Minggu, 25 Oktober 2015

Lingkaran Setan Pemberantasan Begal



Meski begal sudah mendapat sorotan dari berbagai kalangan, sehingga begal ini sudah dianggap sangat meresahkan masyarakat. Sebab bukan hanya aksinya yang dilakukan di kota tapi juga di pasar-pasar di kabupaten sehingga ini sangat mengganggu aktifitas masyarakat.
Akan tetapi begal ini tampaknya tidak akan menyerah dengan aksinya itu, walaupun petugas kepolisian sudah menjaring beberapa begal yang didominasi oleh pelajar atau anak dibawah umur ini. Mereka rata-rata melakukan begal hanya untuk besenang-senang. Bahkan ada begal yang didor akibat melawan petugas. Ironisnya, ada begal merupakan anak dari salah satu dokter yang ada di Kota Makassar, padahal seharusnya anak tersebut tidak perlu terlibat dalam kelompok begal karena melihat orang tuanya yang memiliki profesi seorang dokter.

Tapi apa lacur, begal ini memang terkesan sangat susah diberantas lantaran yang melakukan begal itu bukan anak sembarang, tapi orang tuanya tergolong orang berada (mampu) dan bahkan memiliki pangkat dan jabatan, sehingga untuk memberantasnya itu sangat sulit. Sebab siapa yang berantas dan siapa yang diberantas, mereka sama-sama anak pejabat. Jadi begal ini sangat pandai berkelit ketika akan ditangkap. Bahkan mereka rata-rata memberikan perlawanan sehingga aparat langsung melesatkan tima panas pada bagian kakinya.
Akan tetapi pemberantasan begal ini masih seperti itu. Walaupun sudah ada beberapa yang tertangkap tapi tampaknya bukan suatu halangan untuk melakukan aksi kejahatannya itu. Malah ada begal yang ditangkap pada pagi harinya, sore hari kembali berkeliaran. Ada apa dengan begal ? bukankah ini masuk dalam lingkaran setan pemberantasan begal ? kalau terus seperti yang dilakukan petugas, maka jaminan rasa aman untuk masyarakat itu terkesan terabaikan, sehingga yang merasakan adalah tetap masyarakar terutama bagi mahasiswa yang sering pulang malam.
Tidak heran jika masyarakat sudah mulai gerah dan melakukan pengadilan jalanan untuk mengadili para begal yang tertangkap basah ini. Memang diakui bahwa masyarakat yang melakukan pengadilan jalanan itu tidak bisa dihindari lantaran masyarakat sudah resah dengan tindakan para begal ini dan petugas dianggap kurang mampu “membersihkan” begal secara tuntas sehingga pegadilan jalan itu muncul secara tidak terduga.
Nah, kalau ini sudah menjadi suatu pengadilan yang dianggap adil bagi masyarakat, maka begal ini akan mendapatkan perlawanan keras dari masyarakat. Siapa sangka jika masyarakat sudah melakukan pengadilan jalanan itu berarti petugas seolah-olah tidak dianggap lagi mampu mengatasi ketakutan masyarakat ini. Sebab kebanyakan masyarakat yang tidak bersalah menjadi korban tanpa tahu menahu kesalahannya. Bahkan tidak jarang melakukan perlawanan untuk mempertahankan barang miliknya tapi mereka tetap kalah karena begal ini bukan hanya seorang diri tapi paling kurang dua orang hingga empat orang.
Jadi sangat susah memang kalau untuk melakukan perlawanan jika hanya sendiri terlebih jika hanya seorang perempuan. Jadi begal seharusnya tidak diberi ampun. Tidak perlu menengok kebelakang karena adanya aturan atau undang-undang perlindungan anak. Sebab rata-rata begal dilepas oleh petugas kepolisian lantaran berlindung pada UU perlindungan anak. Padahal, kalau memang itu sudah membunuh atau merampok bukan lagi anak-anaknya yang dilihat tapi prilakunya atau tindakannya yang menghilangkan nyawa seseorang, sehingga harus diberi hukuman sesuai dengan tingkat kesalahannya.
Akan tetapi petugas tidak bisa berbuat banyak sebab selain undang-undang perlindungan anak, juga karena kebanyakan pelaku begal adalah anak pejabat sehingga ini menjadi lingkaran setan pemberantasan begal. Memang para petinggi sudah menginstruksikan pemberantasan begal, tapi masih tetap ada yang “main mata” antara petugas dengan para begal, sehingga hanya ditangkap untuk dilepas tanpa ada beban. Jadi apalah artinya jaminan keamanan oleh petugas bagi masyarakat kalau begal ini tetap melakukan aksinya.
Olehnya itu, begal yang selama ini meresahkan masyarakat seyogyanya petugas benar-benar melakukan pemberantasan begal tanpa pilih merek atau melihat anak siapa ini. Sebab kalau itu masih tetap berlaku berarti mereka tidak tuntas dalam menangani begal. Padahal begal itu selain sudah mencoreng nama baik Kota Makassar juga sudah banyak jatuh korban. Hal ini harus diperhatikan karena aksi yang kurang terpuji itu selalu mendapat tanggapan dari berbagai kalangan dan bahkan orang luar Sulsel pun sudah membicarakan tentang begal ini.
Padahal daerah kita tergolong masih menganut istiadat yang masih cukup dibanggakan yaitu “Siri Na Pesse”. Tapi sekarang sepertinya budaya tersebut mulai luntur lantaran banyak anak muda yang kurang bermoral dalam mengarungi kehidupan ini. Apalagi adanya serangan atau pengaruh budaya barat sangat gencar sehingga budaya kita sendiri mampu “dirontokkan” sehingga wajar jika sebagian besar anak muda sudah mulai arogan bagi orang tua atau yang dituakan. Mereka hanya melihat seperti biasa-biasa saja tanpa ada penghormatan lagi bagi yang tua.
Nah, disinilah rasa sipakatau ini yang menjadi problem di tengah masyarakat sehingga begal melakukan aksinya tanpa rasa malu jika tertangkap. Rasa malu yang dimiliki hanya sedikit saja sehingga mereka selalu bebuat onar diberbagai kesempatan tanpa pandang bulu. Aksi begal dilakukan jika ada waktu dan kesempatan tanpa memilih korban. Siapa yang lengah pasti akan dapat akibatnya, sehingga masyarakat diminta selalu waspada.
Olehnya itu, mari kita sadari bahwa aksi begal yang dilakukan kelompok remaja ini  sudah melampaui batas prilaku sebagai anak remaja, sehingga harus diberantas hingga ke akar-akarnya tanpa pilih merek. Jangan ada kesan bahwa lingkaran setan pemberatsana begal di daerah ini, sehingga begal yang diperangi oleh warga, tetap memakan korban. Semoga pihak keamanan bisa melakukan pemberantasan dengan baik agar warga kembali tenang dan tidak ada rasa was-was disetiap aktivitasnya terutama pada malam hari. Semoga!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar