Pernakah
anda mendengar nama Kima? Bagi mereka yang hidup di pulau-pulau atau pesisir
pantai, fauna atau hewan ini bukanlah sesuatu yang asing. Fauna ini hidup di
laut, tepatnya di daerah karang atau terumbu karang dan di padang lamun. Nama
lokalnya macam-macam, misalnya kerang raksasa, tiram karang, bia, suwat, wawat,
fika-fika, dan sebagainya. Namun dalam
dunia perikanan dan kelautan, fauna ini dikenal sebagai kima.
Kima hidup
tergeletak di dasar perairan di antara karang atau padang lamun. Ada juga yang mengubur
diri di dalam batu karang. Kima
mempunyai dua keping cangkang keras yang ukurannya sama, dan dihubungkan oleh semacam
sambungan yang dikenal sebagai engsel atau ”hinge ligament”, yaitu semacam pita
elastis yang terdiri dari bahan organik seperti zat tanduk sama dengan
periostrakum, bersambungan dengan periostrakum cangkang. Kedua keping cangkang
pada bagian dalam juga ditautkan oleh sebuah otot adduktor, dan sebuah otot
adduktor posterior, yang bekerja secara antagonis dengan hinge ligament. Bila otot adduktor rileks, ligamen berkerut,
maka kedua keping cangkang akan terbuka, demikian pula sebaliknya.
Gambar 1. kima raksasa (Tridacna gigas)
cangkang kima keras, tebal, berwarna
putih dan mengapur, dengan tepi cangkang bergelombang. Pada permukaan luar cangkang terdapat
garis-garis radier yang beralur dalam dengan lempeng-lempeng tajam dan tebal
yang tersusun kosentris serta agak jarang.
Lubang tempat benang bysus keluar berukuran sedang dan bergerigi.
Mantel kima berwarna abu-abu, biru, ungu, atau hijau
disertai dengan bintik-bintik dengan warna beranekaragam. Mantel berbentuk
jaringan yang menutupi seluruh tubuh dan terletak di bawah cangkang. Pada tepi mantel terdapat tiga lipatan dalam,
tengah dan luar. Lipatan dalam adalah
yang paling tebal dan berisi otot radial dan otot melingkar. Lapisan tengah mengandung alat indera,
sedangkan lapisan luar adalah penghasil cangkang.
Kima merupakan fauna laut penting di Indo Pasifik,
termasuk di perairan Indonesia. Kima
bernilai ekonomi penting karena semua bagiannya dapat dimanfaatkan. Daging kima,
terutama otot adduktor dan mantelnya, merupakan makanan laut (seafood) yang enak dikonsumsi dan bergizi
tinggi. penduduk di pulau-pulau
dan pesisir Indo Pasifik telah menjadikan kima sebagai salah satu bahan
konsumsi lauk-pauk sejak dahulu.
Di beberapa daerah di Indonesia, daging kima dikumpul
oleh masing-masing rumah tangga untuk disumbangkan ke pesta adat atau pesta
pernikahan. Para perempuan dan anak-anak
Suku Bajo mencari berbagai biota laut, termasuk kima, di sepanjang rataan
terumbu (reef flat) saat air laut surut. Sedangkan para laki-laki melakukan
penyelamanan untuk mengambil kima berukuran besar di perairan yang dalam.
Jenis kima yang umumnya dipungut di sepanjang rataan
terumbu yakni kima pasir atau fika-fika (Hippopus hippopus) dan kima
cina (H. porcellanus). Kedua
spesies kima ini juga ditemukan di daerah padang lamun (seagrass),
terutama pada dasar perairan yang mengandung patahan karang atau campuran pasir
dan patahan karang. Sedangkan di
perairan yang agak dalam ditemukan kima raksasa (Tridacna gigas), kima
air (T. derasa), kima sisik (T. squamosa), kima kecil (T.
maxima), dan kima lubang (T. crocea).***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar