Dewasa ini, perkembangan teknologi
semakin tak terbendung sehingga memungkinan berbagai sektor juga ikut
berkembang. Seperti halnya dengan sektor kelautan dan perikanan yang menjadi salah satu penyumbang devisa negara
dari non migas. Meski diketahui bahwa pemasukan devisa negara dari sektor kelautan
dan perikanan masih sangat jauh bila dibandingkan dengan migas. Namun bukan
berarti bahwa tidak ada sama sekali yang disumbangkan kepada negara.
Olehnya itu, potensi sumberdaya alam
yang ada ini perlu mendapat perhatian khusus dalam pengelolaan, Sebab jangan
sampai sumber daya alam terutama ikan-ikan tertentu seharusnya mendapat
perlindungan agar tidak punah, karena kebanyakan para pemburu dollar ini tidak mengenal
adanya ikan-ikan yang rawan akan kepunahan. Pasalnya, kalau salah satu jenis
ikan di laut ada yang punah lantaran perlakuan manusia itu sendiri yang tidak
bisa dikendalikan, maka tentunya yang menanggung akibatnya adalah anak cucu bangsa ini. Sebab jenis (species) ikan yang sudah punah maka
jelas akan kehilangan potensi sumber daya yang dapat dibanggakan dan otomatis kita
tidak bisa berbuat sesuatu kecuali hanya dengan menikmati gambarnya saja.
Apalagi kalau jenis ikannya itu
tergolong ikan yang sangat susah untuk dikembangkan melalui metode budidaya
yang selama ini dilakukan pada beberapa jenis ikan. Hal seperti inilah yang
tidak dikehendaki oleh semua pihak karena bisa memutus suatu siklus yang ada di
muka bumi ini.
Seperti halnya dengan ikan terbang
yang tergolong salah satu jenis ikan langkah tapi penangkapannya sudah menjadi
sumber penghasilan yang besar bagi orang-orang baik nelayan maupun pengusaha yang tidak
hentinya memburu ikan tersebut. Sebab selain ikannya yang digemari juga
telurnya sangat mahal harganya, sehingga setiap harinya orang akan menangkap
ikan ini. Wajar saja jika semakin hari semakin langkah juga ikan terbang
didapatkan di pasar-pasar, begitupula dengan telurnya lantaran dikuasai oleh
para pengusaha. Padahal populasi ikan terbang ini tergolong sudah semakin
sedikit ditambah telurnya yang juga dikuras habis.
Ikan terbang Hirundichthys
oxycephalus merupakan ikan pelagis
kecil, hidup dipermukaan laut, termasuk perenang cepat, menyukai cahaya pada
malam hari dan mampu meluncur keluar dari permukaan air dan melayang di udara.
Ikan ini ditemukan di semua samudra utama, terutama di perairan tropis dan sub
tropis di samudra Atlantik, Pasifik dan Hindia.
Begitu pula tingkat kehidupannya
yang masuk dalam waktu tertentu atau ada musim tertentu untuk menangkapnya. Jadi
ikan ini memiliki bulan-bulan tertentu sehingga jumlahnya melipah, tapi
kenyataan bulan tersebut jumlahnya hanya biasa saja. Olehnya itu, ikan terbang
sudah termasuk dalam golongan ikan yang jumlahnya mengalami penururan sangat derastis,
sehingga ke depan bisa mengalami kepunahan karena tidak hentinya nelayan
memburu karena harganya cukup tinggi.
Dengan harga yang mahal itu maka petani nelayan
yang selalu menangkap atau mengambil telur ikan terbang ini lambat laun akan habis
bila tidak diantisipasi sedini mungkin dan siapa yang bertanggung jawab ?
tentunya kita semua, karena ikan terbang ini tergolong ikan yang langkah,
apalagi jumlahnya mengalami penurunan.
Memang diakui bahwa ikan terbang
memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi dan dapat dipasarkan dalam bentuk
segar, ikan asinan maupun ikan asap, akan tetapi telur ikan terbang yang
mempunyai nilai gizi tinggi lebih populer di masyarakat yang menjadikan nilai
ekonomisnya lebih tinggi. Selain dikonsumsi juga merupakan sumber devisa negara
karena telurnya menjadi komoditas ekspor yang cukup tinggi nilainya. Menurut
Ghofur 2003 dalam Nurmawati 2007, ikan telah dieksploitasi di Indonesia bagian timur terutama di selat Makassar dan Laut Flores. Eksploitasi telah dilakukan oleh
nelayan di Kabupaten Takalar, Pinrang, Barru, Jeneponto, Bantaeng dan Bulukumba.
Nilai ekonomi yang besar bagi sumberdaya
tersebut sering kali mengabaikan etika pemanfaatan sumberdaya berkelanjutan
akibat tingginya permintaan pasar, sehingga populasi jenis ikan ini mengalami
penurunan terus menerus beberapa tahun belakangan ini (Nessa et al 1997 dalam
Nurmawati 2007). Upaya untuk mencegah agar ikan terbang tidak punah dan
berkelanjutan diperlukan suatu kebijakan yang tepat. Untuk mendukung upaya
tersebut maka diperlukan informasi penelitian pendukung baik biologi maupun
ekologi. Disamping itu, perlu dibuatkan juga aturan bagi pengusaha agar ada
kuota yang telah ditentukan sehingga nelayan tidak seenaknya menangkap ikan
ini. Pasalnya, kalau pengusaha tetap membeli tanpa ada batas atau aturan yang
diterapkan oleh pemerintah, maka jangan heran jika ikan ini lambat atau cepat
pasti akan punah.
Pasalnya, kepunahan itu telah mengancam
lantaran telurnya diambil terus menerus tanpa ada kesempatakan yang diberikan
untuk menetaskan telurnya, sehingga berapapun jumlahnya akan diambilnya. Ini
pertanda bahwa ikan terbang yang memiliki ciri khas tersendiri akan habis juga.
Olehnya itu, pemerintah perlu ada gagasan untuk menyatukan prsepsi antara
stakeholders untuk membuat kesepakatan yang tertulis atau ada aturan yang
diterapkan tanpa memilih merek untuk mentaatinya agar ikan diberi kesempatan
memijah tanpa diganggu oleh siapapun.
Dengan demikian, maka kepunahan yang
sudah mengancam ini bisa dikendalikan dan bahkan bisa kembali melipah. Inilah
yang perlu diperhatikan karena ikan terbang memiliki nilai ekonomis yang tinggi
terutama telurnya.
Berdasarakan data Statistik perikanan Indonesia
tahun 2005 diperoleh bahwa total produksi telur Ikan
Terbang 279,8 ton/tahun pada wilayah Sulawesi Selatan bahkan mengekspor telur
ikan terbang ke Rusia sebesar 20 ton seharga Rp 5 miliar. Wajar saja jika
pelaku usaha dibidang ini terus melakukan pembelian yang tiada henti, sehingga
nelayan pun ikut mengeksploitasi secara terus menrus karena tergiur akan hasil
yang didapatkannya tanpa memikirkan jumlah ikan yang sudah mengalami penurunan.
Meski diakui atau tidak bahwa ikan
terbang di negara-negara luar seperti di
Jepang orang mengkonsumsinya sebagai bahan obat-obatan dan bahkan memakan telurnya
merupakan keuntungan tersendiri bagi mereka sebab dapat memperlancar peredaran
darah dan secara tidak langusng dapat meningkatkan libido. Disamping itu, telur ikan
terbang juga mengandung karagenan seperti yang terkandung pada rumput laut dan yang
lebih halus lebih diminati pasar di luar negeri. Bahkan telur ikan terbang merupakan
makanan yang sangat berkelas di Jepang, Korea, dan Taiwan.
Olehnya itu, nelayan yang ada di daearah
ini khususnya yang berdomisli di Takalar dan sudah terkenal dalam kepiawaian
dalam menangkap ikan terbang dan bahkan telur ikan terbang merupakan salah satu primadona sekaligus lambang
bertahannya sistem ekonomi pesisir yang selama ini dianut. Meski di era tahun
70-an, harga ikan terbang mulai melambung dan hingga kini masih terus menjadi
buruan utama bagi nelayan di daerah ini.
Selama ini, pemburu ikan terbang yang
dikenal juga sebagai patorani atau pencari ikan tuing-tuing di laut dan dikenal
sebagai pengembara dari lautan ke lautan demi mencari telur ikan terbang. Memang
diakui bahwa nelayan pencari ikan tuing-tuing ini sudah lama melakukan
aktivitasnya itu di daerah ini bahkan sudah menjadi kebiasaan turun temurun.
Mereka mencari ikan terbang di Selat Makassar,
mulai dari perairan Selayar sampai peraiaran Kalimantan Timur. Namun belakangan
ini tampak kecenderungan banyak nelayan yang sampai ke Kalimantan Selatan
bahkan berburu hingga ke perairan Papua (Fak-Fak).
Sejak tahun 1970-an sampai tahun 1990-an
wilayah selat Makassar mulai dari bagian barat perairan Selayar, atau dari
pulau Kalu Kalukuang di dekat perairan Madura sampai pulau Derawan di
Kalimantan Timur adalah wilayah eskploitasi nelayan patorani dari Galesong,
nelayan-nelayan dari Bontomarannu di ujung Selatan Galesong sampai Aeng
Batu-Batu di Galesong Utara.
Pada
krisis moneter tahun 1997-1998, harga telur torani mencapai Rp 360.000 per
kilogram Selama ini tujuan ekspor ikan torani adalah negara Jepang, Korea, Hong
Kong, dan Taiwan. Wajar kalau patorani ini selalu menggantungkan hidupnya pada
ikan ini. Sebab sekali melaut banyak keuntungan yang didapatnya apalagi kalau
memang musimnya. Meski tidak seperti beberapa tahun lalu, bila musimnya tiba
pasti banyak yang tertangkap, tapi nelayan ini tetap tidak akan menyerah
lantaran sudah menjadi kebiasaan atau pekerjaan sehari-harinya.
Olehnya itu, peran pemerintah dalam
menjaga kepunahan ikan terbang sangat menentukan. Apalagi pengusaha yang kurang
peduli dengan istilah punah lantaran semata hanya selalu memburuh profit tanpa
ada yang bisa mengendalikannya. Begitupula dengan nelayan yang tidak ada
batasnya dalam menangkap ikan terbang lantaran pengusaha yang menjadi acuannya.
Dengan demikian, maka semua ikut bertanggungjawab dalam menjaga ikan ini sebab
kalau membiarkan tanpa ada yang mencegahnya, maka tentunya ke depan bisa muncul
rasa penyesalan. Jangan mengulangi kesalahan dimasa lalu yang terus melakukan
eksploitasi sehingga beberapa ikan tertentu dikabarkan tidak ditemukan lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar