Rabu, 30 Januari 2013

Menjaga Kepunahan Ikan Terbang


Dewasa ini, perkembangan teknologi semakin tak terbendung sehingga memungkinan berbagai sektor juga ikut berkembang. Seperti halnya dengan sektor kelautan dan perikanan  yang menjadi salah satu penyumbang devisa negara dari non migas. Meski diketahui bahwa pemasukan devisa negara dari sektor kelautan dan perikanan masih sangat jauh bila dibandingkan dengan migas. Namun bukan berarti bahwa tidak ada sama sekali yang disumbangkan kepada negara.
            Olehnya itu, potensi sumberdaya alam yang ada ini perlu mendapat perhatian khusus dalam pengelolaan, Sebab jangan sampai sumber daya alam terutama ikan-ikan tertentu seharusnya mendapat perlindungan agar tidak punah, karena kebanyakan para pemburu dollar ini tidak mengenal adanya ikan-ikan yang rawan akan kepunahan. Pasalnya, kalau salah satu jenis ikan di laut ada yang punah lantaran perlakuan manusia itu sendiri yang tidak bisa dikendalikan, maka tentunya yang menanggung akibatnya adalah  anak cucu bangsa ini. Sebab jenis (species) ikan yang sudah punah maka jelas akan kehilangan potensi sumber daya yang dapat dibanggakan dan otomatis kita tidak bisa berbuat sesuatu kecuali hanya dengan menikmati gambarnya saja.
Apalagi kalau jenis ikannya itu tergolong ikan yang sangat susah untuk dikembangkan melalui metode budidaya yang selama ini dilakukan pada beberapa jenis ikan. Hal seperti inilah yang tidak dikehendaki oleh semua pihak karena bisa memutus suatu siklus yang ada di muka bumi ini.

            Seperti halnya dengan ikan terbang yang tergolong salah satu jenis ikan langkah tapi penangkapannya sudah menjadi sumber penghasilan yang besar bagi orang-orang  baik nelayan maupun pengusaha yang tidak hentinya memburu ikan tersebut. Sebab selain ikannya yang digemari juga telurnya sangat mahal harganya, sehingga setiap harinya orang akan menangkap ikan ini. Wajar saja jika semakin hari semakin langkah juga ikan terbang didapatkan di pasar-pasar, begitupula dengan telurnya lantaran dikuasai oleh para pengusaha. Padahal populasi ikan terbang ini tergolong sudah semakin sedikit ditambah telurnya yang juga dikuras habis.
            Ikan terbang Hirundichthys oxycephalus  merupakan ikan pelagis kecil, hidup dipermukaan laut, termasuk perenang cepat, menyukai cahaya pada malam hari dan mampu meluncur keluar dari permukaan air dan melayang di udara. Ikan ini ditemukan di semua samudra utama, terutama di perairan tropis dan sub tropis di samudra Atlantik, Pasifik dan Hindia.
            Begitu pula tingkat kehidupannya yang masuk dalam waktu tertentu atau ada musim tertentu untuk menangkapnya. Jadi ikan ini memiliki bulan-bulan tertentu sehingga jumlahnya melipah, tapi kenyataan bulan tersebut jumlahnya hanya biasa saja. Olehnya itu, ikan terbang sudah termasuk dalam golongan ikan yang jumlahnya mengalami penururan sangat derastis, sehingga ke depan bisa mengalami kepunahan karena tidak hentinya nelayan memburu karena harganya cukup tinggi.
Dengan harga yang mahal itu maka petani nelayan yang selalu menangkap atau mengambil telur ikan terbang ini lambat laun akan habis bila tidak diantisipasi sedini mungkin dan siapa yang bertanggung jawab ? tentunya kita semua, karena ikan terbang ini tergolong ikan yang langkah, apalagi jumlahnya mengalami penurunan.
Memang diakui bahwa ikan terbang memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi dan dapat dipasarkan dalam bentuk segar, ikan asinan maupun ikan asap, akan tetapi telur ikan terbang yang mempunyai nilai gizi tinggi lebih populer di masyarakat yang menjadikan nilai ekonomisnya lebih tinggi. Selain dikonsumsi juga merupakan sumber devisa negara karena telurnya menjadi komoditas ekspor yang cukup tinggi nilainya. Menurut Ghofur 2003 dalam Nurmawati 2007, ikan telah dieksploitasi di Indonesia bagian timur terutama di selat Makassar dan Laut Flores. Eksploitasi telah dilakukan oleh nelayan di Kabupaten Takalar, Pinrang,  Barru, Jeneponto, Bantaeng dan Bulukumba.
Nilai ekonomi yang besar bagi sumberdaya tersebut sering kali mengabaikan etika pemanfaatan sumberdaya berkelanjutan akibat tingginya permintaan pasar, sehingga populasi jenis ikan ini mengalami penurunan terus menerus beberapa tahun belakangan ini (Nessa et al 1997 dalam Nurmawati 2007). Upaya untuk mencegah agar ikan terbang tidak punah dan berkelanjutan diperlukan suatu kebijakan yang tepat. Untuk mendukung upaya tersebut maka diperlukan informasi penelitian pendukung baik biologi maupun ekologi. Disamping itu, perlu dibuatkan juga aturan bagi pengusaha agar ada kuota yang telah ditentukan sehingga nelayan tidak seenaknya menangkap ikan ini. Pasalnya, kalau pengusaha tetap membeli tanpa ada batas atau aturan yang diterapkan oleh pemerintah, maka jangan heran jika ikan ini lambat atau cepat pasti akan punah.
Pasalnya, kepunahan itu telah mengancam lantaran telurnya diambil terus menerus tanpa ada kesempatakan yang diberikan untuk menetaskan telurnya, sehingga berapapun jumlahnya akan diambilnya. Ini pertanda bahwa ikan terbang yang memiliki ciri khas tersendiri akan habis juga. Olehnya itu, pemerintah perlu ada gagasan untuk menyatukan prsepsi antara stakeholders untuk membuat kesepakatan yang tertulis atau ada aturan yang diterapkan tanpa memilih merek untuk mentaatinya agar ikan diberi kesempatan memijah tanpa diganggu oleh siapapun.
Dengan demikian, maka kepunahan yang sudah mengancam ini bisa dikendalikan dan bahkan bisa kembali melipah. Inilah yang perlu diperhatikan karena ikan terbang memiliki nilai ekonomis yang tinggi terutama telurnya.  
Berdasarakan data Statistik perikanan Indonesia tahun 2005 diperoleh bahwa total produksi telur Ikan Terbang 279,8 ton/tahun pada wilayah Sulawesi Selatan bahkan mengekspor telur ikan terbang ke Rusia sebesar 20 ton seharga Rp 5 miliar. Wajar saja jika pelaku usaha dibidang ini terus melakukan pembelian yang tiada henti, sehingga nelayan pun ikut mengeksploitasi secara terus menrus karena tergiur akan hasil yang didapatkannya tanpa memikirkan jumlah ikan yang sudah mengalami penurunan.
Meski diakui atau tidak bahwa ikan terbang di negara-negara luar seperti  di Jepang orang mengkonsumsinya sebagai bahan obat-obatan dan bahkan memakan telurnya merupakan keuntungan tersendiri bagi mereka sebab dapat memperlancar peredaran darah dan secara tidak langusng dapat meningkatkan libido. Disamping itu, telur ikan terbang juga mengandung karagenan seperti yang terkandung pada rumput laut dan yang lebih halus lebih diminati pasar di luar negeri. Bahkan telur ikan terbang merupakan makanan yang sangat berkelas di Jepang, Korea, dan Taiwan.
Olehnya itu, nelayan yang ada di daearah ini khususnya yang berdomisli di Takalar dan sudah terkenal dalam kepiawaian dalam menangkap ikan terbang dan bahkan telur ikan terbang merupakan  salah satu primadona sekaligus lambang bertahannya sistem ekonomi pesisir yang selama ini dianut. Meski di era tahun 70-an, harga ikan terbang mulai melambung dan hingga kini masih terus menjadi buruan utama bagi nelayan di daerah ini.
Selama ini, pemburu ikan terbang yang dikenal juga sebagai patorani atau pencari ikan tuing-tuing di laut dan dikenal sebagai pengembara dari lautan ke lautan demi mencari telur ikan terbang. Memang diakui bahwa nelayan pencari ikan tuing-tuing ini sudah lama melakukan aktivitasnya itu di daerah ini bahkan sudah menjadi kebiasaan turun temurun. Mereka mencari ikan terbang di Selat Makassar, mulai dari perairan Selayar sampai peraiaran Kalimantan Timur. Namun belakangan ini tampak kecenderungan banyak nelayan yang sampai ke Kalimantan Selatan bahkan berburu hingga ke perairan Papua (Fak-Fak).
Sejak tahun 1970-an sampai tahun 1990-an wilayah selat Makassar mulai dari bagian barat perairan Selayar, atau dari pulau Kalu Kalukuang di dekat perairan Madura sampai pulau Derawan di Kalimantan Timur adalah wilayah eskploitasi nelayan patorani dari Galesong, nelayan-nelayan dari Bontomarannu di ujung Selatan Galesong sampai Aeng Batu-Batu di Galesong Utara.
 Pada krisis moneter tahun 1997-1998, harga telur torani mencapai Rp 360.000 per kilogram Selama ini tujuan ekspor ikan torani adalah negara Jepang, Korea, Hong Kong, dan Taiwan. Wajar kalau patorani ini selalu menggantungkan hidupnya pada ikan ini. Sebab sekali melaut banyak keuntungan yang didapatnya apalagi kalau memang musimnya. Meski tidak seperti beberapa tahun lalu, bila musimnya tiba pasti banyak yang tertangkap, tapi nelayan ini tetap tidak akan menyerah lantaran sudah menjadi kebiasaan atau pekerjaan sehari-harinya.
            Olehnya itu, peran pemerintah dalam menjaga kepunahan ikan terbang sangat menentukan. Apalagi pengusaha yang kurang peduli dengan istilah punah lantaran semata hanya selalu memburuh profit tanpa ada yang bisa mengendalikannya. Begitupula dengan nelayan yang tidak ada batasnya dalam menangkap ikan terbang lantaran pengusaha yang menjadi acuannya. Dengan demikian, maka semua ikut bertanggungjawab dalam menjaga ikan ini sebab kalau membiarkan tanpa ada yang mencegahnya, maka tentunya ke depan bisa muncul rasa penyesalan. Jangan mengulangi kesalahan dimasa lalu yang terus melakukan eksploitasi sehingga beberapa ikan tertentu dikabarkan tidak ditemukan lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar