Kamis, 19 Februari 2015

Poros Maritim dan Nelayan Kecil



Indonesia dikenal sebagai Negara maritim karena memiliki luas laut yang sangat fantastis, bahkan luasnya mencapai 70 persen dari luas daratan sehingga Presiden Joko Widodo melontarkan gagasan tentang poros maritim dan mendapat respon dari  berbagai kalangan, baik dalam negeri maupun luar negeri. Gagasan ini sangat menyejukkan hati semua orang terutama bagi pelaku ekonomi kelautan baik nelayan besar maupun nelayan kecil.
Betapa tidak, jika poros maritim bisa segera diwujudkan untuk menjadi sebuah pembangunan yang tangguh, apalagi Bangsa Indonesia adalah bangsa pelaut. Wajar saja jika gagasan Presiden ini banyak yang bermimpi untuk segera menjadi kenyataan karena tanpa adanya keseriusan dalam menjalankan gagasan tersebut tentunya ini hanya menjadi sia-sia dan berubah menjadi sebuah catatan kecil yang pernah ditulis.

Memang diakui bahwa kegelisahan dan keinginan Presiden Jokowi untuk mengembalikan kejayaan bangsa ini sebagai pelaut tetap membara. Sehingga ini perlu dukungan semua pihak untuk sama-sama dalam memperbaiki semua lini.
"Usahakanlah agar kita menjadi bangsa pelaut kembali. Ya, bangsa pelaut dalam arti seluas-luasnya. Bukan sekedar menjadi jongos-jongos di kapal, bukan. Tetapi bangsa pelaut dalam arti kata cakrawala samudera. Bangsa pelaut yang mempunyai armada niaga, bangsa pelaut yang mempunyai armada militer, bangsa pelaut yang kesibukannya di laut menandingi irama gelombang lautan itu sendiri." (bakosurtanal.go.id)
Itulah penggalan pidato Presiden Pertama RI Soekarno pada tahun 1953. Pidato tersebut tampaknya sangat relevan untuk diwujudkan pada pemerintahan Joko Widodo - Jusuf Kalla (2014-2019). Hingga kini kita masih memiliki sejumlah masalah besar yang perlu segera diatasi sebelum kita mampu mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia.
Olehnya itu, gagasan poros maritim ini perlu dukungan semua pihak agar apa yang dicanangkan itu bisa terwujud. Sebab dari awal pemimpin Indonesia sudah bertekad untuk menjadikan negara dan bangsa ini sebagai sesuatu yang besar sehingga bangsa luar dapat melihat kebesaran bangsa Indonesia yang bisa disegani dari segala sektor.
Akan tetapi, keberadaan bangsa ini terutama sektor kelautan dan perikanan masih tergolong memprihatinkan. Pasalanya, luas laut dan kekayaan alam yang dimiliki, tapi itu terkesan hanya sebuah nama karena ikannya masih tetap dicuri oleh nelayan dari luar negeri. Hal ini sangat menyedihkan sebagai negara maritim yang tidak mampu kita kendalikan dan menjaga keberadaannya.
Bayangkan, kejahatan illegal fishing yang dilakukan oleh ribuan kapal asing terus saja marak terjadi. Data Badan Pemeriksa Keuangan (2013) menunjukkan, potensi pendapatan sektor perikanan laut kita jika tanpa illegal fishing mencapai Rp. 365 triliun per tahun. Namun, akibat illegal fishing, menurut hitungan Kementerian Kelautan dan Perikanan (2011), pendapatan tersebut hanya berkisar Rp. 65 triliun per tahun. Jadi ratusan triliun rupiah devisa negara hilang setiap tahun.( bakosurtanal.go.id)
            Melihat banyaknya pencurian ikan di laut maka mau atau tidak pemerintah harus segara mengantisipasinya untuk mewujudkan poros maritim sebagai sebuah kejayaan dimasa datang. Namun, bukan hanya itu yang menjadi perhatian, tapi juga bagaimana nasib nelayan kecil yang masih memiliki armada sangat terbatas. Memang diakui bahwa sudah ada nelayan yang memiliki kapal tapi kapalnya masih berukuran kecil sehingga belum mampu mengarugi lautan lepas untuk mencari ikan.
Bahkan nelayan yang hanya memiliki perahu sampan yang jumlahnya sangat besar sehingga ini juga perilaku dipikirkan. Apalagi adanya kebijakan Kementerian Kelautan Perikanan (KKP) yang tertuang dalam bentuk Peraturan Menteri (permen) No. 1 Tahun 2015 tentang larangan menangkap kepiting bertelur. Hal ini pula menjadi salah satu persoalan yang harus segera diselesaikan meski kebijakan itu tujuannya sangat bagus agar biota laut tetap terjaga sehingga yang bisa ditangkap dengan ukuran tertentu.
Semakin berkurangnya populasi kepiting dan lobster sudah mulai terlihat di dua tempat yaitu di Simeuleu, Aceh dan Pangandaran, Jawa Barat. Susi yang juga mantan pengusaha ikan di kedua tempat itu mengatakan, jumlah tangkapan kepiting dan lobster menurun tajam."Di Simeuleu sekarang ini, sudah susah dapat yang betina. Hasil tangkap lobster di Pangandaran Selatan tahun 2005 lalu 2-3 ton per hari, sekarang tidak sampai 1 kwintal," paparnya. (detikfinance)
Olehnya itu, adanya Permen ini yang mengatur regulasi ekspor biota laut sangat bagus lantaran menjaga keberlanjutan dimasa datang. Meski disisi lain pihak perusahan yang bergerak disitu merasa tidak nyaman dengan adanya peraturan ini karena mereka sudah dibatasi kebebasannya dalam menangkap rajungan di alam.
Begitupula dengan nelayan kecil yang pekerjaan setiap harinya hanya menangkap ikan, lobster dan rajungan di dekat pesisir karena keterbatasan armada, sehingga ini harus diperhatikan mengingat pemerintah ingin meningkatkan penghasilan para nelayan tersebut.
Penangkapannya diperbolehkan, asalkan tidak dalam kondisi sedang bertelur dan sesuai dengan ukuran minimum yang sudah ditetapkan dalam peraturan. Adapun ukuran yang diperbolehkan yakni Lobster dapat ditangkap dengan ukuran panjang karapas di atas 8 cm, Kepiting di atas 15 cm dan Rajungan dengan ukuran lebar karapas di atas 10 cm. "Pembatasan penangkapan ini dilakukan karena keberadaan dan ketersediaan ketiga spesies itu telah mengalami penurunan yang drastis," ungkap Susi. (kotaikan.blogspot.com).
            Olehnya itu, nelayan yang setiap harinya mencari ikan dan biota laut lainnya di daerah pesisir pantai menjadi perhatian untuk menyelamatkannya dengan menjadikan Indonesia sebagai poros maritim. Persoalannya, jangan sampai poros maritim ini menjadi pemicu terjadinya konflik di tengah laut kalau nelayan kecil tidak difikirkan nasibnya. Memang keinginan pemerintah untuk memperbaiki kehidupan masyarakat terutama bagi masyarakat pesisir (nelayan) yang hidupnya masih pas–pasan, tapi dengan poros maritim diharapkan bisa mengubah semuanya untuk menjadi yang terbaik. Semoga !

Tidak ada komentar:

Posting Komentar