Rabu, 30 Januari 2013

Masa Depan Ekonomi Maritim


Potensi Sumber Daya Alam (SDA) laut yang dimiliki Indonsia sangat berlimpah, sehingga tidak heran jika negara ini dikenal sebagai negara maritim karena luas wilayah lautnya cukup besar yaitu mencapai 5,8 juta km dari total luas wilayah Indonesia. Disamping itu, jumlah pulaunya sebanyak 17.508 pulau, dengan panjang garis pantai kurang lebih 81.000 km sehingga Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan terbesar di dunia.  
 Jadi Indonesia memiliki pulau-pulau kecil berada pada posisi terluar sebanyak 92 pulau, sedangkan 67 pulau diantaranya yang  berbatasan langsung dengan negara tetangga sebagai pulau-pulau kecil perbatasan, seperti Malaysia, Thailand, Singapura, Vietnam, Australia, India, Timor Leste, Filipina dan Papua Nugini.
Olehnya itu, tidak salah jika pemerintah mengoptimalkan pengelolaan sumber daya alam yang ada, karena sebagai negara kepulauan berarti kekuatan ekonomi berada pada wilayah pesisir dan laut, sehingga itu wajib untuk diperhatikan atau diberi perhatian khusus. Sebab masa depan ekonomi maritim cukup menjanjikan bila dikelola dan dimanfaatkan dengan baik, disamping melakukan penguatan personil termasuk sarana dan prasarana yang memang bertugas dibidangnya untuk menjaga wilayah laut.
Pasalnya, sebagai bangsa bahari tentunya kita malu jika menyia-nyiakan sumber daya alam yang ada tanpa bisa berbuat sesuatu. Padahal potensi itu cukup menjanjikan dan memperbaiki perekonomian di negeri ini. Tidak salah jik kita perlu kembali untuk membangkitkan, menggugah, dan membangun semangat bangsa Indonesia untuk mengenali dan memahamai bahwa Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang bercirikan nusantara. Disamping itu, juga mengembangkan pemahaman wawasan kelautan (kebaharian) bagi bangsa Indonesia dalam rangka mewujudkan negara kelautan yang kuat, maju, mandiri dan jaya.
Wajar saja jika Indonesia yang dikenal dengan negara maritim ini sangat berpotensi dalam berbagai hal, sehingga banyak pihak yang merasa berkepentingan bagi wilayah Indonesia terutama bagi “Tamu” tak diundang yang sering menyatroni sumberdaya alam ditengah malam. Meski tetap ada penjagaan yang tergolong ketat, tapi karena berbagai pendukung masih sangat kurang, jadi wajar kalau pencuri ikan itu tetap ada.
 Begitupula dengan pulau yang tersebar di negeri ini membuat kekayaan tersendiri yang patut kita syukuri dan dijaga keberadaannya. Pasalnya, banyak pulau-pulau kecil dan besar yang ada di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) menjadi pembicaraan banyak orang. Apalagi bila mengingat kasus pulau yang diambil oleh negara tetangga Malaysia yaitu Pulau Sipadan dan Ligitan.
Hal inilah yang perlu menjadi perhatian semua pihak, maka  wajar jika tahun ini kita menyatukan pendapat dan mengindahkan persoalan yang dapat memicu terjadinya konflik diantara bangsa sendiri, sehingga kita menjadi bahan tertawaan bangsa-bangsa di dunia.
Memang diakui bahwa persoalan pulau ini sering menimbulkan gesekan antar negara, karena banyaknya kepentingan yang ada di dalamnya. Apalagi Indonesia memiliki pulau-pulau kecil berada pada posisi terluar sebanyak 92 pulau, sedangkan 67 pulau diantaranya yang  berbatasan langsung dengan negara tetangga sebagai pulau-pulau kecil perbatasan.

Sumberdaya Hayati
Salah satu sumberdaya hayati yang sangat bagus adalah terumbu karang (coral reefs) yang merupakan kelompok organisme yang hidup di dasar perairan laut dangkal, terutama di daerah tropis. Meskipun karang ditemukan hampir di seluruh dunia, baik di perairan kutub maupun perairan ugahari, tetapi hanya di daerah tropik terumbu dapat berkembang.  Karenanya pembentukan terumbu karang digunakan untuk membatasi lingkungan lautan tropik.
Olehnya itu, banyaknya terumbu karang yang ada di tanah air menjadikan bangsa ini kaya akan sumberdaya alam laut. Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa meskipun terumbu karang tersebar dan khususnya di wilayah Timur Indonesia dan terkhusus lagi di Sulawesi Selatan tepatnya Kabupaten Kepulauan Selayar, dimana terdapat Takabonerate yang memiliki jumlah terumbu karang cukup banyak atau dikenal sebagai daerah yang  memiliki Atol terbesar ketiga di dunia.
Sedangkan menurut Dahuri (1998) potensi sumber daya alam dan jasa lingkungan di pulau-pulau kecil perbatasan terdiri dari sumber daya  hayati (padang lamun, terumbu karang dan hutan mangrove), yang sangat berperan dalam mengendalikan keseimbangan ekosistem termasuk kelestarian biota-biota perairan. Sementara sumber daya non hayati seperti bahan tambang, energi laut dan jasa lingkungan dapat dimanfaatkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
Melihat sumberdaya non hayati yang juga tidak kalah banyaknya, maka perlu diolah secara profesional melalui Sumber Daya Manuisa (SDM) yang dimiliki. Jangan selalu mengharap kepada orang asing untuk memberikan kepercayaan dalam pengelolaannya. Padahal Sumber Daya Manusia (SDM) yang dimiliki bangsa ini cukup potensial, cuma karena adanya kesan bahwa bila bangsa sendiri yang mengerjakan sesuatu hal, maka tingkat kepercayaan sesama orang akan diragukan. Padahal, apa yang dilakukan itu tidak kalah mutunya dengan bangsa asing yang mengelolah hasil bumi.
Contohnya, nikel yang ada di Inco cukup menjanjikan jika dikelolah oleh bangsa sendiri, tapi karena terlanjur diberikan kepada pihak asing maka untungnya tidak dinikmati bangsa Indonesia. Meski ada pembagian keuntungan tapi itu hanya sedikit, padahal SDM bangsa sendiri cukup potensial untuk mengelolah tambang nikel tersebut.

Kemiskinan
Wajar saja jika kemiskinan yang dirasakan bangsa ini tetap menjadi potret tersendiri dalam bingkai kehidupan, karena selain kepercayaan kurang dihargai juga kemiskinan berada dimana-mana. Apalagi masyarakat pesisir yang telah dijuluki sebagai “masyarakat miskin”.  Padahal jumlah pulau dan luas lautan sangat banyak, sehingga sangat heran jika bangsa Indonesia yang dikenal sebagai bangsa bahari dan memiliki potensi cukup besar itu miskin penduduknya. Hal inilah yang patut menjadi perhatian pemerintah dalam menjalankan roda pemerintahan, jangan sampai ditahun-tahun mendatang kemiskinan itu tetap bertambah tanpa ada pengurangan. Padahal, sumberdaya yang ada di pulau-pulau itu sangat besar apalagi jika dikerjakan oleh tangan-tangan bangsa Indonesia sendiri.
Jadi kekuatan ekonomi Indonesia berada pada wilayah pesisir dan pulau-pulau dan itu dapat dibuktikan dengan jumlah penduduk bangsa ini sebagian besar berada di  daerah pesisir, meski tidak seluruhnya kaya karena adanya paham bahwa ponggawa itu sebagai penolong yang ujung-ujungnya hanya sebagai pekerja tanpa bisa berkembang.
            Tidak heran jika, banyak nelayan-nelayan dari luar negeri yang berminat menangkap ikan di laut kita. Meski tetap dilarang tapi karena petugas dan nelayan selalu main kucing-kucingan sehingga sumberdaya laut tetap dicuri olerh nelayan asing. Memang diakui bahwa ikan-ikan yang ditangkap oleh nelayan itu terutama nelayan dari negara lain yang memiliki kapal penangkap ikan berteknologi canggih, tidak ada rasa menyerah dalam mengeruk hasil laut kita.
Dengan demikian, maka yang perlu diperketat adalah pengawasan dari pihak yang berkompoten untuk menjaga wilayah laut, sehingga pencurian ikan-ikan di laut tidak berlangsung lama. Terutama di kawasan perbatasan sebab kalau ini terus berlangsung berarti dapat merugikan negara miliaran rupiah setiap tahunnya dan ini menunjukkan betapa lemahnya  penegakan hukum dan sistem pengawasan yang ada.
            Nah, selain menjaga wilayah laut Indonesia juga dapat memberikan perhatian serius terhadap asset negara (pulau-pulau) yang terabaikan ini, maka pihak pemerintah segogyanya memberikan nama pada semua pulau yang masih belum memiliki nama tanpa ada interval waktu yang terlalau lama, mengingat pulau-pulau terluar itu sangat rawan terhadap terjadinya perselisihan antara negara tetangga.
            Padahal, kalau pulau-pulau dimanfaatkan sebagai salah satu tempat untuk melakukan penjagaan bagi kapal asing yang suka mencuri ikan, maka peluang untuk menangkap mereka sangat besar karena jumlah pulau yang ada di daerah perbatasan cukup memadai dalam hal menghalau para pencurian ikan (Illegal fishing) di tengah laut.
            Bahkan pemerintah seharusnya melakukan program pengawasan dan pemantauan di pulau-pulau kecil perbatasan atau melakukan kunjungan/pengawasan secara kontinyu, sehingga pihak luar dapat membuka mata bahwa pulau ini sudah dikelola oleh pemiliknya. Karena kapan pihak Indonesia terlena dengan kesenangan “Semu” maka yakin dan percaya bahwa ke depan bukan hanya Pulau Sipadan dan Ligitan yang hilang, tapi kemungkinan besar ada lagi pulau  lain yang menyusul.
Akan tetapi, pemanfaatannya sangat kurang sehingga orang dapat memanfaatkan bahkan dapat memilikinya. Inilah yang harus diperhatikan mengingat bangsa ini adalah bangsa pelaut yang dapat menjaga laut dari berbagai serangan. Olehnya itu, yang perlu dicamkan semua pihak adalah menekankan terwujudnya tekad kuat masyarakat Indonesia untuk mempertahankan keutuhan NKRI yang kita cintai.
Mudah-mudahn tulisan ini dapat dipetik hikmahnya dalam memperjuagkan nilai-nilai kebaharian dimasa akan datang, sehingga semua pihak dapat terlibat langsung menjaga sumberdaya yang dimiliki negara ini dan menjadikan daerah pesisir dan laut sebagai masa depan ekonomi maritim. Semoga !

Tidak ada komentar:

Posting Komentar