Rabu, 30 Januari 2013

Potensi Budidaya Ikan Air Tawar di Sulsel


Air merupakan salah satu kebutuhan manusia yang paling “sakral”. Pasalnya, tanpa adanya air maka seluruh kehidupan di alam ini tidak akan mungkin terjadi, lantaran semua kehidupan harus disertai dengan air. Namun, bila air terlalu banyak tentunya juga kurang baik karena bisa dikatakan mubassir. Memang sangat ironi bahwa disisi lain air itu sangat dibutuhkan, tapi disisi lain pula air juga dapat membawa “bencana”. Seperti beberapa tahun lalu yang terjadi dibanyak daerah misalnya Sinjai, Palopo dan beberapa daerah di luar Sulsel.
Olehnya itu, peran manusia di alam ini untuk dapat memanfaatkan  sebaik-baiknya air yang ada, sehingga dapat berniali tambah dalam kehidupan masyarakat dan bahkan dapat meningkatkan kesejahteraan bila dikelola dengan baik. Apalagi potensi sumber air tawar di daerah ini sangat banyak dan itu menandakan bahwa Sulawesi Selatan memiliki prospek yang cerah lewat pemanfaatan sumber air tawar yang ada.

Hal itu terlihat dengan banyaknya perairan yang dimiliki negeri ini  baik perairan laut maupun  perairan umum (air tawar), sehingga potensi perairan tersebut sangat baik untuk kegiatan penangkapan (capture) maupun budidaya (culture). Tidak salah jika potensi tersebut mencapai 65  juta ton per tahun. Dimana  potensi 65 juta ton tersebut 57,7 juta ton merupakan potensi perikanan budidaya. Hal ini tidak bisa dipungkiri bahwa prospek budidaya ikan di tanah air cukup menjajikan.
Dengan demikian, maka  tidak salah jika usaha budi daya menjadi andalan produksi perikanan Indonesia di masa depan, karena produksi perikanan dari hasil tangkapan dibatasi oleh aturan yang ada. Apalagi banyaknya penangkapan yang tidak ramah lingkungan sehingga sumber daya alam mengalami kerusakan yang serius.
Memang diakui bahwa untuk mengandalkan hasil tangkapan ikan dari laut tentunya ada beberapa kendala yang dimiliki, sehingga budi daya ikan air tawar sangat menjanjikan masa depan. Pasalnya, Sulawesi Selatan yang memiliki sumber air tawar cukup berlimpah, sehingga wajar jika air tersebut dimanfaatkan sebaik-baiknya. Bukannya membiarkan berlalu begitu saja tanpa bisa berbuat sesuatu untuk masyarakat di daerah ini.
Padahal, kalau kita memanfaatkan sumber air tawar yang ada, seperti Dam Bili-Bili di Kabupaten Gowa, Danau Tempe yang ada di KabupatenWajo dan DanauTowuti dan Matano yang berlokasi di Kabupaten Luwu Timur. Keberadaan sumber air tawar tersebut sangat menjanjikan dan bisa mensejahterakan masyarakat bila dikelolah secara profesional lantaran prospek budi daya ikan-ikan air tawar yang bernilai ekonomis tinggi  cukup bagus, apalagi pemasarannya juga tidak susah bahkan sangat dibutuhkan oleh para pedagang atau pengusaha.
Budi daya perairan atau akuakultur (aquaculture) di Indonesia telah berkembang cukup lama, bahkan dalam catatan sejarah sejak zakman Majapahit. Namun, saat ini teknologi budi daya perairan Indonesia tertinggal jauh dari beberapa negara tetangga di ASEAN, seperti Thailand, Malaysia dan Filipina. Fakta ini sangat ironis dan memalukan. (Kordi, 2008).
Apalagi jumlah penduduk dalam negeri yang mencapai kurang lebih 200 juta jiwa, sehingga membutuhkan sumber pangan yang memadai. Kalau kita melihat pada tahun 2003 dimana tingkat konsumsi ikan masyarakat Indonesia mencapai 23 kg/orang/tahun. Jika tingkat konsumsi ikan mencapai 30 kg/orang/tahun dan  apabila seperempatnya saja penduduk Indonesia merupakan konsumsi ikan aktif, bearti dibutuhkan jumlah ikan yang sangat besar. Sehingga potensi Sulsel sebagai penyumplai air tawar bisa memanfaatkan moment tersebut dan tidak menutup kemungkinan Indonesia menjadi salah satu pasar potensial bagi negara-negara tetangga karena  hasil perikanan merupakan produk yang diperdagangkan secara bebas.
Olehnya itu, keberadaan waduk dan semua danau yang ada di Sulsel bisa diberdayakan, sehingga hasilnya dapat dijadikan sebagai penghasil yang cukup besar dari sektor perikanan budiaya. Sebab salah satu ikan air tawar yang bernilai ekonomis adalah ikan nila dan ikan patin. Disamping itu, masyarakat lokal pun sudah menyukai ikan-ikan air tawar, apalagi memang ada kabupaten yang khsusus menkonsumsi ikan air tawar, sehingga potensinya sangat menjajikan. Memang diakui bahwa untuk menjadikan perikanan budidaya menjadi sektor terbesar dalam bidangnya dibutuhkan beberapa tahun kedepan untuk memulianya. Lantaran pengembangan budidaya ikan air tawar juga tidak terlepas dengan adanya dana yang cukup besar.
Dengan demikian, maka pemerintah diharapkan dapat menggaet investor untuk menanamkan modalnya dalam budidaya ikan air tawar. Hal itu pun bisa dilakukan jika adanya keseriusan dalam melakukan promosi  kepada pihak pengusaha luar negeri. Karena tidak sedikit pengusaha yang ada di luar negeri telah menanamkan modalnya di Indonesia dengan pengembangan budidaya ikan air tawar. Seperti yang terdapat di Pulau Jawa dimana pengusaha asal Amerika Serikat yang menanamkan dan mengembangkan usaha budidaya ikan air tawar dan menjadi penghasil yang terbesar dan mengespor ke luar negeri.
Kalau  hal ini juga diikuti oleh Sulsel tentunya potensi untuk budidaya ikan air tawar juga dapat terpenuhi, apalagi sumber airnya tidak diragukan lagi. Sayang kalau potensi Danau Matano yang luasnya cukup besar itu tidak dimanfaatkan. Dari hasil diskusi dengan masyarakat yang ada di daerah tersebut Danau Matano dan Towuti sangat luas, terbukti saat musim hujan para nelayan tidak akan melintasi danau tersebut karena ombaknya bisa mencapai 2 meter tingginya. Ini berarti bahwa danau tersebut sangat luas untuk dijadikan areal pengembangan usaha budidaya ikan air tawar.
Disamping itu, pemerintah Indonesia melalui Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) Pusat  juga telah menggenjot sektor budidaya, sehingga sangat tepat Sulsel juga mengambil langkah “seribu” dalam memacu sumberdya alamnya melalui budidaya ikan air tawar. Bahkan DKP pusat menjadikan tahun 2015 Indonesia sebagai Negara terbesar penghasil produk perikanan.
Dalam lima tahun ke depan, Indonesia diproyeksikan akan menjadi negara penghasil ikan terbesar di dunia. Kenaikan produksi yang bakal digenjot untuk perikanan budidaya mencapai 353 %. Untuk mencapai itu, DKP kini tengah mengambil ancang-ancang menggelontorkan berbagai program. Penempatan perikanan budidaya sebagai primadona bukanlah tanpa alas an, karena Indonesia memiliki potensi lahan budidaya seluas 11.806,392 ha dan baru dimanfatkan seluas 762.320 ha atau 6,46 %  sehingga masih tersisah lahan 11.044.072 ha atau 93,65 % yang belum dimanfaatkan. (Demersal, Desember 2009).
Dilihat dari sisi pasar, kebutuhan produk perikanan satu tahun  cenderung terus mengalami peningkatan. Trend dunia menunjukkan bahwa kebutuhan akan produk perikanan terus mengalami peningkatan, karena produk ini telah menjadi magnet masyarakat internasional. Ikan telah dipandang sebagai produk universal, menyehatkan dan mencerdaskan bagi konsumennya.
Hal tersebut merupakan peluang yang sangat besar bila Sulsel mampu mengembangkan budidaya ikan air tawar lantaran pangsa pasarnya cukup besar. Para petani pembudidaya juga sangat terbantu karena bukan hanya membudidayakan ikan, tapi juga dapat menyerap tenaga kerja bila Danau yang potensial itu dibuka usaha budidaya ikan air tawar.
Inilah tantangan bagi pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat lewat sektor perikanan yang selama ini masih dianggap “tidur” dan tidak bisa memberikan sesuatu, padahal kalau dikelola secara professional tentunya dapat menigkatkan perekonomian masyarakat di daerah ini. Bukankah hal tersebut sangat dinantikan oleh semua pihak agar masyarakat yang  tingkat penghasilannya dibawah garis kemiskinan dapat meningkat dan setara dengan yang sudah mapan.
Mudah-mudahan sektor perikanan dapat menjadi “pemicu” lahirnya orang-orang kaya yang bisa bersaing dengan pengusaha-pengusaha yang sudah memiliki modal besar melalui usaha budidaya yang dikembangkan di daerah ini. Sebab potensi untuk mengembangkannya sudah jelas terlihat di depan mata, tinggal bagaimana pemerintah memberikan dukungan dan perhatian agar apa yang menjadi cita-cita masyarakat luas dan pemerintah dapat terwujud yaitu meningkatkan kesejahteraan dan mengurangi kemiskinan.
Hal inilah yang mesti diperhatikan karena apalah gunanya daerah yang memiliki prospek cukup besar tapi kurang mendapat perhatian dari pemimpinnya, sehingga memajukan daerah juga terkesan sangat lamban lantaran belum melirik potensi yang menghasilkan banyak devisa kurang diminati.
Namun, penulis melihat pemimpin daerah ini programnya sudah mengarah kesana tapi masih belum bisa merealisasikan lantaran bawahan larinya sangat lambat. Meski atasan mau cepat atau ibarat mobil larinya sudah 90, tapi anak buahnya masih lari 50, maka tidak mungkin dapat berjalan sesuai dengan konsep yang ada. Kalau itu terjadi, maka kemunduranlah yang didapat, tapa bisa meraih apa yang sudah menjadi agenda.
Olehnya itu, maka pemerintah melalui instansi terkait dapat menggenjot potensi yang ada dapat dikembangkan agar daerah ini dapat lebih meningkat lagi dan masyarakatnya hidup layak seperti daerah lainnya yang sudah mapan. Mudah-mudahan potensi air tawar yang dimiliki daerah ini dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya, sehingga tidak ada kesan mubassir karena sumber air cukup banyak tersedia tapi tidak digunakan. Semoga !.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar