tentu mereka memilihnya. Meski secara kasat mata mereka adalah pendukungnya, tapi belum tentu itu menjadi jaminan seratus persen untuk memilihnya. Sebab masyarakat juga sudah pintar menentukan calon pemimpinnya mana yang pantas dipilih atau tidak. Jadi pendaftaran bakal calon pemimpin ini sebaiknya tidak melibatkan masyarakat, karena selain membutuhkan biaya juga dapat menghambat masyarakat lainnya dalam perjalanan karena macet.
Sebab mendaftar itu tidak butuh orang banyak lantaran yang bersangkutan langsung masuk kantor KPU dan diterima oleh pengurusnya.  Olehnya itu, bisa diingat saat mendaftar di sekolah atau perguruan tinggi kan tidak ada yang temani. Jadi ingatlah waktu mereka berjuang untuk menuntut ilmu, begitu pula kalau ingin menjadi pemimpin, maka tidak perlu melibatkan orang banyak. Kalau ini dilakukan oleh para kandidat maka itu menjadi kemajuan dalam pesta demokrasi. Sebab tidak ada masalah jika para kandidat ini membawa dirinya sendiri dalam melaksanakan tahapan pemilihan gubernur, walijkota dan bupati.
Jadi para kandidat lebih baik melaksanakan kewajibannya tanpa melibatkan masyarakat. Walaupun tetap ada masyarakat yang memaksa untuk ikut tapi bisa dikomunikasikan bahwa tidak perlu ada pengantaran sebab lebih banyak kurang baiknya dibanding kebaikannya di tengah masyarakat. Kalau dilakukan tentunya berbeda dengan pemilihan sebelumnya yang sengaja memperlihatkan massanya pada lawan politiknya. Karena pengerahan massa itu biasanya gengsi dan ajang penampilan. Sebab mengerahkan massa itu adalah suatu kebanggan tersendiri bagi yang memiliki massa banyak.
Mengerahkan massa yang banyak merupakan salah satu prestise bagi calon tertentu. Sebab massa banyak berarti setidaknya ini mencerminkan bahwa banyak yang suka, meski kenyataannya di lapangan atau penentuan suara tidak sesuai dengan kenyataan. Wajar saja jika banyak calon kandidat setelah pemilihan dan kalah merasa menyesal dan termenung lantaran tidak sebanding dengan saat mendaftar atau kampanye yang massanya sangat banyak, tapi perolehan suaranya sangat sedikit. Hal inilah yang membuat calon kalah langsung streses dan tidak sedikit mengalami gangguan jiwa.
Jadi massa bukan akhir segalanya, sehingga saat pendaftaran seharusnya dirubah itu kebiasaan lama agar kelak kalau memang kalah dalam pertarungan itu tidak terlalu menyakiti hati. Sebab secara mental ini bisa membawa kekecewaan yang mendalam. Jadi mulai tahun politik ini, perubahan calon kandidat ini bisa merubah kebiasaannya untuk tidak mengerahkan massa dalam pendafataran di KPU.
Semoga pendafataran para calon pemimpin daerah bisa merubah imej masyarakat, sehingga ke depan tidak lagi banyak membutuhkan biaya dan menerima kekecewaan. Semoga !

Penulis adalah Ketua Umum Ikatan Penulis Indonesia Makassar (IPIM) Sulsel

Tidak ada komentar:

Posting Komentar