Pembangunan perikanan dan kelautan
menjadi perhatian pemerintah, sehingga semua orang sudah mulai membicarakannya.
Meski pembangunan tersebut masih terkesan jalan ditempat karena masih ada instansi
terkait yang belum melakukan prioritas dalam memberikan penganggaran untuk
perbaikan infrastruktur.
Seperti halnya dengan adanya wacana yang
digagas oleh Presiden Joko Widodo – Juyuf Kalla tentang Tol Laut untuk
meningkatkan pembangunan dan perekonomian di tanah air. Memang diakui bahwa tol
laut yang hingga sekarang menjadi pembicaraan hangat diberbagai kalangan,
sehingga itu yang harus diprioritaskan.
Bahkan tol laut diyakini sebagai “motor” penggerak ekonomi di tingkat
bawah atau dikenal dengan buruh dan nelayan.
Pasalnya, tol laut ini yang menghubungkan antara satu pelabuhan dengan
pelabuhan lainnya di tanah air itu sudah menjadi komitmen pemerintah uantuk
mewujudkannya. Akan tetapi kita tidak boleh salah kaprah bahwa tol laut hanya
ditujukan kepada pelabuhan dan kapal, padahal seluruh komponen harus
mendukungnya termasuk Sumber Daya Manusia (SDM) sebab kalau SDM tidak bisa
mendukung jalannya tol laut ini, maka itu juga tidak bisa terwujud.
Meski pemerintah telah berupaya keras
untuk membangun tapi kalau SDM tidak dibangun tentunya ini bisa menjadi kendala
tersendiri dalam pengembangan di berbagai bidang terutama menyangkut masalah
kepelabuhanan ini. Sebab pelabuhan itu sangat menentukan jalan atau tidaknya
program pemerintah, sehingga tentunya harus mendapat perhatian yang sama.
Memang diakui bahwa pelabuhan yang ada di
Indonesia belum sesuai dengan luas wilayah laut dan tempat pendaratan kapal-kapal
besar ini, sehingga memang mau atau tidak pemerintah harus membangun pelabuhan
besar yang berstandar internasional. Ada pelabuhan tapi tergolong kecil dan
tidak sesuai dengan standar internasional sehingga ini juga masih tergolong
kendala besar dalam meningkatkan perekonomian disektor kelautan ini.
Dari data Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi
Sulsel dimana jumlah pelabuhan di Indonesia sebanyak 1.117 unit. Sementara
khusus di Sulsel sebanyak 26 unit dan 1 PPN (Pelabuhan Perikanan Nusantara)
tipe “B”. Jika dilihat potensi dan daerah strategis seharusnya Sulsel ini
memiliki PPN sebanyak 5 buah, tapi karena pemerintah kurang perhatian terhadap
pembangunan pelabuhan ini, maka wajar kalau itu sangat terbatas.
Padahal pelabuhan tersebut harusnya
digenjot mengingat sebagai tempat perputaran ekonomi di kawasan tersebut. Buat
apa ada wacana tol laut kalau pelabuhan tidak mendukung padahal itu yang
menjadi acuan utama dalam memuluskan jalannya tol laut ini. Seperti halnya
dengan Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Untia di Makassar hingga kini belum
rampung juga, padahal itu sangat mendesak untuk dituntaskan sehingga
kapal-kapal besar bisa berlabuh disitu.
Oleh karena itu, melalui program Jokowi
ini harus segera direralisasikan untuk mendukung pembangunan perikanan dan kelautan
dimasa akan datang. Cuma ada pertanyan disini. Tol laut, Sudah sampai Dimana?
Apakah ini hanya sebuah argument saja yang selalu dilontarkan ke publik, tapi
realisasinya tidak bisa diwujudkan lantaran banyaknya kendala yang menghadang.
Tapi kalau memang pemerintah serius untuk mewujudkannya itu tidak ada kata
tidak bisa, sebab kalau pemerintah memiliki keinginan untuk berbuat sesuatu
tentunya itu bisa dilaksanakan. Tinggal bagaimana mengimplementasikan ke bawah
agar instansi terkait bisa menjalankannya. Apalagi jumlah penduduk Indonesia
sebagian besar terdiri atas nelayan yang hidupnya memang di daerah pesisir,
sehingga ini yang harus menjadi perhatian agar masyarakat tersebut dapat
meningkat perekonomiannya.
Berdasarkan data dari
Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulsel dimana jumlah armada ada dua yaitu
; a). penangkapan di laut 37.181 unit, perahu tanpa motor sebanyak 4.969 unit,
motor tempel 18.903 unit, kapal motor 13.309 nunit. b). penagkapan di perairan
umum 5.715 unit. Dimana perahu tanpa motor 1.278 unit, motor tempel 4.437 unit.
Jumlah nelayan tercatat
sebanyak 33.377 RTP atau sekitar 166.885 orang yang mengoperasikan armada
penangkapan sebanyak 32.836 unit terdiri dari kapal motor ukuran 30 – 50 GT
sebanyak 16 unit, ukuran 20 – 30 GT 27
unit, ukuran 10 – 20 GT 151 unit, ukuran 5 – 10 GT 1.169 Unit, ukuran 0 – 5 GT
3.906 Unit, Motor Tempel 7.789 unit dan Perahu Tanpa Motor 27.644 unit.
Komposisi armada tersebut menunjukkan bahwa struktur nelayan pengelola didaerah
ini didominasi oleh nelayan kecil dengan kemampuan operasi terbatas disektor
perairan pantai.
Apalagi nelayan sering disebut sebagai
masyarakat termiskin dari kelompook masyarakat lainnya (the poorest of the
poor). Berdasarkan data World Bank mengenai kemiskinan bahwa 108,78 juta orang atau 49 % dari total
penduduk Indonesia dalam kondisi miskin dan rentan menjadi miskin. Badan Pusat
Statistik (BPS), dengan perhitungan berbeda dari bank dunia, mengumumkan angka
kemiskinan di Indonesia pada tahun 2008 sebesar 34,96 juta orang (15,42%),
angka tersebut diperoleh berdasarkan ukuran garis kemiskinan ditetapkan
sebesar 1,55 dollar AS. Sebagian besar
(63,47 %) penduduk miskin di Indonesia berada di daerah pesisir dan pedesaan.
Dengan adanya tol laut yang menjadi
perhatian pemerintah ini diharapkan bisa mengurangi kemiskinan bagi nelayan
kecil karena pelabuhan sudah bertambah dan aktivitas di area pelabuhan tersebut
juga ramai, sehingga nelayan yang setiap harinya menangkap ikan di laut bisa
turut serta dalam kegiatan di pelabuhan tersebut.
Minimal bisa mendapatkan reski tanpa
mengurangi kegiatan pokoknya untuk menangkap ikan di laut. Sebab sebuah kota
dimana ada pelabuhan besar dibangun tentunya roda perekonomian di daerah itu
akan bergerak dan keuangan berputar dengan baik. Maka rakyat kecil pun merasakannya.
Olehnya itu, tol laut yang sudah menjadi perhatian pemerintah ini diharapkan
segera direalisasikan dengan pembangunan beberapa pelabuhan yang tergolong
besar. Semoga !
Tidak ada komentar:
Posting Komentar