Air merupakan salah satu kebutuhan
manusia yang paling “sakral”. Pasalnya, tanpa adanya air maka seluruh kehidupan
di alam ini tidak akan mungkin terjadi, lantaran semua kehidupan harus disertai
dengan air. Namun, bila air terlalu banyak tentunya juga kurang baik karena
bisa dikatakan mubassir. Memang sangat ironi bahwa disisi lain air itu sangat
dibutuhkan, tapi disisi lain pula air juga dapat membawa “bencana”. Seperti
beberapa tahun lalu yang terjadi dibanyak daerah misalnya Sinjai, Palopo dan
beberapa daerah di luar Sulsel.
Olehnya itu, peran manusia di alam
ini untuk dapat memanfaatkan sebaik-baiknya
air yang ada, sehingga dapat berniali tambah dalam kehidupan masyarakat dan
bahkan dapat meningkatkan kesejahteraan bila dikelola dengan baik. Apalagi
potensi sumber air tawar di daerah ini sangat banyak dan itu menandakan bahwa
Sulawesi Selatan memiliki prospek yang cerah lewat pemanfaatan sumber air tawar
yang ada.
Hal itu terlihat dengan banyaknya perairan
yang dimiliki negeri ini baik perairan
laut maupun perairan umum (air tawar),
sehingga potensi perairan tersebut sangat baik untuk kegiatan penangkapan (capture) maupun budidaya (culture). Tidak salah jika potensi
tersebut mencapai 65 juta ton per tahun.
Dimana potensi 65 juta ton tersebut 57,7
juta ton merupakan potensi perikanan budidaya. Hal ini tidak bisa dipungkiri
bahwa prospek budidaya ikan di tanah air cukup menjajikan.
Dengan demikian, maka tidak salah jika usaha budi daya menjadi
andalan produksi perikanan Indonesia di masa depan, karena produksi perikanan
dari hasil tangkapan dibatasi oleh aturan yang ada. Apalagi banyaknya
penangkapan yang tidak ramah lingkungan sehingga sumber daya alam mengalami
kerusakan yang serius.
Memang diakui bahwa untuk
mengandalkan hasil tangkapan ikan dari laut tentunya ada beberapa kendala yang
dimiliki, sehingga budi daya ikan air tawar sangat menjanjikan masa depan. Pasalnya,
Sulawesi Selatan yang memiliki sumber air tawar cukup berlimpah, sehingga wajar
jika air tersebut dimanfaatkan sebaik-baiknya. Bukannya membiarkan berlalu
begitu saja tanpa bisa berbuat sesuatu untuk masyarakat di daerah ini.
Padahal, kalau kita memanfaatkan
sumber air tawar yang ada, seperti Dam Bili-Bili di Kabupaten Gowa, Danau Tempe
yang ada di KabupatenWajo dan DanauTowuti dan Matano yang berlokasi di
Kabupaten Luwu Timur. Keberadaan sumber air tawar tersebut sangat menjanjikan
dan bisa mensejahterakan masyarakat bila dikelolah secara profesional lantaran prospek
budi daya ikan-ikan air tawar yang bernilai ekonomis tinggi cukup bagus, apalagi pemasarannya juga tidak
susah bahkan sangat dibutuhkan oleh para pedagang atau pengusaha.
Budi daya perairan atau akuakultur
(aquaculture) di Indonesia telah
berkembang cukup lama, bahkan dalam catatan sejarah sejak zakman Majapahit.
Namun, saat ini teknologi budi daya perairan Indonesia tertinggal jauh dari
beberapa negara tetangga di ASEAN, seperti Thailand, Malaysia dan Filipina.
Fakta ini sangat ironis dan memalukan. (Kordi, 2008).
Apalagi jumlah penduduk dalam
negeri yang mencapai kurang lebih 200 juta jiwa, sehingga membutuhkan sumber
pangan yang memadai. Kalau kita melihat pada tahun 2003 dimana tingkat konsumsi
ikan masyarakat Indonesia mencapai 23 kg/orang/tahun. Jika tingkat konsumsi ikan
mencapai 30 kg/orang/tahun dan apabila
seperempatnya saja penduduk Indonesia merupakan konsumsi ikan aktif, bearti
dibutuhkan jumlah ikan yang sangat besar. Sehingga potensi Sulsel sebagai
penyumplai air tawar bisa memanfaatkan moment tersebut dan tidak menutup
kemungkinan Indonesia menjadi salah satu pasar potensial bagi negara-negara
tetangga karena hasil perikanan merupakan
produk yang diperdagangkan secara bebas.
Olehnya itu, keberadaan waduk dan
semua danau yang ada di Sulsel bisa diberdayakan, sehingga hasilnya dapat
dijadikan sebagai penghasil yang cukup besar dari sektor perikanan budiaya.
Sebab salah satu ikan air tawar yang bernilai ekonomis adalah ikan nila dan
ikan patin. Disamping itu, masyarakat lokal pun sudah menyukai ikan-ikan air
tawar, apalagi memang ada kabupaten yang khsusus menkonsumsi ikan air tawar,
sehingga potensinya sangat menjajikan. Memang diakui bahwa untuk menjadikan
perikanan budidaya menjadi sektor terbesar dalam bidangnya dibutuhkan beberapa
tahun kedepan untuk memulianya. Lantaran pengembangan budidaya ikan air tawar juga
tidak terlepas dengan adanya dana yang cukup besar.
Dengan demikian, maka pemerintah
diharapkan dapat menggaet investor untuk menanamkan modalnya dalam budidaya
ikan air tawar. Hal itu pun bisa dilakukan jika adanya keseriusan dalam
melakukan promosi kepada pihak pengusaha
luar negeri. Karena tidak sedikit pengusaha yang ada di luar negeri telah menanamkan
modalnya di Indonesia dengan pengembangan budidaya ikan air tawar. Seperti yang
terdapat di Pulau Jawa dimana pengusaha asal Amerika Serikat yang menanamkan dan
mengembangkan usaha budidaya ikan air tawar dan menjadi penghasil yang terbesar
dan mengespor ke luar negeri.
Kalau hal ini juga diikuti oleh Sulsel tentunya
potensi untuk budidaya ikan air tawar juga dapat terpenuhi, apalagi sumber airnya
tidak diragukan lagi. Sayang kalau potensi Danau Matano yang luasnya cukup
besar itu tidak dimanfaatkan. Dari hasil diskusi dengan masyarakat yang ada di daerah
tersebut Danau Matano dan Towuti sangat luas, terbukti saat musim hujan para
nelayan tidak akan melintasi danau tersebut karena ombaknya bisa mencapai 2
meter tingginya. Ini berarti bahwa danau tersebut sangat luas untuk dijadikan areal
pengembangan usaha budidaya ikan air tawar.
Disamping itu, pemerintah
Indonesia melalui Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) Pusat juga telah menggenjot sektor budidaya,
sehingga sangat tepat Sulsel juga mengambil langkah “seribu” dalam memacu
sumberdya alamnya melalui budidaya ikan air tawar. Bahkan DKP pusat menjadikan
tahun 2015 Indonesia sebagai Negara terbesar penghasil produk perikanan.
Dalam lima tahun ke depan, Indonesia
diproyeksikan akan menjadi negara penghasil ikan terbesar di dunia. Kenaikan
produksi yang bakal digenjot untuk perikanan budidaya mencapai 353 %. Untuk
mencapai itu, DKP kini tengah mengambil ancang-ancang menggelontorkan berbagai
program. Penempatan perikanan budidaya sebagai primadona bukanlah tanpa alas
an, karena Indonesia memiliki potensi lahan budidaya seluas 11.806,392 ha dan
baru dimanfatkan seluas 762.320 ha atau 6,46 %
sehingga masih tersisah lahan 11.044.072 ha atau 93,65 % yang belum
dimanfaatkan. (Demersal, Desember 2009).
Dilihat dari sisi pasar, kebutuhan
produk perikanan satu tahun cenderung
terus mengalami peningkatan. Trend dunia menunjukkan bahwa kebutuhan akan
produk perikanan terus mengalami peningkatan, karena produk ini telah menjadi
magnet masyarakat internasional. Ikan telah dipandang sebagai produk universal,
menyehatkan dan mencerdaskan bagi konsumennya.
Hal tersebut merupakan peluang
yang sangat besar bila Sulsel mampu mengembangkan budidaya ikan air tawar
lantaran pangsa pasarnya cukup besar. Para petani pembudidaya juga sangat
terbantu karena bukan hanya membudidayakan ikan, tapi juga dapat menyerap
tenaga kerja bila Danau yang potensial itu dibuka usaha budidaya ikan air tawar.
Inilah tantangan bagi pemerintah
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat lewat sektor perikanan yang selama
ini masih dianggap “tidur” dan tidak bisa memberikan sesuatu, padahal kalau
dikelola secara professional tentunya dapat menigkatkan perekonomian masyarakat
di daerah ini. Bukankah hal tersebut sangat dinantikan oleh semua pihak agar
masyarakat yang tingkat penghasilannya
dibawah garis kemiskinan dapat meningkat dan setara dengan yang sudah mapan.
Mudah-mudahan sektor perikanan
dapat menjadi “pemicu” lahirnya orang-orang kaya yang bisa bersaing dengan
pengusaha-pengusaha yang sudah memiliki modal besar melalui usaha budidaya yang
dikembangkan di daerah ini. Sebab potensi untuk mengembangkannya sudah jelas
terlihat di depan mata, tinggal bagaimana pemerintah memberikan dukungan dan
perhatian agar apa yang menjadi cita-cita masyarakat luas dan pemerintah dapat
terwujud yaitu meningkatkan kesejahteraan dan mengurangi kemiskinan.
Hal inilah yang mesti diperhatikan
karena apalah gunanya daerah yang memiliki prospek cukup besar tapi kurang
mendapat perhatian dari pemimpinnya, sehingga memajukan daerah juga terkesan
sangat lamban lantaran belum melirik potensi yang menghasilkan banyak devisa
kurang diminati.
Namun, penulis melihat pemimpin
daerah ini programnya sudah mengarah kesana tapi masih belum bisa merealisasikan
lantaran bawahan larinya sangat lambat. Meski atasan mau cepat atau ibarat
mobil larinya sudah 90, tapi anak buahnya masih lari 50, maka tidak mungkin
dapat berjalan sesuai dengan konsep yang ada. Kalau itu terjadi, maka
kemunduranlah yang didapat, tapa bisa meraih apa yang sudah menjadi agenda.
Olehnya itu, maka pemerintah
melalui instansi terkait dapat menggenjot potensi yang ada dapat dikembangkan
agar daerah ini dapat lebih meningkat lagi dan masyarakatnya hidup layak
seperti daerah lainnya yang sudah mapan. Mudah-mudahan potensi air tawar yang
dimiliki daerah ini dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya, sehingga tidak ada kesan
mubassir karena sumber air cukup banyak tersedia tapi tidak digunakan. Semoga !.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar