Senin, 05 Oktober 2015

Keteledoran Petugas atau Jamaah Bandel (Catatan tercecer tentang Tragedi Mina)



Menunaikan ibadah haji di Mekkah merupakan impian semua ummat muslim di dunia, namun tidak semua impian itu seketika terwujud. Pasalnya, naik haji bagi warga Negara Indonesia masih jauh dari harapan karena adanya antrian yang begitu panjang hingga tiba pada gilirannya. Harapan itu selalu dinanti dan ditunggu bagi orang yang sudah mendaftar tapi karena keadaan atau aturan yang menghendaki harus antri.
Akan tetapi, setelah tiba gilirannya untuk berangkat maka bersyukurlah mereka. Namun karena kehendak yang maha kuasa selalu berkata lain, sehingga jamaah haji tahun ini mendapat musibah. Hal itu tidak terpikirkan oleh Jamaah Calon Haji (JCH) ketika berada di tanah Suci Mekah, sehingga dipikirannya mungkin beranggapan bahwa tidak ada musibah yang terjadi di tanah suci lantaran Allah telah menghindarkannya. Akan tetapi musibah tersebut tetap ada dan terjadi bagi ummat muslim yang lagi melaksanakan kewajibannya. Musibah yang pertama adalah jatuhnya Crane yang menelan ratusan korban jiwa. Sedangkan musibah kedua adalah Tragedi Mina  yang juga tidak kalah hebatnya dalam merenggut nyawa bagi JCH ini.

Meski diketahui bahwa Tragedi Mina kali ini menelan korban kurang lebih 100 orang akibat adanya kesalahan atau keteledoran dari petugas kepolisian di Mekah. Ataukah memang jamaah yang bandel dan tidak mau mengikuti aturan tersebut sehingga mereka menjadi korban.
Memang diakui bahwa tragedi mina sangat disayangkan oleh semua pihak lantaran tragedi semacam ini sudah pernah terjadi. Dimana pada tahun 1990 tragedi mina (terowongan mina) juga terjadi yang menelan ribuan korban jiwa, sehingga ini menjadi pelajaran bagi kita semua. Akan tetapi, tragedi mina kembali terulang sehingga ini merupakan pertanda buruk atas kinerja kepolisian ataukah pertanda bandelnya jamaah haji.
            Bahkan bisa juga sebagai “hukuman” bagi orang-orang yang menunaikan ibadah haji dengan menggunakan uang yang belum “disucikan” sehingga diberikan peringatan oleh Tuhan. Hal tersebut bisa saja terjadi lantaran banyaknya antrian jamaah untuk mendapatkan giliran sehingga mencoba melalui jalan pintas dengan adanya istilah “pelicin” untuk memuluskan jalannya. Apalagi pemerintahan kita selalu menganut istilah pelicin bagi yang ingin cepat menunaikan ibadah haji, sehingga semua urusan bisa dipermak seolah-olah sesuai dengan prosedur yang berlaku dan berjalan dengan baik tanpa ketahuan oleh siapapun.
Namun, hal itu bukanlah sesuatu yang mutlak tapi kemungkinan besar itu adalah ketidak siapannya petugas atau kepolisian di Mekkah untuk menerima Tamu Allah ini, sehingga tidak bisa mengatur jamaah yang mencapai jutaan orang dari seluruh dunia. Meski semua kloter tetap memiliki pembimbing haji, tapi karena petugasnya terbatas sehingga sangat susah mengendalikan jamaah yang begitu banyak dan membludak dan tergesah-gesa ingin melempar sehingga jamaah lainnya tertabrak terutama yang memiliki postur yang tinggi besar menerobos jamaah lainnya.
Belum lagi adanya petunjuk yang simpang siur dari kepolisian Arab untuk memberikan petunjuk kepada jamaah calon haji sehingga mereka terjebak di perempatan jalan. Padahal, kalau memang petugas benar-benar siap, maka hal tersebut tidak perlu terjadi lagi karena jalan menuju pelemparan sudah diperlebar dan bahkan katanya bisa menampung jamaah hingga lima juta orang, sementara jamaah tahun ini hanya dua juta orang, sehingga ini jauh diluar over kapasitas. Tapi itulah kenyataan yang terjadi, sehingga ini juga harus menjadi catatan tersendiri bagi kita semua guna mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan dimasa akan datang.
Sebab jangan sampai tragdi mina ini masih terulang lagi dimasa datang kalau kesiapan seluruh petugas tidak siap. Sehingga persoalan kecil saja bisa menyebabkan bencana besar hanya karena dianggap enteng. Olehnya itu, perlunya ada persiapan yang matang juga adanya pembicaraan yang serius dan harus dipertegas dengan pihak Arab Saudi lantaran Indonesia memiliki jumlah jamaah haji terbanyak setiap tahunnya untuk menunaikan ibadah haji, sehingga penentu kebijakan harus benar-benar melakukan tugasnya dengan baik termasuk para petugas haji di lapangan.
Pasalnya, petugas haji ini diharapkan mampu memberikan petunjuk bagi seluruh jamaah khususnya kloter yang memang merupakan tanggungjawabnya. Jangan sampai tugas tersebut diabaikan atau kurang diperhatikan sehingga jamaah haji merasa mengurus dirinya sendiri sehingga mereka mengambil jalan pintas. Begitupula jamaah yang sok pintar tidak perlu melakukan kegiatan atau tindakan yang tidak terpuji, meski tahu tapi ikutilah aturan yang ada. Sebab jika hal itu dilakukan maka bisa saja terjadi perasaan sombong dan  berbangga diri karena merasa sudah hafal jalannya sehingga mencari jalan pintas, padahal bukan untuk jamaah Indonesia yang diperuntukkan.
Olehnya itu, kejadian seperti ini merupakan pelajaran berharga bagi semua pihak sehingga dimasa akan datang tidak terulang lagi. Sebab sedikit saja berbuat kesalahan akibatnya sangat besar dan itu bisa terjadi bagi orang yang tidak bersalah. Jadi pengertian dan kesabaran menjadi kunci utama dalam menjalankan ibadah haji di Mekkah, tidak perlu ada perasaan hebat diantara jamaah lainnya sehingga satu saja yang berbuat kesalahan, maka imbasnya bisa terjadi kepada orang lain yang tidak bersalah.
Mudah-mudahan pelaksanaan haji tahun depan dapat mengambil hikmah dari  tragedi atau musibah yang terjadi di Mekkah, sehingga semua orang mawas diri tanpa ada rasa kesembongan yang diperlihatkan. Mau atau tidak harus kita akui bahwa kecerobohan yang dilakukan seseorang bisa berakibat fatal bagi orang lain, sehingga kesabaran dan ketaatan dalam menjalankan ibadah itu sangat diperlukan demi untuk mendapatkan haji  mabrur.  Semoga !

Tidak ada komentar:

Posting Komentar