Indonesia adalah negara kepulauan
terbesar di dunia dengan jumlah pulau sebanyak 17.508 pulau, garis pantai
sepanjang 81.000 km, dan luas lautan 5,8 juta km (75 % dari total luas wilayah
Indonesia). Potensi pesisir, pulau-pulau, dan lautan sangat besar, yang terdiri
dari sumber daya hayati dan non-hayati.
Sumber daya hayati, khususnya perikanan,
merupakan salah satu sumber daya penting, baik untuk produksi pangan, bahan
baku industri, obat-obatan, dan lain-lain. Sumber daya perikanan merupakan
sektor ekonomi di mana masyarakat pesisir bergantung. Karenanya, potensi ini harus dimanfaatkan
secara optimal agar dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir,
membuka lapangan kerja, dan meningkatkan pemasukan devisa negara.
Khusus
di Sulawesi Selatan yang memiliki panjang garis pantai sekitar 1.973,7 km
dengan luas perairan laut 45.574,48 km2, yang terdiri dari 3 kawasan yakni
Selat Makassar, Laut Flores, dan Teluk Bone, serta memiliki hamparan
pulau-pulau kecil dalam kawasan kepulauan Spermonde. Hal ini merupakan salah
satu potensi yang cukup besar bila dikelola dengan baik, sehingga ke depan
dapat menghasilkan devisa negara yang cukup besar.
Akan
tetapi kalau potensi besar itu terkesan diabaikan dengan beberapa bukti di
daerah pesisir. Seperti halnya di Pesisir Pantai Losari dan sekitarnya, dimana
penimbunan dan pembangunan tetap berlangsung. Meski sudah ada tanggapan dari
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Makassar yang melarang atau
menghentikan penimbunan tersebut. tapi kenyataannya di lapangan, penimbunan itu
tetap berlangsung tanpa ada tanda-tanda untuk penghentiannya.
Padahal kalau
kita cermati bahwa potensi pesisir yang bisa menghasilkan sesuatu sangat besar,
namun potensi pesisir yang ada di pantai losari menjadi “perseteruan” antara
pemerintah dan para penimbun atau orang yang menguasai lahan tersebut tanpa ada
dokumen yang sah.
Seperti
halnya pengusaha yang mengklaim hampir seluruh pesisir pantai losari dikalim
adalah miliknya, sehingga lahan tersebut dibawah ke rana hukum yang diproses
oleh penegak hukum, tapi tampaknya belum juga ada tanda-tanda kapan proses
hukum tersebut bisa rampung.
Sementara
pembangunan hotel yang ada diwilayah pesisir tersebut masih berlangsung dan
bahkan kelihatannya bangunan itu tidak lama lagi akan rampung. Padahal pembangunan
itu seharusnya tidak dilanjutkan karena selain sudah menyalahi aturan yang ada
juga proses hukumnya belum putus..
Jika kita mengacu pada peraturan
pemerintah nomor 25 tahun 2000 tentang kewenangan pemerintah dan kewenangan
provinsi sebagai otonom pada pasal 2 ayat 3 bidang kelautan bahwa penetapan
kebijakan dan pengaturan eksplorasi, konservasi, pengelolaan dan pemanfaatan
sumber daya alam perairan di wilayah laut diluar perairan 12 (dua belas) mil,
termasuk perairan nusantara dan dasar lautnya serta Zona Ekonomi Esklusif dan
landas kontinen.
Jadi ruang lingkup wilayah pesisir
sebagaimana yang ditentukan oleh UU No. 27/2007 tentang pengelolaan wilayah
pesisir dan pulau-pulau kecil meliputi daerah peralihan antara ekosistem darat
dan laut, ke arah darat mencakup wilayah administrasi kecamatan dan ke arah
laut sejauh 12 mil laut diukur dari garis pantai. Bagi pemerintah daerah, yang
dalam hal ini langsung terkait dengan penyelenggaraan pengelolaan ruang wilayah
pesisir daerahnya, penyelarasan tersebut sangatlah penting guna menghindari
terjadinya “multi tafsir” di dalam pelaksanaanya. (Tabloid Akuamina, Desember 2013).
Melihat
undang-undang yang ada maka seseorang dan kelompok tidak berhak melakukan
berbagai aktifitas termasuk penimbunan pantai guna memperkaya diri sendiri.
Sehingga ke depan wilayah pesisir ini harus steril dari gangguan atau segala
bentuk bangunan dan semacamnya agar tidak terjadi perselisihan atau merusak
ekosistem lingkungan yang di daerah pesisir.
Sebab
jika sudah dilakukan penimbunan atau reklamasi dan pembangunan hotel atau
semacamnya seperti halnya yang terjadi sekarang di pesisir pantai losari, maka
itu semua akan merusak ekosistem yang ada di dalamnya. Bisa dibanyangkan kalau
pembangunan hotel yang mengambil wilayah lautan tidak sedikit, sehingga
organisme yang ada didalamnya itu pasti akan terganggu. Bahkan tidak sedikit
mengalami kematian bahkan kepunahan akibat ulah para manusia yang tidak
bertanggungjawab.
Memang diakui bahwa daerah pesisir
merupakan daerah yang cukup strategis untuk melakukan pembangunan karena hampir
semua orang di dunia ini menyukai yang namanya laut. Sementara daerah pesisir
seperti di Pantai Losari yang sangat nyaman dalam menyaksikan sun set atau
tenggelamnya matahari, sehingga orang berlomba untuk mengkalaim daerah tersebut
sebagai miliknya. Wajarlah kalau ramai-ramai melakukan penimbunan dan
pembangunan karena sudah menganggap itu adalah milikinya.
Apalagai penulis pernah membaca salah
satu stegmen atau pernyataan pimpinan Badan Pertahanan Nasional (BPN) Kota
Makassar yang dimuat di Koran Upeks bahwa tanah atau laut di pantai losari itu
adalah milik tuhan, sehingga siapa saja yang berhak menimbun dan memilikinya.
Jadi pernyataan tersebut membuat warga yang berkantong tebal juga terpengaruh untuk
menguasai lahan tersebut. Padahal, kalau kita mengacu pada Undang-Unbdang
Perikanan dimana wilayah laut dan pesisir itu adalah milik pemerintah dan tidak
boleh dibanguni oleh siapapun.
Jadi pesisir pantai losari ini merupakan
tanah negara yang seharusnya tidak perlu dikorek atau diganggu karena itu
selain bukan milik warga juga dapat merusak ekosistem yang ada didalamnya. Sebaba
kalau ekosistem ini rusak maka tentunya bisa memberikan dampak negatif kepada
masyarakat terutama yang berdomisli di daerah pesisir.
Oleh karena itu, potensi wilayah pesisir
yang dimiliki itu perlu dikelola dengan mengacu pada aturan yang ada sehingga
ekosistem di dalamnya dapat diselamatkan. Sebab banyak yang mengelola wilayah
peisisr tapi asal membangun tanpa meperhatikan aturan yang ada. Salah satu
contoh adalah wilayah pesisir yang perlu dibangun guna memberikan hasil untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Jadi
diharapkan kepada semua pihak bahwa jangan ada pengrusakan di daerah pesisir
hanya karena adanya kepentingan pribadi didalamnya sehingga semua dikerjakan
semaunya. Jadi stop merusak pesisir !
Mudah-mudahan para petinggi yang berkompoten didalamnya dapat memahami
bahwa pesisir pantai itu sangat penting untuk keberlangsungan hidup organisme
didalamnya. Janganlah kita merusaknya hanya karena egoisme dan ingin memperkaya
diri sendiri. Mudah-mudahan tulisan menjadi renungan kita semua. Semoga !
Tidak ada komentar:
Posting Komentar