Akhir-akhir ini, masyarakat memiliki
aktifitas tambahan. Meski pekerjaan rutinnya setiap hari tetap dijalankannya.
Tapi belakangan ini sebagian warga disibukkan dengan aktifitas tambahan.
Pasalnya, warga terlihat sibuk menggosok batu untuk dijadikan sebagai cincin.
Sekarang batu menjadi favorit warga dan
dimana-mana ada batu. Jika ada warga yang berkerumun di pinnggir jalan pasti
disitu terdapat penjual batu. Sekarang masyarakat terkena “demam” Batu. Meski
batu sebelumnya tidak memiliki nilai jual, tapi kini batu itu ibarat “uang”
bagi masyarakat.
Tidak heran jika sepanjang jalan
perintis kemederakaan terutama di daerah sudiang dan sekitarnya banyak dijumpai
penjual batu di pinggir jalan. Ada yang menjual sudah dalam bentuk cicin,
adapula yang masih berbentuk bongkahan batu yang siap dibelah-belah. Meski ada
juga yang masih setegah jadi alias masih perlu digosok atau digurindah.
Jika dilihat sepintas, warga itu
sepertinya hidup di “Zaman Batu”, meski berada di era modern tapi aktifitasnya
mengerjakan batu dan batu… walapun kita tahu bahwa dengan membludaknya batu ini di mana-mana, maka sedikit banyaknya
tetap berpengaruh kepada perekomonian masyarakat. Sebab tidak sedikit ada yang
membeli batu permata dengan harga jutaan rupiah. Wajar saja jika warga mulai
dari anak-anak hingga orang dewasa selalu memegang batu untuk disempurnakan.
Dari hasil perjalanan penulis di
beberapa daerah termasuk di Kabupaten Pangkep tepatnya di Desa Baring Kecamatan
Segeri, sungai-sungai yang banyak batu alamnya ditemukan banyak warga yang
mengambil batu di sungai tersebut. Bahkan mereka tidak tanggung-tanggung, dia
menggali sungai itu untuk mencari jenis batu yang dicarinya. Meski secara tidak
sadar bahwa perbuatannya itu merusak lingkungan.
Betapa tidak jika sungai yang tadinya
normal, tiba-tiba banyak galian yang besar dan dalam, sehingga masyarakat
lainnya yang tidak tahu bahwa ada galian di sungai tersebut bisa saja tenggelam
karena tidak disangka airnya dalam. Olehnya itu, diharapkan kepada semua
penggemar batu alam ini, jika mencari batu di sungai tidak perlu digali sampai
dalam karena dapat membahayakan orang lain. Berbeda jika galiannya itu ditimbun
kembali. Tapi kenyataannya tidak ada satu orang pun yang telah menggali sungai
itu akan menimbunnya lagi.
Bukan hanya di sungai tapi
ditempat-tempat lain seperti di gunung-gunung banyak yang melakukan penggalian
batu dan itu sudah pasti pasti bahwa apa yang dilakukan warga ini akan merusak
lingkungan. Kalau itu terjadi tentu masyarakat juga yang dapat akibatnya. Untuk
itu, diharapkan kepada masyarakat yang penggemar batu agar mengambil batu, tapi
lingkungan tetap terjaga sehingga terksean bahwa lingkungan itu tidak pernah
terjamah oleh manusia.
Memang diakui bahwa batu alam yang ada
sekarang dapat dimodifikasi hingga akhirnya menjadi nilai jual. Lumayan jika
satu batu cincin ini harganya Rp 100.000,-. Ada juga di atasnya dan tergantung jenis
permatanya. Bahakn penulis menemukan teman batunya ditawar dengan harga Rp
5.000.000,- (lima juta rupiah) tapi tetap tidak mau dilepas. Padahal sudah mau
dibayar lunas. Dengan bergairahnya penjualan batu ini maka masyarakat benar-benar
bisa meramaikan penjualan batu ini sehingga roda perekonomian di tengah masyarakat
pun bergerak naik seiring dengan semakin menjamurnya batu permata ini.
Jika dilihat sepintas, batu yang tadinya
hanya penghuni sungai, kini batu tersebut memiliki nilai jual cukup lumayan.
Sehingga orang pun berlomba-lomba untuk mencari batu untuk diolah menjadi
sebuah cincin permata yang memiliki nilai jual. Meski diakui bahwa ada warga
yang tadinya tidak memiliki penghasilan, tapi dengan populernya kembali batu
ini, maka warga tersebut langsung bisa berpenghasilan.
Dengan bomingnya batu ini di pasaran,
maka wacana pemerintah pun tiba-tiba muncul untuk dikenakan pajak batu. Kalau pajak
batu permata atau cincin ini langsung diterapkan maka yakin dan percaya bahwa
masyarakat pasti banyak yang tidak mampu dan lambat laun batu ini kembali tidak
memiliki nilai jual.
Olehnya itu, diharapkan kepada penentu
kebijakan agar tidak terburu-buru dalam menentukan atau menarik pajak dari
batu. Sebab masyarakat masih tahap mencari peluang bisnis tapi tiba-tiba masyarakat
mau dikenakan pajak. Hal ini berarti bahwa pemerintah itu belum mendukung
kegiatan masyarakat ini. Jika warga banyak yang meilirik batu tentunya itu
banyak nilai positifnya.
Salah satu contoh bahwa kalau masyarakat
sudah gemar dengan batu, maka tentunya ini juga sudah bisa dipastikan bahwa
kriminalisasi dan perampokan bisa berkurang, karena yang tadinya tidak ada
pekerjaan dan hanya ngobrol dengan teman-temannya yang pada akhirnya bisa
berbuat sesuatu yang kurang baik. Tapi dengan adanya kegemaran warga tentang
batu ini maka biar malam ataupun siang semunya berbicara batu.
Bertemu dengan dua orang atau lebih
langsung membicarakan batu, sehingga pemikiran yang kurang baik itu hilang dari
benaknya. Tapi kalau pemerintah langsung mengenakan pajak tentunya masyarakat
pasti ada yang berhenti mengerjakan batu dan itu bisa kembali kepada pekerjaannya
semula.
Olehnya itu, penggemar batu ini bisa
diberikan kesenangan dan happy untuk menikmati batu permata yang dibuatnya
sendiri baik untuk dipakai ataupun untuk dijual, sehingga boomingnya tidak
langsung redup. Bayangkan saja jika masyarakat yang lagi “demam” batu ini tiba
–tiba hilang batunya lantaran ada pajaknya, maka masyaraskat pun tentu merasa
kecewa pada pemerintah. Masih banyak sumber pajak yang lain bisa digarap selain
pajak batu.
Mudah-mudahan kesukaan masyarakat akan
batu ini tidak segera hilang karena biasanya hanya beberapa bulan saja bisa
bertahan, apalagi kalau sudah dikenakan pajak. Semoga penggemar batu bisa
mengambil batu dari alam dan tidak merusak lingkungan dan perekonomian pun bisa
meningkat seiring dengan nilai jual batu yang semakin menggairahkan. Semoga !
Tidak ada komentar:
Posting Komentar