Kamis, 31 Januari 2013

Menyelamatkan Hiu dari Kepunahan

Laut yang ada di muka bumi ini lebih besar dari pada daratan, sehingga potensi akan sumber daya alam laut juga sangat melimpah. Tidak heran jika masyarakat yang fokus pada bisnis hasil laut ini cenderung mengalami peningkatan ekonomi yang tidak bisa terbendung. Bahkan mereka membuka cabang perusahaan di beberapa tempat, padahal yang ditekuninya hanya hasil laut.
            Hal tersebut membuktikan bahwa potensi sumberdaya alam laut ini bisa merubah orang yang tidak mampu menjadi orang yang kaya. Hal itu bukan lagi rahasia umum bagi pengusaha yang bergerak dalam bidang perikanan. Sehingga wajar saja jika berbagai sumber daya alam diambilnya, meski sumber daya alam tersebut tergolong dilarang lantaran sudah diambang kepunahan.
            Begitu pula dengan ikan hiu yang merupakan salah satu dari sekian banyak sumber daya alam yang ada, maka ikan hiu juga tergolong SDA yang disukai oleh masyarakat karena bernilai ekonomi tinggi. Meski belum ada larangan mengambil, tapi kalau pengambilan terus menerus dilakukan tanpa ada upaya untuk menyelamatkan dari penangapan, maka lambat laun akan habis juga.

            Meski kita tahu bahwa ikan-ikan telah hidup dan hampir tidak pernah berubah selama lebih dari 400 juta tahun, namun kini keberadaan ikan hiu juga sudah mulai terancam akibat banyak pemangsa yang selalu memburunya. Bukan dimansga oleh siapa, tapi manusialah yang menjadi pemangsa yang ditakuti itu karena tidak bisa berhenti sebelum habis. Padahal ikan hiu ini tergolong salah satu ikan yang memiliki banyak manfaat di tengah laut sehingga sangat ganjil jika ikan ini punah dalam waktu beberapa tahun ke depan.

Pengambilan Sirip Hiu
            Meski diketahui bahwa perkembangan ilmu pengetahuan yang tidak terkendali ini sehingga berdampak pada sumber daya alam laut seperti hiu yang selalu diburu dan ditangkapi untuk diambil siripnya, demi memenuhi bahan baku sup sirip hiu dan barang konsumsi yang terkait lainnya. Tidak heran jika harga sirip hiu ini mencapai ratusan ribu dalam sekilonya, wajar saja jika masyarakat yang memburu profit dan tergiur untuk melakukan penangkapan ikan hiu guna diambil siripnya.
            Namun yang menjadi persoalan disini karena banyaknya ikan hiu yang ditangkap lalu dipotong siripnya, kemudian ikannya kembali dibuang ke laut tanpa pikir panjang. Apakah ikan tersebut masih hidup atau tidak lantaran yang diperlukan disini adalah siripnya saja karena nilai jualnya sangat tinggi.
            Produk yang paling mahal adalah sirip hiu kering, dihargai senilai Rp. 1.000.000,-/kg dengan kualitas super yaitu sirip hiu yang tingginya 40 cm. Untuk sirip hiu tingginya 35 - 39 cm dihargai Rp 800.000,-/kg, ukuran 30 - 34 cm seharga Rp 600.000,-/kg, ukuran 25 - 29 cm seharga Rp 450.000,-/kg (Warta Pasar Ikan, Maret 2009).
            Olehnya itu, tidak heran jika masyarakat selalu memburu ikan ini untuk diambil siripnya, karena memiliki nilai jual cukup menggiurkan bagi orang-orang yang pemikirannya hanya profit tanpa melihat sumber daya alam laut yang diambilnya itu. Pasalnya, hiu yang beberapa tahun terakhir ini sudah menjadi pengambilan secara besar-besaran lantaran seluruh tubuhnya bernilai uang, sehingga orang-orang berlomba untuk menangkapnya.
Dimana harga kulit hiu berkisar Rp 15.000,-/kg, kerupuk kulit hiu  dihargai sekitar Rp 120.000,-/kg. Menurut Masroni, salah seorang pengelola usaha ikan hiu bahwa dari 10 kg kulit ikan hiu basah yang belum diolah akan menjadi 2 kg kerupuk kulit mentah siap jual, dan jika diolah menjadi kerupuk kulit matang akan menjadi sekitar 2,5 kg murni tanpa ada tambahan tepung. Pemasaran awal hanya dilakukan disekitar Mataram dengan sistim konsinyasi dengan took sebagai oleh-oleh khas Lombok. Dan sekarang sudah merambah ke beberapa kota besar seperti Denpasar, Surabaya, Jakarta dan Bandung. (Warta Pasar Ikan, Maret 2009).
Menurut Asharuddin, salah seorang pengusaha dalam bisnis ikan hiu bahwa dalam satu hari mengambil 2 - 4 kwintal ikan hiu dengan harga Rp 8.000 – 12.000,-/kg. dagingaya dijadikan sate sebanyak 2000 - 3000 tusuk yang dijual dengan harga Rp 1.500- 3000/tusuk tergantung potongan dagingnya. Sate tersebaut dipasarkan ke pasar Fomotong, Emas Bage, Keru, Aimel dan sebagian wilayah Lombok.
            Gigi dan rahannya dijual sebagai barang kerajinan, dikirim atau diambil pembeli untuk dipasarkan ke Bali dengan harga Rp 25.000 -100.000,-/buah tergantung besar dan kualaitas. Sedangkan tulang kering dihargai Rp 15.000,-/kg, tulang punggung  dihargai Rp 5.000,-/kg yang dikrim ke Surabaya dengan kualitas pegiriman 2 ton setiap bulannya.  Sedangkan sentra hiu di Indonesia adalah di wilayah  Bali, Nusa Tenggara Timur, Aceh, Kalimantan Barat, Jawa Barat, Banten, Sulawesi Utara dan Maluku. (Warta Pasar Ikan, Maret 2009).

Penangkapan tidak Disengaja
            Ikan hiu yang menjadi incaran bagi manusia itu baik sengaja maupun tidak sengaja menjadi suatu perhatian yang serius mengingat perburuan terus dilakukan, sehingga kedepan ikan tersebut bisa mengalami kepunahan.
            Penangkapan ikan hiu yang tidak disengaja juga menjadi sutau problem lantaran jumlah yang tertangkap itu tergolong banyak. Jadi nelayan yang menangkap ikan di laut itu, ikan hiu bukanlah target utama namun sering menjadi tangkapan yang cukup besar, sehingga hiu ini perlu adanya kesepamaham dalam menyelamatkan dari ancaman kepunahan. Pasaalnya, kalau hal tersebut terus berlangsung, meski nelayan bukan target utamanya tapi tetap terjaring, maka lambat laun akan kurang bahkan punah.
            Kalau dilihat dari perkembangbiakannya hiu memerlukan waktu yang cukup lama untuk menjadi dewasa yaitu 25 – 30 tahun baru bisa melakukan reproduksi, dan jumlah keturunannya sangat sedikit. Dengan demikian, maka hiu ini wajar jika mulai sekarang dilakukan penyelamatan guna mempertahankan spesies ini. Jangan sampai punah baru kita pusing lagi untuk mencari bibitnya lantaran manusia itu tidak ada puasnya demi untuk memburuh keuntungan.
            Penelitian seorang doktor dari Universitas Aberdeen, Skotlandia mengungkapkan bahwa hiu peka terhadap perubahan gelombang permukaan, dan perubahan suhu. Dengan kepekaannya ini, hiu sebagai salah satu biota laut yang menempati rantai makanan paling atas, ternyata mampu mendeteksi badai. Hiu sangat sensitif dalam mendeteksi perubahan tekanan udara, sehingga gejala awal pembentukan badai dari perubahan tekanan udara dipermukaan laut dapat ditengarai dari prilaku hewan tersebut, namun kemampuan hiu tersebut ternyata tidak mampu menyelamatkan dirinya sendiri dari badai perdagangan sirip hiu.
            Oleh karena itu, nelayan yang sementara melaut sebenarnya diberikan tanda-tanda bila bahaya badai itu akan datang melalui tingkah laku hiu di laut. Tapi kalau hiu ini tidak ada lagi berarti tanda atau signal dalam menentukan badai yang bakal muncul tersbut hilang. Makanya, bagaimana hiu ini dapat diselamatkan guna menjaga kepunahannya. Apalagi ini merupakan salah satu kekayaan sumber daya alam laut yang perlu dijaga kelestariannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar