Kamis, 31 Januari 2013

CPI dan Masa Depan Pantai Losari


Sulawesi Selatan memiliki garis pantai kurang lebih 2500 km2 sehingga memungkinkan untuk melakukan pengembangan di wilayah pesisir, apalagi jika pembangunannya itu menyentuh rakyat kecil yang selama ini masih terkesan dipinggirkan. Pasalnya, masyarakat yang berdomisli di daerah pesisir  masih sering disebut sebagai masyarakat yang tergolong miskin, sehingga perlu perhatian dari pemerintah untuk mengatasi julukan tersebut. Meski kenyataan di lapangan julukan itu tidaklah benar sepenuhnya lantaran banyak juga yang berdomisli di wilayah pesisir tingkat penghidupannya tergolong makmur, terlebih yang tinggal di pulau-pulau.
            Akan tetapi, lain halnya masyarakat yang berada di pinggir kota Makassar, tepatnya di kawasan pengembangan Center Point Indonesia (CPI) yang sementara dilakukan pembebasan lahan oleh pemerintah, lantaran adanya sejumlah masyarakat yang telah menjadikan kawasan ini sebagai tempat mengait rezeki dari hasil jualan kerang.
            Memang diakui bahwa keinginan pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan yang kuat untuk menjadikan kawasan ini sebagai kawasan yang elit dan dilengkapi dengan sarana olah raga serta pusat perbelanjaan. Bahkan tergolong kawasan yang terbesar dan terlengkap di Indonesia Timur. Hal ini perlu didukung oleh semua pihak setelah adanya pembebasan bagi warga yang menuntut adanya ganti rugi akibat diambil alih lahannya sebagai tempat mencari kerang. Sebab warga yang sudah bertahun-tahun menghidupi keluarganya hanya mengandalkan dari hasil penjualan kerang, tiba-tiba diambil alih pemerintah, maka mau atau tidak terpaksa mereka gigit jari bila tidak diganti rugi. Akan tetapi pemerintah tetap memperhatikan unek-unek warga yang mengeluh akibat lahannya diambil.

            Dengan adanya persetujuan antara warga dan pemerintah ini, maka kawasan CPI bakal menjadi kawasan yang elit dan patut didukung oleh seluruh masyarakat, karena selain adanya bangunan yang megah juga tenaga kerja dapat terserap lebih banyak lagi, terutama masyarakat yang berdomisli di daerah tersebut. Sehingga ini salah satu upaya untuk menekan tenaga kerja yang dirumahkan atau dikenai Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Hal ini merupakan  suatu bukti bahwa pemerintah dalam hal ini Gubernur Sulawesi Selatan H.Syahrul Yasin Limpo sangat ”jenius” dalam memprakarsai adanya pembangunan atau pengembangan di kawasan pesisir, sehingga pinggir pantai yang mendapat julukan sebagai kursi terpanjang di dunia ini akan menjadi panjang lagi.
            Namun demikian, bukan berarti pembangunan CPI yang akan datang tidak memiliki kelebihan dan kelemahan dalam era keberadaannya. Sebab CPI yang akan menghubungkan Pulau Lae-Lae nantinya akan berdiri bangunan yang megah, sehingga bisa saja terjadi gangguan dalam menyaksikan mata hari terbenam (Sunset) yang terkenal itu, lantaran pinggir pantai yang ada sekarang termasuk salah satu kota yang terbaik di dunia karena masyarakat dapat melihat (menyaksikan) langsung matahari terbenam tanpa ada hambatan.
            Olehnya itu, Sulawesi Selatan dan khususnya Kota Makassar sudah termasuk kota yang paling baik di dunia dari tiga negara yang memiliki tempat strategis, karena disamping kotanya juga terdapat pinggir pantai yang melihat langsung terbenam mata hari. Jarang ada kota yang seperti Koata Makassar. Tapi kalau pembangunan CPI yang sudah pasti bahwa terdapat bangunan untuk menghalangi pemandangan untuk menyaksikan sunset, maka itu sangat kurang tepat jika dilakukan pembangunan ini. Jika kita mengingat beberapa tahun lalu dimana iklan Telkom yang terpampang di kejauhan sana (tempat CPI) dibangun, banyak masyarakat yang protes termasuk mengirimkan Surat Dari Pembaca (SDP) yang dimuat pada Harian Kompas, lantaran iklan Telkom saat itu dapat mengganggu pemandangan.
            Nah, kalau hal ini terjadui pula, maka tidak menutup kemungkinan masyarakat ada yang kurang sepaham, bahkan bisa saja ada lagi yang melakukan aksi demonstrasi. Padahal jika sepintas pembangunan CPI ini memang untuk masyarakat juga, karena lebih baik memanfaatkan lahan yang masih bisa digunakan dari pada hanya ”terbengkalai”. Artinya bila dibanguni sesuatu yang bermanfaat bagi orang banyak tentu nilai positifnya jauh lebih banyak dibandingkan dengan nilai negatifnya. Akan tetapi jika sebaliknya, maka hal itu tidak perlu dilanjutkan lantaran dapat mengganggu kesenangan publik.
            Masyarakat dapat kecewa jika hak-haknya kurang dihargai hanya karena adanya keinginan pemerintah untuk memburuh profit dan mengabaikan kepentingan masyarakat. Meski secara sepintas menyaksikan matahari terbenam itu tidaklah terlalu memiliki nilai yang dapat dibanggakan, namun disisi lain menyaksikan sunset itu suatu hal yang sangat berharga dari seluruh bangunan CPI akan datang. Itu artinya, bahwa masyarakat tidak menghendaki adanya bangunan yang megah jika kesenangan alaminya dapat tergerus atau tercabik-cabik lantaran kepentingan suatu golongan tertentu.
Jangan sampai seperti bangunan atau Revitalisasi Karebosi yang saat ini masih dikerjakan, meski Amdalnya belum dikantongi saat itu tapi sudah dikerjakan lebih awal, sehingga tidak saja membuat masyarakat resah, bahkan berani melakukan aksi unjuk rasa yang tidak tanggung-tanggung, sehingga terjadi perkelahian antar pro dan tidak atas pembangunan Karebos itu. Semua ini harus dikaji dengan mendalam, apakah Amdal CPI sudah keluar ? jangan sampai kasusnya sama dengan Karebosi, sehingga amdalnya dipaksakan keluar demi untuk melanjutkan pembangunannya.
Akan tetapi, orang nomor satu di Sulsel ini memiliki otak yang cerdas, sehingga segala kekurangan dan kelebihannya pasti sudah dipikirkan dan tidak akan mengorbankan masyarakat yang selalu mendukung langkah dan kebijakannya. Padahal, jika mau jujur pantai losari saja belum bisa menampakkan wajah aslinya Kota Makassar, karena masih terkesan kotor (jorok), meski sudah dibuatkan Peraturan Daerah (Perda) tentang kebersihan, tapi itu hanya berlaku sesaat. Ironisnya lagi, Perda yang dikeluarkan itu terkesan mubassir karena yang terjaring membuang sampah saat itu hanya satu orang dan kasusnya sampai ke pengadilan, tapi selanjutnya tidak ada lagi gaungnya, malah semakin jorok. Padahal, keinginan pemerintah saat dibuatnya Perda ini demi untuk menjaga kebersihan dari orang-orang yang kurang bertangungjawab dalam mebuang sampahnya disembarang tempat.
Tapi apa lacur, semua itu hanya semu, tanpa bisa dipertahankan meski pembuatan Perda itu membutuhkan biaya, tenaga dan pikiran tapi rupaya tidak ada bargeningnya ditengah masyarakat. Akankah CPI yang akan dibangun nantin bukannya bangga memiliki fasilitas yang lengkap, tapi bangga dengan kejorokan lantaran tidak bisa diantisipasi ?. Karena seingat penulis banyak bangunan yang dibangun di daerah ini tapi tidak dimanfaatkan secara optimal. Memang diakui bahwa pada saat bangunan itu pertama diresmikan, maka kebersihan dan keamanan masih sangat ketat pengawasannya, tapi setelah berjalan beberapa tahun, maka mulailah mulur. Belum lagi jika pencetusnya sudah diganti atau tidak menjabat lagi. Seperti halnya dengan gubernur, bila sudah sampai waktunya akan terganti maka kebijakan yang selama ini diterapkan tentunya juga ikut berubah oleh penerusnya, ada pepatah mengatakan ”Lain lubuk lain ikannya, lain padang lain ilalangnya” Artinya lain pemimpin, lain pula kebijakannya.
Jangan samapi CPI akan datang ini juga bernasib seperti ini, karena CPI tergololng bagunan yang megah dan bisa saja pengelola nantinya akan mundur dan tidak bertanggungjawab lagi dengan keberadaannya, meski hal itu masih sangsi, tapi karena kita hidup di dunia selalu mempredisksi kemungkinan hal-hal yang paling buruk yang dapat terjadi, meski hal itu tidak datang. Tapi karena lebih baik mengambil hal yang palinng terjelek dari pada mengambil yang selalu baik, walau pada akhirnya akan baik. Tapi bila itu sudah dipikirkan dan sewaktu-waktu muncul memang benar adanya, maka kita tidak kaget lagi dalam menjalaninya lantaran sebelumnya sudah diprediksikan. Inilah hidup yang harus diperhatikan.
Jika pemerintah ingin melihat pantai losari langsung dikagumi oleh masyarakat terutama turis manca negera, bukan karena pembangunan CPI nya yang megah, tapi pinggir pantai harus dibersihkan mulai dari Hotel Makassar Golden dibersihkan (diratakan) sampai ke pelabuhan peti kemas (dekat atunrung). Hal itu dapat dilakukan pemerintah jika pemimpinnya berani dan bergigi dalam menegakkan aturan yang ada, sebab bila dilihat yang sebenarnya maka pinggir pantai itu tidak boleh ada bangunan, karena bila ada bangunan di daerah itu tentunya lingkungan dapat tercemari, sehingga ikan-ikan yang hidup di dalamnya juga ikut tercemar dan kurang baik untuk dikonsumsi.
Sekarang ini, pantai losari sudah tercemar dengan limbah, baik libah rumah tangga, maupun limbah pabrik yang masuk ke laut melalui sungai yang bermuara ke Pantai Losari. Hal inilah yang harus diperhatikan sebagai konsekwensi untuk mengembangkan daerah pesisir dan menambah nilai estetika Kota Makassar yang sekarang ini  menjadi Kota Metropolitan.
Olehnya itu, pembangunan CPI yang akan menghiasi Kota Makassar sebagai kota kebanggan masyarakat Sulawesi Selatan dan khususnya warga Makassar itu sendiri, maka perlu mendapat perhatian dan berbagai pertimbangan yang matang, agar apa yang diinginkan pemerintah itu sejalan dengan keinginan masyarakat supaya sama-sama merasa puas dan kehidupan tetap kondusif dan tenteram.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar